Interval

Memitigasi Dampak Pendakian Gunung di Tengah Krisis Iklim

Di tengah perubahan iklim yang merundung bumi, para pendaki gunung dituntut untuk ikut mempraktikkan pendakian yang lebih ramah lingkungan. Meski memiliki seabrek manfaat, aktivitas mendaki gunung tak bisa dimungkiri bisa membawa implikasi buruk bagi lingkungan. Lebih-lebih di tengah terus berlangsungnya perubahan iklim seperti sekarang ini.

Seperti kita sama-sama ketahui, perubahan iklim—yang dipicu oleh beragam aktivitas manusia—merupakan faktor utama penyebab suhu bumi kian meningkat. Perubahan iklim sendiri merujuk pada perubahan suhu, pola curah hujan, permukaan laut, dan kondisi atmosfer lainnya dalam jangka panjang. Salah satu penyebab utama perubahan iklim adalah peningkatan gas rumah kaca di atmosfer, terutama karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan dinitrogen oksida (N2O), yang memerangkap panas dan berkontribusi terhadap panasnya bumi. 

Memitigasi Dampak Pendakian Gunung di Tengah Krisis Iklim (Djoko Subinarto)
Pemandangan Gunung Gede, yang satu kawasan dengan Gunung Pangrango. Gunung favorit pendakian di Jawa Barat/Djoko Subinarto

Adapun aktivitas-aktivitas manusia, di antaranya penggunaan bahan bakar fosil, pertanian, pembabatan hutan, aktivitas industri dan rumah tangga, merupakan sumber utama emisi gas rumah kaca. Tatkala gas-gas rumah kaca ini terakumulasi di atmosfer, gas-gas tersebut meningkatkan efek rumah kaca, yang menyebabkan peningkatan temperatur global secara keseluruhan. Sebuah fenomena yang lantas disebut sebagai pemanasan global (global warming). Sebagian kalangan menyebut pula sebagai pendidihan global (global boiling). 

Tatkala temperatur bumi terus merambat naik, seiring dengan peningkatan gas rumah kaca yang menumpuk di atmosfer, membawa banyak konsekuensi. Sebut saja, misalnya, kenaikan permukaan air laut, perubahan pola cuaca, kejadian cuaca ekstrem yang lebih sering dan parah, serta gangguan terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati. 

Dalam hal cuaca ekstrem, salah satu buntutnya adalah peningkatan risiko bencana, seperti longsor, serta banjir bandang maupun kebakaran hutan di kawasan pegunungan. Di sisi lain, cuaca ekstrem juga dapat mendorong terjadinya pergeseran zona vegetasi dan perubahan keanekaragaman hayati ekosistem pegunungan. Anomali tersebut pada gilirannya akan mengganggu keseimbangan ekologi.

Memitigasi Dampak Pendakian Gunung di Tengah Krisis Iklim (Djoko Subinarto)
Ilustrasi kegiatan panjat tebing di lereng gunung/Djoko Subinarto

Potensi Penambahan Beban dan Risiko Lingkungan

Di tengah perubahan iklim dewasa ini, aktivitas pendakian gunung sedikit banyak bakal menambah beban dan risiko lingkungan yang dihadapi kawasan pegunungan. Suka atau tidak, harus jujur kita akui, aktivitas mendaki gunung membawa implikasi negatif bagi lingkungan. Baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Misalnya, yang kerap mencuat dan jadi perhatian serta keprihatinan publik, yakni persoalan sampah yang dihasilkan dan ditinggalkan oleh para pendaki gunung. 

Sampah tentu saja bukan satu-satunya persoalan. Aktivitas para pendaki menyusuri jalur setapak dapat menyebabkan erosi tanah, terutama di ekosistem pegunungan yang rapuh buntut dari pergeseran vegetasi akibat perubahan iklim. Terjadinya erosi tentu saja bakal berkontribusi terhadap degradasi jalur pendakian dan habitat di sekitarnya, yang ujungnya memengaruhi stabilitas tanah dan kualitas air.

Aktivitas pendakian juga dapat memecah belah habitat dan mengganggu koridor satwa liar. Akibatnya populasi spesies tertentu terisolasi dan terjadi penurunan keanekaragaman genetik. Hal ini dapat berdampak jangka panjang terhadap kesehatan ekologi ekosistem pegunungan.

Belum lagi implikasi yang ditimbulkan dari aktivitas pemasangan atau penyediaan infrastruktur pendakian, antara lain tali pendakian, baut, dan tempat berlindung, yang juga dapat menimbulkan dampak jangka panjang terhadap lanskap alam. Lebih-lebih ketika pemasangan dan pemeliharaan infrastruktur pendakian itu kurang tepat, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada formasi batuan dan vegetasi sekitarnya.

Memitigasi Dampak Pendakian Gunung di Tengah Krisis Iklim (Djoko Subinarto)
Ilustrasi kelompok pendaki gunung/Roaming Spices

Beberapa Upaya Mitigasi

Lantas, apa yang sebaiknya dilakukan oleh para pendaki gunung?

Ikut berperan aktif melakukan mitigasi dampak lingkungan adalah langkah yang seyogianya dilakukan para pendaki gunung. Siapa pun, di mana pun. Langkah-langkah mitigasi dapat mencakup hal-hal berikut ini.

  1. Meminimalisasi sampah. Tak ada alasan sedikit pun bagi para pendaki untuk meninggalkan sampah, sekecil apa pun, saat pendakian. Termasuk tidak membuang hajat sembarangan di lingkungan gunung;
  2. Meminimalisasi jejak karbon. Selalu gunakan perlengkapan rendah karbon yang terbuat dari bahan ramah lingkungan. Tak kalah pentingnya, yaitu menggunakan transportasi umum maupun carpooling untuk menuju kawasan pendakian. Syukur-syukur mau mengayuh sepeda;
  3. Mendukung akses berkelanjutan. Salah satu caranya, yakni bahu-membahu dengan pengelola pendakian dan masyarakat lokal dalam membangun akses berkelanjutan ke area pendakian. Selain itu juga membatasi pengembangan infrastruktur pendakian yang berpotensi membahayakan ekosistem;
  4. Mendorong praktik ramah iklim. Misalnya, mengurangi konsumsi energi, menghemat air, dan mendukung inisiatif konservasi lokal untuk melindungi ekosistem pegunungan;
  5. Turut aktif terlibat dalam memantau dan menilai dampak pendakian gunung secara berkala. Jika memungkinkan, ikut pula memberikan solusi terbaik terkait langkah-langkah yang perlu ditempuh selanjutnya;
  6. Terlibat dalam program-program yang berkaitan dengan peningkatan kesadaran, khususnya tentang dampak lingkungan dari aktivitas pendakian gunung maupun perubahan iklim;
  7. Berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan. Selain antarpendaki, juga membangun kolaborasi dengan pengelola kawasan pendakian, organisasi konservasi, maupun komunitas lokal untuk menyelaraskan tujuan yang sama; dan
  8. Terlibat langsung dalam upaya restorasi. Restorasi untuk merehabilitasi ekosistem pegunungan yang terdegradasi, baik karena dampak perubahan iklim maupun dampak pendakian, perlu dilakukan. Para pendaki dapat terjun langsung dalam upaya ini, mulai dari restorasi jalur pendakian, restorasi habitat, serta proyek reboisasi dan reforestasi.

Dengan ikut serta menerapkan langkah-langkah mitigasi tersebut, diharapkan dapat membantu mengurangi beban dan risiko lingkungan dari pendakian gunung maupun perubahan iklim. Harapan dan tujuan akhirnya, tak lain memastikan lanskap kawasan pegunungan tetap sehat sehingga mampu diwariskan dan dinikmati oleh generasi-generasi mendatang.


Referensi:

Doytchev, B. (2021). The Impact of Mountaineering and Climbing on The Environment. Trakia Journal of Sciences. Vol. 19, Suppl. 1, pp 540-545. DOI: 10.15547/tjs.2021.s.01.083.
McHaffie, J. (2018). Climb-it Change: 10 tips to mitigate it. The British Mountaineering Council. Diakses dari https://www.thebmc.co.uk/climb-it-climate-change.
Muller, L. M. (2020). How does climbing affect the climate?. Lacrux.com. Diakses dari https://www.lacrux.com/en/klettern/climbing-and-climate-protection-are-a-contradiction-in-terms/.
Wheeler, F. (2023). A climber’s guide to climate action. Mapotapo.com. Diakses dari https://www.mapotapo.com/blog/a-climber-s-guide-to-climate-action.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Penulis lepas dan blogger yang gemar bersepeda.

Penulis lepas dan blogger yang gemar bersepeda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Pentingnya Merawat Sungai di Era Pendidihan Global