Sampah sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari manusia. Berbagai aktivitas yang dilakukan akan menghasilkan sampah, baik itu sampah organik atau nonorganik. Sampah-sampah tersebut ada yang mampu mengurai sendiri dan juga ada yang butuh ratusan tahun agar bisa terurai. Oleh sebab itu, masyarakat selalu mendapatkan himbauan untuk bijak dalam konsumsi agar sampah-sampah yang dihasilkan tidak menumpuk dan memberi pengaruh buruk terhadap lingkungan.
Menurut data dari statistik.go.id dalam artikel yang berjudul “Sampah di DKI Jakarta Tahun 2021”, setiap harinya DKI Jakarta menghasilkan sampah sebanyak 7,2 ton. Sampah organik mendominasi dengan jumlah volume terbanyak yaitu sebesar 53,75%. Aktivitas rumah tangga setiap harinya turut menyumbang sampah yang cukup signifikan. Sampah dapur tersebut berupa sisa-sisa makanan, sayuran, buah-buahan, sisa minyak goreng dan lain-lain. Sebagian besar sampah dapur tersebut merupakan sampah organik.
Beragam edukasi lingkungan digaungkan agar setiap individu paham manfaat dan dampak dari sampah yang dihasilkan. Dewasa ini, berbagai strategi dilakukan oleh pihak-pihak terkait agar masyarakat bijak dalam mengelola sampah. Salah satu cara pengolahan limbah sampah organik yaitu dengan memanfaatkan hewan kecil bernama maggot, sejenis belatung merupakan larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) atau Hermetia illucens dalam bahasa latin.
Saya yang tidak pernah tahu tentang maggot sebelumnya, pagi itu tanpa sengaja saat mengunjungi Agro Edukasi Wisata Ragunan yang berada di Jalan Poncol Pasar Minggu setelah melihat sebuah spanduk bertulis “Rumah Maggot Pasar Minggu”. Saya berjalan menuju bangunan kecil berukuran sekitar 6×5 meter untuk melihat lebih dekat. Bangunan semi permanen ini menjadi untuk rumah metamorfosis maggot. Tampak tiga orang petugas mengenakan seragam bertuliskan UPK Badan Air sedang bekerja. Unit Pelaksana Kebersihan (UPK) Badan Air merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Lingkungan Hidup dalam pelaksanaan penanganan Kebersihan Badan Air. Salah seorang dari mereka sedang asik mengupas kulit salak yang sudah busuk. Saya mendekat lalu menyapa petugas berseragam oranye tersebut.
“Pagi, Pak. Lagi ngupas salak buat apa, Pak?” tanya saya.
“Ini untuk maggot di sana.” katanya, sembari menunjuk beberapa kotak yang ada di dalam ruangan.
“Maggot ini apa ya, Pak?” tanya saya penasaran.
“Ini nih buat ngancurin sampah-sampah. Kalau banyak sampah di rumah bisa diurai sama maggot.” ujar Yusuf singkat.
Yusuf dan dua rekannya berasal dari petugas pintu air yang membantu mengelola maggot di Rumah Maggot Pasar Minggu. Saya meminta ijin untuk masuk melihat maggot lebih dekat. Tampak banyak kotak-kotak dan beberapa rak menempel di dinding bangunan. Tampak juga satu area yang tertutup oleh jaring kawat. Maggot-maggot dewasa mengeluarkan larva dari balik jaring kawat tersebut, sehingga tidak ada maggot yang terbang keluar dari ‘rumahnya’.
Dari ruang kawat, larva-larva dipindahkan ke dalam kotak khusus. Masing-masing boks berisikan maggot-maggot sesuai dengan usia, ada yang masih berusia tiga hari juga satu minggu. Ukuran pun berbeda. Petugas menjelaskan bahwa maggot yang ada di Rumah Maggot Pasar Minggu ini membantu mengolah sampah-sampah organik yang berasal dari Agro Edukasi Wisata Ragunan.
Maggot yang sudah kering juga dijadikan seagai sumber protein untuk pakan ternak yang berada di dalam kawasan. Jelas sekali siklusnya seperti sebuah lingkaran simbiosis mutualisme. Dari sebuah benih, tanaman tumbuh, bagian yang busuk diurai oleh maggot, maggot kering dimakan oleh ternak, kemudian kotoran ternak dijadikan untuk pupuk-pupuk tanaman.
Utilitas Maggot dalam Kehidupan Sehari-Hari
Maggot merupakan larva dari lalat Hermetia illucens yang bermetamorfosis menjadi maggot atau belatung yang kemudian menjadi Black Soldier Fly (BSF) muda. Proses metamorfosis yang dilakukan larva lalat ini tidak begitu lama, hanya membutuhkan waktu kurang lebih 14 hari atau dua minggu.
Maggot mengalami lima tahapan selama siklus hidupnya, lima stadia tersebut yaitu fase dewasa, fase telur, fase larva, fase prepupa, dan fase pupa. Selama masa itu, satu lalat betina dewasa bisa menghasilkan hingga 500 butir telur yang akan menetas dalam waktu sekitar 4-5 hari.
Mengutip dari CNN Indonesia, sejak berbentuk telur lalat, maggot membutuhkan sampah organik untuk tumbuh selama 25 hari sampai siap panen. Maggot mampu mengurai sampah organik dengan kapasitas 1,3 hingga 5 kali bobot tubuhnya dalam 24 jam. Bahkan, satu kilo maggot mampu melahap 2 sampai 5 kilogram sampah organik per hari.
Tak hanya itu, maggot yang sudah menjadi prepura maupun bangkai lalat BSF masih bisa dipakai sebagai pakan ikan yang kaya protein. Kepompongnya juga dimanfaatkan sebagai pupuk sehingga tidak menimbulkan sampah baru. Larva BSF juga bukan vektor suatu penyakit, jadi sangat aman untuk kesehatan manusia. Utamanya untuk budidaya tidak menimbulkan penularan penyakit. Lewat budidaya maggot, ada nilai ekonomis yang didapat yakni Rp15 ribu sampai Rp50 ribu untuk 100 gram maggot kering.
Budidaya Maggot untuk Pemula
Mengurangi sampah organik dengan maggot bisa kita mulai dari diri sendiri di rumah. Caranya pun tak sulit. Pertama, kita bisa menyiapkan media kandang lalat BSF dengan tutup kawat atau kasa. Tentunya kandang ini harus tetap terkena sinar matahari guna proses perkawinan lalat. Kita juga harus menjaga kelembaban kandang dengan menyemprotkan air berkala.
Lalat betina membutuhkan tempat untuk bertelur seperti kardus, kayu, atau papan yang memiliki celah. Telur-telur bisa di taruh di atas dedak yang sudah dibasahi, lalu beberapa hari setelahnya menetas. Terakhir, siapkan area untuk tempat tumbuh maggot dan mereduksi sampah organik rumah tangga.
Seorang ibu rumah tangga bernama Debby bercerita bahwa merasa terbantu dengan adanya maggot. Tinggal di kawasan yang minim lahan tanah, maggot menjadi pilihan untuk mengurai sampah rumah tangga. Bersama sang suami—Fadly—pasangan suami istri ini bekerja sama mengurusi sampah di rumah mereka. Fadly menyiapkan media maggot, kemudian memilih maggot yang sudah tidak layak lagi, sedangkan Debby bertugas memisahkan sampah.
“Sisa makanan kayak nasi, sisa sayur gitu atau sampah kertas harus dipecah terlebih dahulu,” gumam Debby.
Mereka adalah salah satu contoh dari banyak pasangan yang memilih maggot untuk mengurai sampah rumah tangga. Momen kegiatan ini pun kerap dibagikan melalui media sosial pribadi. Semoga aksi yang dilakukan Debby dan Fadly ini memberi inspirasi kamu untuk lebih banyak berkontribusi dalam menyelamatkan bumi.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Atika Amalia yang kini tinggal di Jakarta. Disela-sela kesibukannya sebagai Ibu Rumah Tangga, Atika juga menekuni hobi fotografi.