Itinerary

8 Masalah Khas yang Dialami Pejalan Jadul

Perubahan zaman dan perkembangan teknologi juga mengubah cara orang jalan-jalan. Jika dibandingkan dengan masa 10-15 tahun yang lalu, melakukan perjalanan di masa sekarang jauh lebih gampang. Sebelum bilang “lebay!” coba baca dulu 8 masalah pejalan yang dialami zaman dahulu di bawah ini yang khusus TelusuRI sajikan buat kamu:

1. Kehabisan rol film

Kalau ada yang bilang pejalan sekarang lebih narsis dari pejalan zaman batu, itu bohong. Avonturir zaman dulu juga narsis. Cuma bedanya kenarsisan mereka masih belum didukung oleh teknologi. Kalau sekarang kita bisa foto-foto sepuasnya dengan gawai, orang dulu mengabadikan momen dengan kamera analog yang mereka sebut tustel. Foto di tustel disimpan dalam “film” yang harganya lumayan mahal—untuk 36 frame foto kamu harus keluar uang belasan ribu rupiah. Belum lagi biaya untuk mencuci-cetaknya.

Masalah pejalan rol film hangus itu biasa

Rol film hangus itu biasa/Fuji Adriza

2. Bolak-balik ke travel agent untuk cari tiket promo

Situs airlines belum banyak, apalagi travel startups yang sekarang marak. Kalau tidak langsung ke perwakilan airlines, orang-orang mesti ke biro perjalanan untuk membooking tiket. Tapi biasanya nggak langsung beli. Mereka bakal minta orang biro perjalanan untuk memantau harga tiket dan memilihkan yang paling murah buat mereka. Bisa makan waktu beberapa hari sampai seminggu.

3. Cari amplop buat menyimpan tiket

Sekali-sekali kamu mungkin masih bisa lihat orang-orang yang mengeluarkan tiket dari amplop waktu check-in di bandara. Tapi dulu itu adalah pemandangan lazim. Bentuk tiketnya juga beda, lebih tebal karena terdiri dari beberapa lembar. Pokoknya premium, deh. Sekarang beda. Kamu bisa masuk bandara cuma dengan nunjukin sms atau foto e-ticket.

4. Tanya sana-sini untuk bikin itinerary

Sekarang kalau mau bikin itinerary Bali, Lombok, atau Papua kamu tinggal cari tagar di Instagram, atau googling. Semuanya sudah tersedia di internet dan yang perlu kamu lakukan hanyalah mengumpulkan informasi-informasi itu dalam catatanmu. Dulu, kamu harus giat mencari orang-orang yang well-travelled dan mengajaknya nongkrong untuk mengorek informasi tentang destinasi-destinasi yang bikin kamu penasaran.

5. Buka-buka peta destinasi yang dituju

Perjuangan bikin itinerary belum selesai. Kalau mau lancar, semuanya harus kamu plot di peta—biar nggak nyasar. Jadilah kamu membuka-buka peta negara, provinsi, sampai yang terkecil peta kota yang akan kamu tuju. Tapi mungkin banyak juga pejalan zaman dulu yang lebih senang go show, nggak perlu lihat-lihat peta, nggak perlu bawa-bawa peta.

Foto ala band “slowrock” Malaysia/Fuji Adriza

6. Telpon sana-sini untuk booking penginapan

Dari tanya sana-sini itu kamu akan dapat banyak informasi, salah satunya soal penginapan. Tapi untuk memesan kamar kamu tidak bisa langsung mencet layar ponsel pintar. Dulu…. belum ada ponsel pintar. Kalau tidak mau menggelandang di tujuan, kamu harus menelpon langsung ke penginapan-penginapan itu untuk membooking kamar.

7. Dipenuhi prasangka: “Duh, gue dikibulin nggak, ya?”

Akhirnya kamu melakukan perjalanan. Tapi karena informasi yang kamu punya masih serba terbatas, setiap kali harus membayar sesuatu kamu akan dipenuhi oleh prasangka: “Duh, gue dikibulin nggak, ya?” atau “Keknya gue dicaloin deh, nih?” Sekarag sebelum bepergian kamu bisa survey harga dulu lewat tulisan-tulisan yang tersebar di jagad internet.

Masalah pejalan motret pakai kamera analog

Motret pakai kamera analog/Fuji Adriza

8. Kesepian

Jauh dari rumah pasti memunculkan perasaan kangen. Rasa rindu itu akan berujung pada kesepian. Sebenernya gampang saja, sih, mengobati rasa kesepian itu; tinggal telpon. Tapi telpon SLJJ atau SLI yang mahal bikin pejalan-pejalan zaman dulu berpikir berkali-kali sebelum menelpon orang-orang terkasih. Paling mereka buru-buru mencari kantor pos terdekat dan mengirimkan kartu pos. Syukur-syukur dibalas dengan wesel dari rumah.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

2 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *