“Saya kena PHK sekitar tahun 1997,” ujar Udin. Lelaki paruh baya yang sedang duduk di salah satu kursi di sebelah lemari kaca. Baju kemeja biru yang ia kenakan tampak berdebu, namun ia tampak senang sekali menjawab rentetan pertanyaan yang saya lontarkan di Mall Rongsok.

“Mall ini sudah berapa lama Pak Udin?” Saya bertanya pada Udin. 

“Dari tahun 2008 awalnya, namun baru diberi nama Mall Rongsok itu sekitar tahun 2010,” jawab Udin. 

“Sudah 10 tahun lebih ya, Pak.” 

“Barang-barang yang ada di sini di dapat dari mana sih Pak Udin?”

“Wah, ya dari mana-mana, ada yang orang bangkrut tokonya, ada yang dilelang kayak di DPR kemarin, ada yang orang pindahan rumah atau juga orang yang datang aja gitu ngejual ke sini,” jawab Udin.

Mall Rongsok Depok/Atika Amalia

Saya menatap lekat wajah Udin, kemudian berbalik badan sembari melihat-lihat sesuatu yang menarik. Sebuah spanduk kecil promosi brand restoran halal Korea yang pernah saya kunjungi hampir 7 tahun lalu tampak berayun lembut mengikuti angin. Seketika mengingatkan saya saat masih tinggal di kawasan Margonda, Depok. 

Semenjak pandemi, saya dan keluarga memang sudah jarang sekali mengunjungi mal. Biasanya dulu setiap akhir pekan, mal adalah tempat yang kami jadikan untuk menyegarkan pikiran, namun pandemi mengajarkan saya lebih nyaman dengan menghabiskan hari bersantai dan melewatkan akhir pekan di rumah. Sesekali saja, saya memilih mal  sebagai tempat berbelanja bulanan. 

“Pak Udin, kenapa merek ini ada di sini ya? tadi di bawah saya juga lihat semua perlengkapan makannya,” tanya saya penasaran.

“Oh iya, semua barang-barang mereka lelang, jadi kita beli dan jual lagi di sini,” jawabnya. 

Saya yang semakin penasaran dan kembali bertanya, “Gak jualan lagi apa gimana, Pak?” 

“Ada kayaknya, tapi buat yang diantar-antar aja,” Udin menjawab datar. 

Saya kembali berpikir, restoran ini menjual semua inventarisnya, bisa saja gulung tikar karena pandemi. Saya mencoba menerka-nerka penyebab restoran ini menjual semua barang-barang yang mereka punya. Setelah lelah melihat barang yang tersedia, saya kembali turun ke lantai dasar. Sedikit ada rasa takut saat berada di lantai dua Mall Rongsok.

Pintu masuk Mall Rongsok/Atika Amalia

Berlokasi tak jauh dari Universitas Indonesia, tepatnya di Jalan Bungur Raya, Kukusan, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat. Bangunan mal tampak serba apa adanya, semua dibangun juga dengan menggunakan barang bekas. Walau memang kekuatan bangunan diragukan tapi itulah daya tarik mal yang tergolong unik ini. Tak hanya warga Depok yang mampir, orang-orang di luar Pulau Jawa pun sering berkunjung bahkan turis asing juga pernah datang. 

Dari keunikannya yang menjual berbagai macam barang bekas dari TV, komputer, DVD, bangku makan, lemari, meja, sofa, wajan, baut-baut, kabel bekas, selang-selang, kompor dan hampir segala jenis barang ada di Mall Rongsok. Hal ini menarik banyak stasiun TV untuk melakukan liputan, bahkan sang pendiri bernama Nurcholis Agi pernah diundang di acara Hitam Putih. Selain itu, juga liputan langsung oleh beberapa media diantaranya kompas TV, Net 5, dan juga TV One. 

Nurcholis Agi, seorang pria yang memiliki ayah berdarah Kalimantan dan Ibu berasal dari Surabaya ini mengaku memulai usaha berbasis barang bekas ini melalui sebuah hobi. Nurcholis kecil senang sekali mengutak-atik barang-barang elektronik. Pada tahun 1998 ia pernah bercita-cita ingin mempunyai satu tempat untuk hobinya namun baru terwujud di tahun 2008. Sebelumnya Mall Rongsok hanya berukuran 100m² dengan nama Adi Elektronik. 

Karyawan Mall Rongsok tampak sedang melakukan perbaikan pada barang/Atika Amalia

Seiring berjalannya waktu, Mall Rongsok semakin berkembang, luas bangunan semakin besar serta memiliki tiga lantai. Selain di Depok, Mall Rongsok juga melebarkan sayap ke Bogor dan Cinere, namun yang di Cinere tutup karena habis kontrak. Sementara yang saya kunjungi saat ini yakni Mall Rongsok Depok sebagai tempat penjualan dan Wisata Rongsok Depok sebagai gudang juga jadikan tempat memperbaiki barang-barang sebelum dijual kembali. Perbaikan yang dilakukan pun hanya sebatas kemampuan yang mereka punya.

Dari wawancara yang pernah dilakukan oleh Khairunnisa Adinda Kinanti di laman DetikNews menyampaikan bahwa Menurut Nurcholis Agi, barang bekas tentu masih ada nilainya, meski kayu sekalipun. Hanya saja semuanya tergantung dari sudut pandang orang yang melihat barang bekas tersebut. 

“Apapun barang bekas yang ada di sini pasti ada nilainya. Yang saya lihat hanya peluang. Jadi peluang barang bekas itu ternyata menjanjikan dan bisa menghidupi,” tutup Nurcholis.

Buku-buku bekas di Mall Rongsok/Atika Amalia

Sejauh yang saya tahu, sampah alat-alat rumah tangga seperti elektronik, buku, kipas angin, DVD bekas, komputer, CPU, sofa bed, meja makan, bangku, peralatan makan, dan banyak lagi, setiap tahunnya akan menambah jumlah limbah di lingkungan jika tidak dikelola dengan bijak. 

Menurut data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan bahwa di Indonesia sendiri timbunan sampah elektronik mencapai 2 juta ton pada tahun 2021. Pulau Jawa berkontribusi hingga 56% dari generasi limbah elektronik tahun 2021. Selain itu, dari laman jakarta.go.id menyampaikan bahwa limbah elektronik atau limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang masuk ke lingkungan, akan mengakibatkan asidifikasi tanah yang dapat merusak tanah, sehingga tanah tidak bisa digunakan untuk bercocok tanam maupun dijadikan hunian. Selain itu, limbah ini juga dapat mencemari air tanah dan udara dengan zat berbahaya. Dari informasi diatas, bisa dipastikan bahwa limbah elektronik yang berasal dari rumah tangga, perkantoran, hotel, restoran dan berbagai tempat lainnya sangatlah membahayakan lingkungan. 

Mall Rongsok dijadikan untuk gudang dan bengkel perbaikan/Atika Amalia

Sementara itu, Mall Rongsok menjadikannya sebagai peluang bisnis, mulai dari menampung barang bekas yang tadinya dibuang kemudian diperbaiki lalu dijual kembali untuk mereka yang membutuhkan. Tanpa disadari, barang-barang yang tadinya akan menambah beban lingkungan justru malah menjadi berkah bagi pemilik usaha dan harga yang lebih murah dari membeli produk baru akan didapatkan para pembeli. Calon pembeli pun bisa lebih hemat. 

Walaupun demikian Mall Rongsok yang tampak seadanya memiliki sistem pembayaran yang juga mengikuti zaman, ditempat ini pembeli bisa melakukan pembayaran dengan QRIS. Calon pembeli tak perlu repot untuk menyediakan uang kontan. Membeli barang bekas yang layak digunakan kembali bukanlah hal yang memalukan tetapi salah satu cara yang bijak dalam mengurangi sampah serta meredam efek buruk untuk lingkungan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar