ItineraryNusantarasa

Kuliner Sate Terlezat Joglosemar: Sate Buntel Solo (2)

Seperti Yogyakarta, Solo juga merupakan pusat kebudayaan Jawa. Kota ini kaya potensi wisata, mulai dari sejarah, budaya, dan tak terkecuali kuliner. Banyak kuliner khas yang bisa kita jumpai di kota yang secara administratif bernama Surakarta itu. Pada 2022 lalu, misalnya, Forum Budaya Mataram (FBM) mengukuhkan Solo sebagai “Kota Liwet”, karena memang masyhur dengan kuliner nasi liwetnya.

Setahun sebelumnya, terdapat enam kuliner khas Solo yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Keenam kuliner itu adalah timlo, serabi Notosuman, HIK, roti kecik, sate kere, dan sate buntel.

Khusus dua sate legendaris yang terakhir disebut, saya lebih memilih sate buntel. Tanpa bermaksud menafikan kelezatan sate kere, bagi saya sate buntel istimewa. Bukan kebetulan jika sate buntel masuk ke dalam daftar 80 Warisan Kuliner Nusantara versi Bango (2008) dan 100 Mak Nyus Makanan Tradisional Indonesia versi mendiang Bondan Winarno (2013).

Sate buntel khas Solo (Indonesia Kaya)
Sate buntel khas Solo/Indonesia Kaya

Asal Usul Sate Buntel Khas Solo

Secara historis, sosok yang pertama kali mengkreasi sate buntel adalah Lim Hwa Youe. Seorang etnis Tionghoa yang telah menetap di Solo itu membuat sate buntel pada tahun 1948.

Ide dasarnya adalah memanfaatkan bagian daging yang keras dan banyak terdapat pada kambing. Agar daging yang keras itu tetap dapat dinikmati, Lim Hwa Youe mencacah lembut daging tersebut dan menghilangkan semua ototnya. Hasilnya adalah sebuah inovasi sate kambing yang bertekstur empuk dan tidak prengus.

Sate kambing kreasi Lim Hwa Youe itu kemudian terkenal dengan nama sate buntel. Kata “buntel” dalam bahasa Jawa berarti “bungkus”, merujuk pada pembungkusan cacahan daging dengan lembaran lemak tipis dan selanjutnya dibakar. 

Beberapa waktu kemudian sejumlah pelaku usaha kuliner mengadaptasi sate buntel bikinan Lim Hwa Youe itu. Saat ini banyak kita jumpai warung makan yang menyuguhkan menu spesial sate buntel. Bahkan di luar Solo. Sampai sekarang, boleh dibilang kalau sate buntel adalah permata kuliner nusantara asal Solo yang memiliki bentuk dan penampilan menarik. 

Keunikan Sate Buntel Khas Solo

Bila Yogyakarta punya sate klathak, maka Solo punya sate buntel. Sama-sama sate berbahan daging kambing yang unik, khas, dan tak biasa. Sebagaimana sate klathak, sate buntel memiliki spesifikasi tersendiri dari aspek penampilan, teknik pembuatan, dan bumbu.

Penyajian sate buntel bukan dalam bentuk potongan daging yang ditusuk sujen, melainkan mencacah dan mencincang daging secara halus, membumbui, dan membungkusnya dengan lembaran lemak tipis (lemak jala). Baru kemudian menusuk daging dengan dua bilah bambu dan membakarnya hingga matang. 

Sekilas sate buntel ini mirip sosis atau sate lilit khas Bali. Sate buntel dihidangkan dengan cara meloloskan sate dari sujen atau tetap dengan tusuk bambu, kemudian menyiramnya dengan sambal kecap. Lengkap dengan irisan bawang merah, cabai rawit, kol, dan tomat.  

Tidak hanya dari bentuknya yang unik, tetapi juga cita rasa. Sate buntel menawarkan sensasi kelezatan sate kambing yang berbeda. Saat kita menggigit, lemak jala sebagai pembungkus daging terasa sedikit liat di mulut. Namun, daging kambing di dalamnya terasa empuk, lembut, dan juicy

Menurut mendiang Bondan Winarno dalam buku 100 Mak Nyus Makanan Tradisional Indonesia (2013), sajian seperti itu bernama kofta di Timur Tengah. Sebuah hidangan daging kambing cincang, yang terkepal pada sebilah besi panjang tanpa bungkusan lemak dan kemudian dibakar. Bedanya, menurut pakar kuliner nusantara itu, kofta berbentuk gepeng dan cenderung kering ketika dilepas dari bilah besinya. Adapun sate buntel lebih bulat seperti sosis dan terasa juicy, karena bagian dalamnya masih lembap.

Rekomendasi Warung Sate Buntel di Solo

Jika Anda sedang berwisata atau sekadar mampir ke Solo, berikut saya rekomendasikan warung sate buntel yang harus Anda kunjungi:

1. Sate Kambing Mbok Galak, Banjarsari, Surakarta

  • Pembakaran sate buntel di Warung Sate Kambing Mbok Galak Solo
  • Sajian sate buntel, tongseng, dan tengkleng di warung Sate Kambing Mbok Galak Solo

Popularitas sate buntel mengantar perjalanan kuliner saya ke daerah Banjarsari, Surakarta pada akhir September 2017. Tepatnya di Sate Kambing Mbok Galak. Ini adalah pengalaman pertama saya menyantap sate buntel dan ingin membuktikan kelezatannya.

Warung Mbok Galak telah eksis sejak tahun 1980. Bila saya bandingkan dengan sate buntel lainnya di kota Solo yang lebih legendaris, mungkin sate buntel Mbok Galak tergolong “pendatang baru”. Namun, sate buntel racikan Mbok Galak termasuk yang terkenal kelezatannya di kota Solo. Tak tanggung-tanggung, penggemarnya menjangkau hingga ke pejabat tingkat negara, seperti presiden dan menteri. 

Menurut informasi yang saya peroleh, dahulu presiden kedua RI Soeharto beserta keluarga sering memesan sate buntel saat singgah di Ndalem Kalitan, Solo. Begitupun presiden saat ini, Joko Widodo. Tatkala masih menjabat wali kota Solo, beliau sering mengajak anak-anak dan keluarganya menikmati sate buntel Mbok Galak. 

Di kalangan menteri, sosok yang tercatat pernah datang dan mencicipi sate buntel Mbok Galak adalah Harmoko (menteri penerangan era orde baru), Muhammad Nuh (menteri pendidikan era Susilo Bambang Yudhoyono), dan Andi Amran Sulaiman (menteri pertanian era Joko Widodo).

Keistimewaan sate buntel di warung Mbok Galak adalah penyajian sate yang masih utuh dengan tusuknya. Daging kambing yang terbungkus lemak jala terasa empuk dan tidak beraroma prengus. Bumbunya pun meresap, sehingga sangat nikmat saat saya menyantapnya dengan nasi putih.

Setelah mencari sejumlah informasi, salah satu rahasia kenikmatan sate buntel Mbok Galak adalah dagingnya berasal dari kambing pilihan. Dari sisi usia, pemilik warung memilih kambing yang berumur sekitar satu tahun. Daging dari kambing yang masih muda seperti itu relatif empuk dan dapat meminimalisasi bau prengus.

Alamat: Jalan Ki Mangunsarkoro No. 112, Sumber, Banjarsari, Surakarta (klik di sini untuk membuka peta)
Jam buka: 08.00-17.00 WIB

2. Sate Kambing “ASLI” Tambaksegaran, Banjarsari, Surakarta

  • Seporsi sate buntel Tambaksegaran
  • Proses pembakaran sate buntel

Lawatan saya ke Solo berikutnya adalah pada Desember 2017. Kali ini, saya mengagendakan singgah dan mencicipi sate buntel Tambaksegaran. Kata “Asli” menandakan bahwa di sinilah awal mula Lim Hwa Youe memelopori dan mengkreasi sate buntel. Nama Tambaksegaran berasal dari alamat warungnya, yaitu di Jalan Tambaksegaran 39 (kini Jalan Syahrir 149), Banjarsari, Solo. 

Saya datang ke warung Tambaksegaran sore hari, sekitar pukul 16.00. Suasana waktu itu tidak terlalu ramai pengunjung, karena bukan jam makan. Saya memesan seporsi sate buntel plus nasi putih, serta memilih minuman es beras kencur 

Di Tambaksegaran, penyajian sate buntelnya adalah dengan cara melucuti dagingnya dari sujen. Kita tinggal menyantap saja. Saat saya coba menggigit, lapisan lemak jalanya sedikit alot tetapi daging di dalamnya empuk dan juicy

Sate buntel di Tambaksegaran ini merupakan favorit mendiang Bondan Winarno. Menurut Pak Bondan, saat ini pengelola warung Tambaksegaran adalah generasi kedua, yaitu putri Lim Hwa Youe. Adapun adik laki-lakinya membuka sendiri sebuah warung cabang, yang menurut Pak Bondan kualitasnya lebih terjaga—khususnya dalam hal pembakaran. Warung satenya beralamat di Jalan Gajah Mada 93, Solo.

Alamat: Jalan Sutan Syahrir No. 149, Setabelan, Banjarsari, Surakarta (klik di sini untuk membuka peta)
Jam buka: 12.00-22.00 WIB

Selain sate buntel Mbok Galak dan Tambaksegaran, kita bisa menjumpai warung sate buntel khas Solo lainnya yang tak kalah lezat. Di antaranya yang cukup populer adalah Sate Kambing Bu H. Bejo yang terletak di Jalan Sungai Sebakung No. 10, Loji Wetan, Surakarta. Eksis sejak tahun 1971, sate buntel di sini merupakan favorit Presiden Joko Widodo.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Badiatul Muchlisin Asti Penulis lepas di media cetak dan online, menulis 60+ buku multitema, pendiri Rumah Pustaka BMA, dan penikmat (sejarah) kuliner tradisional Indonesia

Badiatul Muchlisin Asti Penulis lepas di media cetak dan online, menulis 60+ buku multitema, pendiri Rumah Pustaka BMA, dan penikmat (sejarah) kuliner tradisional Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Kuliner Sate Terlezat Joglosemar: Sate Klathak Yogyakarta (1)