Sabtu, 2 Maret 2019 lalu, Festival Sarung dan Musik NTT diadakan bersamaan dengan Car Free Day di Jalan El Tari Kota Kupang. Kegiatan ini diikuti lebih dari 10.000 peserta dari instansi pemerintah, pelajar, pengrajin tenun ikat, dan masyarakat umum.
Tidak hanya itu, festival ini juga dihadiri oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat beserta istri, Julie Sutrisno Laiskodat, yang sekaligus merupakan Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) NTT. Festival ini semakin unik sebab peserta yang hadir diwajibkan mengenakan kaos putih dan sarung tenun ikat khas NTT.
Berbagai kegiatan diselenggarakan untuk memeriahkan Festival Sarung dan Musik NTT Sabtu lalu. Beberapa kegiatan yang menarik antusiasme masyarakat antara lain paduan suara dan marching band pelajar NTT, menari bersama mengenakan berbagai kain tenun ikat khas Flores, Sumba, Timor, dan Alor (Flobamora), pameran aneka makanan tradisional berbahan dasar kelor dari UMKM setempat, pameran instalasi tenun, pameran musik tradisonal, dan olahraga bersarung.
Sedari pagi, masyarakat mulai ramai memenuhi areal Kantor Gubernur NTT di Jalan El Tari Kupang. Jam 06.00 WITA, paduan suara yang terdiri dari 2.000 orang pelajar memenuhi teras Kantor Gubernur NTT. Mereka menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia, dilanjutkan dengan lagu tradisional NTT.
Paduan suara selesai, pasukan marching band pelajar makin menyemarakkan kegiatan Festival Sarung dan Musik ini. Bunyi gemuruh alat musik yang dimainkan membuat peserta tumpah ruah ke jalan utama El Tari untuk mengabadikan momen. Sementara itu, 1.800 pelajar lainnya ikut meramaikan dengan melakukan tarian massal Flobamora seperti Gawi, Dolo-dolo Jai, dan juga Tebe.
Bukan sekadar festival sarung dan musik
Meskipun kegiatan ini baru kali pertama digelar, terlihat antusiasme masyarakat sangat tinggi. Sarung tenun khas NTT bak seragam yang dipakai untuk menunjukkan kebanggaan terhadap budaya. Warga setempat, terutama para pengrajin tenun, berjejer rapi di tempat-tempat yang sudah disediakan untuk menunjukkan tenun-tenun yang luar biasa kaya dengan motif, terinspirasi dari warisan leluhur yang berasal dari 22 kabupaten.
Di sela-sela kegiatan, Ibu Julie yang juga adalah Bunda Tenun NTT berkata bahwa [merajinkan] tenun ikat bukan hanya [untuk] memamerkan tenun saja, namun, lebih dari itu, masyarakat NTT ingin berusaha menunjukkan kepada dunia bahwa mereka cinta damai, bersatu, baik etnis dan juga agama.
Kegiatan yang bertemakan “Sarung Tenun Ikat NTT Identitas Budaya, Pemersatu Bangsa” ini diinisiasi sang Bunda Tenun NTT cum Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekrasnada NTT) bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi NTT. Menariknya lagi, tenun-tenun ikat yang dipamerkan adalah hasil karya perempuan-perempuan dari seluruh pelosok Flobamora.
Ibu Julie menambahkan bahwa dengan mengusung pesan kearifan lokal yang unik, tenun ikat NTT diharapkan dapat mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat, terutama untuk membangkitkan kebanggaan di kalangan generasi muda, termasuk milenial, terhadap kain sarung NTT. Acara ini nantinya akan diselenggarakan setiap tahun untuk meningkatkan kebanggaan warga setempat atas kekayaan budaya yang dimiliki NTT.
Agar tenun ikat tak hilang termakan zaman
Selain musik, tarian, dan pameran tenun, Festival Sarung dan Musik NTT ini juga menyuguhkan aneka bazar makanan tradisional berbahan dasar daun kelor. (Revolusi Hijau Kelor adalah program terbaru yang diusung Gubernur NTT untuk warga setempat.) Gubernur NTT beserta masyarakat dengan bersemangat mendatangi stan-stan makanan tersebut untuk mencicipi cita rasa khas NTT, misalnya teh kelor, salome kelor, es krim kelor, cokelat kelor, keripik kelor, dsb. Pedagang yang menjual pun berasal dari berbagai etnis.
Sampai jam 10.00 WITA, masih banyak peserta kegiatan yang hilir mudik memadati areal festival. Alunan musik terdengar dari tenda pameran. Sasando dimainkan di tengah-tengah kegiatan.
Selain itu, ternyata juga ada fashion show dalam Festival Sarung dan Musik NTT ini. Diiringi alunan musik tradisional, para model meliuk-liuk memperagakan kain tenun ikat khas NTT. Semakin nyatalah bahwa tenun ikat memang diperuntukkan bagi seluruh kalangan, sebagai identitas sekaligus sebagai karya seni yang harus dilestarikan agar tidak hilang termakan zaman.
Animo yang tinggi dari masyarakat tentunya menjadi kekuatan tersendiri bagi Festival Sarung dan Musik NTT. Lewat kerjasama yang baik dari lembaga pemerintahan, swasta, pelajar, masyarakat, dan satuan keamanan, tentu acara ini akan menjadi ikon NTT.
Semoga festival ini memang berkelanjutan, dijadikan acara tahunan NTT yang dapat menjadi magnet bagi wisatawan nusantara maupun mancanegara.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Jawa yang di tinggal di Timor, NTT. Melayani mahasiswa jurusan pariwisata di Politeknik Negeri Kupang