Travelog

Kemah di Pantai Karang Papak, Garut

Beberapa waktu lalu, saya dan beberapa teman memutuskan untuk berkemah di tepi pantai, tepatnya pantai di selatan Garut. Bukan tanpa alasan, kami memutuskan berangkat usai melihat data kasus COVID-19 melandai. Begitu pula dengan penerapan protokol kesehatan di tempat wisata yang cukup ketat. Kami kemudian bergegas mempersiapkan daftar pantai yang menjadi tujuan perjalanan kali ini. Adalah Pantai Cijeruk, Pantai Karang Papak, dan Pantai Cidora yang berada di pesisir selatan Garut.

Sebelum berangkat, kami mempersiapkan perlengkapan seperti tenda, perlengkapan tidur, beberapa senter dan baterai cadangan, perlengkapan memasak dan makan, pakaian ganti, obat, alat salat, dan lain-lain. Tidak lupa bawa minyak kayu putih kami bawa juga mengingat banyak nyamuk di pinggir pantai. Ditambah seperangkat teleskop kecil dan kamera untuk mengamati langit malam. Horizon yang terbuka lebar ditambah pengalaman melihat langit bertabur bintang saat ekskursi di Pantai Santolo membuat saya makin yakin untuk bawa teleskop.

Tujuan Pertama: Pantai Cijeruk

Kurang dari 4 jam perjalanan dari Garut Kota, kami sampai di daerah selatan Garut. Ada banyak sekali pilihan pantai menarik di sana. Prioritas utamanya memilih pantai yang nyaman, relatif sepi, dan mudah mendapat akses air bersih. Setelah berdiskusi sepanjang jalan, akhirnya ada dua pilihan, yaitu Pantai Cijeruk dan Pantai Karang Papak.

Lokasi pertama yang kami datangi adalah Pantai Cijeruk di Desa Sagara, Pameungpeuk. Belum banyak pengunjung yang datang ke pantai ini sehingga menjadi tempat yang cocok untuk berkemah.

Pantai Cijeruk
Jasa penyebrangan kendaraan di Pantai Cijeruk/Listya Dara Sunda Prabawa

Dari parkiran mobil, kami berjalan kaki sedikit melewati rindangnya pepohonan untuk sampai di dekat pinggir pantai. Kami memilih bagian pantai yang menjorok ke dalam agak jauh dari laut lepas. Suasananya sangat tenang, namun sayang, akses menuju air bersih tidak terlalu dekat. Akhirnya kami mengurungkan niat untuk berkemah di sini dan hanya singgah untuk istirahat.

Sambil duduk menikmati suasana pantai, kami memperhatikan orang-orang di sekitar. Ada yang sedang memancing, berenang, dan yang paling mencuri perhatian adalah jasa perahu yang sedari tadi sibuk menyeberangkan orang dan kendaraan. Ternyata di seberang ada pemukiman, akses menuju ke sana hanya bisa memutar jauh lewat pantai atau menyebrang menggunakan perahu. Meskipun menyenangkan memperhatikan kegiatan di sana, kami harus melanjutkan perjalanan karena hari sudah menjelang sore.

Bermalam di Pantai Karang Papak

Pantai Karang Papak terletak di Cikelet. Sesuai dengan namanya, ‘Karang Mapak’ artinya sepanjang pantai ini dipenuhi oleh karang. Lokasi yang cocok untuk berkemah karena sepi dan konturnya naik. Kami datang tepat waktu karena air laut sedang surut. Deretan batu karang terlihat jelas.

Akhirnya kami memutuskan untuk memancing ikan-ikan kecil terlebih dahulu. Saat sedang memancing, tiba-tiba seorang anak datang menghampiri. “Kieu yeuh cara ngala laukna,” maksudnya “begini cara menangkap ikannya,” katanya sambil jeli melihat ikan di cekungan karang. Benar saja, tidak butuh waktu lama, si anak sudah dapat ikan kecil.

Selain ikan, saya juga mencari mata lembu, keong khas dari Karang Papak. Namun, mencarinya tidak semudah itu. Saya hanya sesekali menemukan cangkang tanpa isi.

Deretan Karang Pantai Karang Papak/Listya Dara Sunda Prabawa

Tidak terasa hari menjelang senja, air laut mulai naik. Kami sudahi kegiatan memancing dan mulai mencari tempat untuk berkemah. Si anak tadi juga dengan cepat pulang ke rumahnya.

Kami berkeliling menyusuri pantai, lalu memilih lokasi di dekat pohon yang tidak jauh dari warung serta lengkap dengan toilet umum. Setelah mengobrol dengan pemilik warung, kami pun mendirikan tenda. Untuk mengurangi hembusan angin, kami memasang tenda di antara mobil dan pohon. Lalu, ada halangan dari terpal di sisi lain yang juga ikut menghalau angin.

Api unggun mulai dinyalakan, malam makin larut. Teleskop sudah dikeluarkan, tapi sayang langit berawan malam itu. Alih-alih melihat bintang, kami mengarahkan teleskop ke cahaya lampu kapal di tengah laut. Belum rezeki.

Pagi Sibuk Para Nelayan

Pagi hari langit masih berawan. Kami putuskan main ke dekat karang mumpung air belum terlalu pasang. Dari kejauhan terlihat kapal nelayan satu persatu mulai pulang. Ada celah pantai yang tidak berkarang untuk akses keluar masuk perahu. Ketika perahu sampai di bibir pantai, orang-orang mulai membantu mendorong perahu. Dengan satu komando perahu perlahan bisa naik ke tempat ‘parkir’.

Pantai Karang Papak
Gotong rotong mendorong kapal nelayan/Listya Dara Sunda Prabawa

Beberapa dari kami ikut membantu. Mendorong satu perahu saja cukup membuat kewalahan. Hebat sekali para nelayan di sini. Kami menghampiri nelayan yang baru pulang untuk melihat hasil tangkapannya. Beberapa cumi ukuran besar akhirnya ikut pulang bersama kami. 

Setelah sarapan dan mandi, kami merapikan tenda. Selesai berkemas dan membersihkan semua sampah, kami pamit kepada pemilik warung.

Singgah ke Pantai Cidora

Dari Pantai Karang Papak, kami pergi ke Pantai Cidora. Lokasinya di Desa Purbayani, tidak jauh dari Pantai Rancabuaya. Sama seperti Pantai Karang Papak, di pantai ini pun terlihat banyak sekali batu karang. Air lautnya tampak cantik perpaduan warna hijau dan biru. Kami makan dan beristirahat di sana sebelum melanjutkan perjalanan pulang.

Pengalaman perdana kemah di tepi pantai ternyata sangat menyenangkan. Sepanjang hari ditemani deburan ombak dan mengamati kehidupan nelayan di sana. Apalagi ada banyak pantai yang bisa dikunjungi di daerah selatan Garut. Kemah di pinggir pantai bisa masuk ke dalam daftar liburan teman perjalanan. Selalu ingat untuk selalu waspada dan tahu waktu kapan air laut pasang agar traveling bisa tetap aman, ya!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu
!

Listya Dara Sunda Prabawa lahir di Garut. Sekarang freelancer yg tertarik pada luar angkasa, anak-anak, sejarah, budaya, dan lingkungan.

Listya Dara Sunda Prabawa lahir di Garut. Sekarang freelancer yg tertarik pada luar angkasa, anak-anak, sejarah, budaya, dan lingkungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Melawat ke Panmuti, Merawat Persahabatan