Events

Festival Saribu Rumah Gadang 2019, Bukan Cuma Merawat Rumah Adat

Barangkali nggak sedikit di antara kamu yang tertarik buat melawat ke Sumatera Barat karena penasaran dengan rumah adatnya, yakni rumah gadang.

Rumah gadang termasyhur karena atapnya yang runcing-runcing atau bagonjong. Tapi, kalau lebih cermat, kamu juga bakal jatuh hati dengan ukiran kayunya yang detail, yang visualnya adalah hasil dari kristalisasi budaya dan tradisi yang sudah dianut orang Minang selama entah sekian generasi.

Menurut Ir. Hasmurdi Hasan dalam Rumah Adat Minangkabau: Falsafah, Pembangunan, dan Kegunaan (2007), “secara bhatin arsitektur rumah adat dirancang untuk memenuhi kebutuhan visual dan sekaligus dijadikan lambang yang dapat bercerita tentang keberadaan Alam Minangkabau.”

Maka, dari mampir ke rumah gadang kamu bisa tahu banyak hal tentang Ranah Minang, termasuk, masih menurut Ir. Hasmurdi Hasan (2007), sejarah dan sistem pemerintahan adat yang berlaku di Minangkabau.

Minangkabau “tempo doeloe” di Sungai Pagu

Rumah gadang memang masih bisa kamu temui di penjuru Ranah Minang, terutama di daerah-daerah asli Minangkabau (darek) seperti sekitar Kabupaten Tanah Datar, Agam, dan Lima Puluh Kota.

Hanya saja, ada temuan menarik dari Syafwan (2016). Ia melihat ada “… fenomena makin ditinggalkannya rumah gadang sebagai tempat hunian oleh masyarakat pendukung kebudayaan itu.” Di daerah-daerah yang budayanya masih kental, seperti Nagari Lima Kaum, “amat banyak rumah gadang yang ditinggal begitu saja, lantas lapuk dan runtuh dimakan zaman.”

Tapi ia menemukan hal yang beda di Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan. Menurutnya, di sana rumah gadang justru masih relatif banyak dan berada dalam kondisi yang terpelihara. Ini nggak linier dengan fenomena mulai “ditinggalkannya” rumah gadang di daerah-daerah lain di Minangkabau.

festival saribu rumah gadang 2019
Ayo ke Solok Selatan/FSRG 2019

Peneliti dari Universitas Negeri Padang itu menggambarkan begini: “Hamparan suasana perkampungan tradisional dengan dominasi deretan rumah gadang secara berkelompok-kelompok seolah membawa pengunjung ke nuansa perkampungan Minangkabau ‘tempo doeloe.’ Sebuah fenomena yang tidak ditemukan di pelosok manapun di seantero kawasan Minangkabau saat ini.”

Kenyataan itu, masih menurut uraian Syafwan (2016), membuat Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meuthia Hatta, tahun 2007 silam memberi julukan Nagari Saribu Rumah Gadang pada Sungai Pagu. Pemerintah Kabupaten Solok Selatan, tahun 2012, meresponnya dengan mengusulkan pada UNESCO agar menjadikan Nagari Saribu Rumah Gadang sebagai salah satu cagar budaya dunia (world heritage).

Festival Saribu Rumah Gadang 2019

Tapi usaha pemerintah kabupaten berslogan The Heart of Minangkabau itu buat merawat rumah gadang nggak berhenti di situ. Tahun 2017 dulu, Solok Selatan menggelar Festival Saribu Rumah Gadang 2017.

Festival yang dipusatkan di Kawasan Saribu Rumah Gadang dan Ruang Terbuka Hijau Muara Labuh itu diberi tema “Manjampuik nan Tatingga, Mangumpuan nan Taserak” (Menjemput yang Tertinggal, Mengumpulkan yang Tertumpah).

Selang dua tahun, tanggal 22-24 Maret 2019 ini Solok Selatan bakal kembali mengadakan Festival Saribu Rumah Gadang. Kalau alek sebelumnya lebih berfokus buat menelusuri dan mengumpulkan kekayaan budaya yang sudah ditinggalkan, Festival Saribu Rumah Gadang 2019 yang mengusung tema “Manyulam Kain Jolong” ini adalah upaya buat “memperbaiki dan menata kembali budaya yang pernah ada dalam masyarakat agar kembali disenangi dan dicintai.”

Festival ini, menurut siaran pers, bakal mengungkap kekayaan seni-budaya, baik yang masih eksis sampai sekarang maupun yang sudah (hampir) hilang, misalnya tata cara upacara adat, prosesi/peristiwa adat, seni pertunjukan, silat, kekayaan sastra tutur dalam bentuk petatah-petitih, pasambahan, teks/syair dendang, kekayaan ragam busana adat untuk sebuah peristiwa adat dan untuk seseorang menurut fungsinya, hiasan rumah gadang masa lampau, dan benda-benda bersejarah koleksi pribadi/masyarakat.

Ini adalah kesempatan emas buat kamu yang tertarik untuk mengenal lebih dalam budaya Minang. Kalau memang berminat, jangan ragu-ragu untuk datang.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *