Itinerary

Eksotisme Panorama Kawah Ijen

Kawah Ijen adalah salah satu destinasi wisata yang terletak di kawasan Geopark Ijen. Dapat diakses dari Bondowoso maupun Banyuwangi. Dengan ketinggian mencapai 2.386 meter di atas permukaan laut (mdpl), Gunung Ijen adalah tujuan pendakian yang ramah, bahkan untuk pemula yang belum pernah mendaki gunung sebelumnya. Perjalanan ke Kawah Ijen tergolong ringan dan aksesnya sangat mudah.

Dalam perjalanan kali ini, saya beserta delapan orang dalam satu rombongan memilih rute Bondowoso. Meskipun lebih panjang, tetapi lebih menantang dan kami lebih suka menggunakan sepeda motor daripada mobil. Total ada lima motor yang digunakan.

Kami memutuskan berangkat sore, dengan perkiraan sampai di Pos Paltuding sebelum pukul 20.00 WIB. Kemudian beristirahat di sana sampai loket pendakian dibuka pada pukul 02.00. Alasan kami memilih perjalanan malam adalah untuk menyaksikan fenomena blue fire di Kawah Ijen, yang hanya bisa dilihat pada dini hari hingga menjelang Subuh.

Eksotisme Panorama Kawah Ijen
Kami melakukan perjalanan ke Kawah Ijen melalui Kabupaten Bondowoso/Agus Miftahorrahman

Perjalanan ke Kawah Ijen via Bondowoso

Perjalanan kami dimulai dari pusat kota Bondowoso menuju Tapen dengan sepeda motor sekitar 30 menit. Setibanya di Tapen, kami berbelok kanan ke Jalan Ijen sampai tiba di minimarket terakhir. Letaknya di Desa Sumber Gading. Kami beristirahat sejenak dan membeli beberapa keperluan lain di minimarket tersebut. Setelah merasa cukup istirahat dan perbekalan kami lengkap, sekitar pukul 17.00 perjalanan kami lanjutkan menuju Pos Paltuding.

Kami mengambil belokan ke kiri di pertigaan minimarket Ijen, lalu mendaki jalan berkelok yang memakan waktu sekitar 45 menit. Jika Anda menggunakan sepeda motor, sebaiknya menggunakan sepeda motor bebek atau sport bike agar perjalanan terasa nyaman saat melewati tanjakan. Bagi yang menggunakan sepeda motor matic, disarankan membawa yang memiliki kapasitas mesin 150cc.

Perjalanan panjang menuju titik pemberhentian selanjutnya, yaitu Pos 1 Malabar terasa menyenangkan. Hijaunya pepohonan dan sinar senja dari ufuk barat menyertai perjalanan kami. Rute Bondowoso memang menawarkan lebih banyak destinasi tambahan dibandingkan dari arah Banyuwangi.

Matahari sudah terbenam dan suhu udara mulai menusuk tatkala kami tiba di Pos 1 Malabar. Untungnya, di sana ada api unggun yang selalu menyala setiap malam untuk menghangatkan badan. Saya yang sedang menyetir langsung menuju api unggun, sementara anggota rombongan lainnya mengisi buku tamu. Kami rehat sejenak 15 menit di sini

Bagi yang kehabisan bahan bakar kendaraan, tidak perlu khawatir. Di Pos 1 Malabar, Anda dapat membeli sebotol Pertalite dengan harga 10 ribu rupiah. Jadi, pastikan Anda memeriksa bahan bakar kendaraan sebelum meninggalkan pos tersebut.

Suasana pegunungan dan angin malam yang dingin benar-benar terasa. Tanpa pakaian hangat dan sarung tangan, kami merasa agak menggigil saat menyetir.

Usai melewati perkebunan kopi Jampit, kami tiba di Sempol. Kami menemukan permukiman warga yang unik dan menarik. Jalan satu-satunya ke Ijen diapit oleh rumah-rumah warga berdempetan. Di desa ini juga terdapat masjid, puskesmas, dan beberapa toko kelontong bagi yang ingin berhenti sejenak untuk membeli keperluan.

Selepas Sempol, Pos 2 Belawan jadi titik terakhir sebelum Paltuding. Sebenarnya, di semua pos yang kami lewati tidak perlu membayar biaya. Cukup mencatat nama rombongan di Pos 1 Malabar untuk menuju Paltuding.

Sekitar pukul 19.45 akhirnya kami menginjakkan kaki di Pos Paltuding. Kami segera memarkirkan sepeda motor dan mencari tempat mendirikan tenda. Ada biaya juga untuk “parkir” tenda sebesar 5.000 rupiah, sangat terjangkau.

Ketika mendirikan tenda, beberapa pedagang lokal menawarkan aneka aksesoris untuk naik ke Kawah Ijen. Ada sarung tangan 10 ribu rupiah per pasang, kupluk rajut 10 ribu rupiah, dan jas hujan plastik seharga 20 ribuan. Meskipun sedikit lebih tinggi dari harga biasa, kami putuskan buat beli jas hujan plastik karena lupa membawa dari rumah.

Kira-kira 15 menit kemudian tenda telah selesai dirakit. Kami membangun tenda dekat bangunan untuk menghindari hujan. Dan benar saja, beberapa saat kemudian gerimis turun dan membuat suasana Paltuding makin dingin.

Setelah kami mengisi perut dengan mi instan dan kopi, kami lekas tidur sembari menunggu loket pendakian buka. Kami menggunakan matras dan sarung untuk menangkal dinginnya malam.

Pendakian ke Puncak Kawah Ijen

Tidak terasa, dini hari tiba. Kami terbangun sekitar pukul 01.30. Salah satu kawan saya membangunkan anggota lainnya yang masih tertidur. Kami bangun setengah jam lebih awal dari jam buka loket supaya bisa mempersiapkan tubuh agar tidak kram selama pendakian. Beberapa dari kami bahkan menempelkan koyo ke hidung untuk mengusir dingin dan membantu pernapasan.

Setelah semua anggota rombongan siap, kami menuju loket pendakian yang sudah penuh pengunjung. Beruntung kami telah melakukan reservasi daring sebelumnya. Kami tidak perlu mengantre lama dan bisa langsung mendaki setelah mendapat tiket pendakian. Tarif tiketnya Rp20.000 per orang.

Biasanya, loket pendakian Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Ijen buka mulai pukul 01.00. Kemudian berubah menjadi pukul 02.00 untuk menghindari penumpukan wisatawan.

Namun, Anda masih bisa memulai pendakian pada pukul 01.00, asalkan bersedia membayar biaya tambahan sekitar 2,3 juta rupiah per orang. Biaya tersebut diklaim oleh agen perjalanan untuk mengurus SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi) sehingga bisa masuk kawasan lebih awal. Dalam paket ini, Anda juga akan mendapatkan fasilitas, seperti taksi troli, senter, jas hujan, dan pemandu yang membantu membawa barang selama pendakian.

Hal menarik lain yang kami temui di Kawah Ijen adalah taksi atau ojek troli. Ini adalah kendaraan berbentuk troli yang dimodifikasi dengan tempat duduk sofa dan dioperasikan tiga orang. Dua orang menarik troli dari depan, dan satu orang mendorong dari belakang. Bagi yang tertarik untuk mencoba naik troli, Anda harus merogoh kocek sekitar 500 ribu rupiah untuk naik dan 300 ribu rupiah untuk turun.

Namun, kami memilih berjalan kaki. Selama masih bisa melakukannya, mengapa tidak?

Rute pendakian ke Kawah Ijen sepanjang 3,4 kilometer dapat saya anggap cukup ramah. Meskipun selama pendakian menemui beberapa kelokan dan satu tanjakan panjang. Ritme pendakian kami di separuh awal pendakian cukup stabil, meskipun tidak secepat wisatawan asing yang kami temui. Beragamnya latar belakang wisatawan yang berkunjung menunjukkan Kawah Ijen sudah dikenal banyak orang.

Sekitar setengah perjalanan, ritme kami melambat. Kelelahan mulai terasa. Keringat mengalir deras, menghilangkan rasa dingin dini hari. Selain itu, jalur yang basah akibat hujan semalam membuat pendakian kian sulit.

Kami berhenti sejenak. Salah satu anggota rombongan merasa mabuk gunung dan perlu beristirahat. Dengan perlengkapan dan P3K yang kami bawa, ia bisa pulih kembali. Kami melanjutkan pendakian dengan ritme yang lebih pelan agar tidak terpisah satu sama lain.

Kami sampai di pos terakhir sebelum puncak tepat saat azan Subuh berkumandang. Kami mendengar deringnya dari ponsel salah satu anggota rombongan. Sinyal internet sepanjang pendakian memang cukup baik, terutama Pos Paltuding dan puncak.

Akhirnya pada pukul 05.00, setelah mendaki hampir tiga jam, kami tiba di puncak Kawah Ijen.

Panorama Pagi di sekitar Kawah Ijen

Pemandangan dari puncak Kawah Ijen sangat memukau. Bagi saya, Kawah Ijen memberikan pengalaman yang sangat berbeda daripada gunung-gunung lain.

Ketika tiba di puncak, kami melihat Gunung Raung menyambut di sebelah barat daya. Tak hanya itu. Selain vegetasi hijau yang tumbuh di pegunungan, terlihat juga pohon-pohon yang terbakar akibat hawa panas dari uap belerang Kawah Ijen.

Pemandangan pohon gosong memberikan nuansa yang sangat khas. Di sisi lain dari puncak kawah, terdapat sabana hijau kecil yang tampak kontras dan memiliki keindahannya tersendiri.

Meskipun kami tidak bisa melihat fenomena blue fire secara langsung, karena hujan dan pendakian yang berjalan lambat, pemandangan kolam belerang berwarna toska tetap memukau. Menikmati keindahan alam seperti ini adalah pengalaman yang luar biasa.

Bagi yang ingin membawa pulang kenang-kenangan, tidak perlu khawatir. Di area puncak, beberapa pekerja tambang menjual kerajinan tangan yang terbuat dari belerang. Harganya mulai dari 10 ribu rupiah. Anda dapat memilih aneka suvenir, seperti miniatur keranjang penambang belerang dan berbagai bentuk lainnya.

Jika ingin melihat kolam belerang lebih dekat, Anda dapat turun ke area penambangan. Pastikan untuk mengenakan masker pelindung terlebih dahulu. Jika tidak memiliki masker, Anda dapat menyewanya dari penduduk setempat.

Puas menikmati keindahan Kawah Ijen, kami pun turun kembali ke Pos Paltuding. Di Paltuding, kami istirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan pulang ke rumah masing-masing.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Pustakawan magang di Perpustakaan Jalanan Besuki Membaca. Suka membaca, berlibur, dan berbahagia.

Pustakawan magang di Perpustakaan Jalanan Besuki Membaca. Suka membaca, berlibur, dan berbahagia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Serunya Perayaan Hari Disabilitas Internasional di Bulukumba