Interval

Belajar Konservasi dari Kawasan Ekowisata CMC Tiga Warna

Pemerintah Indonesia tidak henti-hentinya menekankan peran sektor pariwisata untuk peningkatan ekonomi. Tidak hanya wisata berbasis budaya, wisata alam sudah dilirik wisatawan sejak lama. Sehingga perbaikan di sektor pariwisata alam terus dipacu. Beragam sajian wisata alam mulai dari mendaki gunung hingga menyelam terus-menerus diciptakan.

Sebagai salah satu negara kepulauan, sudah barang tentu apabila Indonesia mengelola potensi pariwisata baharinya. Tak hanya menyediakan melimpahnya sumberdaya perikanan kelautan, kehidupan masyarakat dan hutan mangrove di pesisir hingga dunia bawah air dieksplorasi.

Disisi lain, pada tahun 1991, konsep ekowisata dicetuskan oleh The International Ecotourism Society (TIES). Definisi ekowisata merujuk kepada perjalanan menuju daerah alam yang menerapkan kebijaksanaan. Penerapan ekowisata seyogyanya menjamin kelestarian. Sehingga ekowisata bukanlah sebatas pemberian label belaka. 

Pada penerapan ekowisata, ada tiga aspek utama yang harus dimiliki. Meliputi ekologi, ekonomi dan sosial. Keberlanjutan ekosistem (sustainability) merupakan suatu hal wajib yang perlu diperhatikan pada lokasi wisata berbasis alam. Memanfaatkan dan menjaga dalam konsep konservasi adalah faktor penentu kualitas alam suatu objek wisata.

Selain menjaga flora dan fauna yang ada didalamnya, perhatian terhadap lingkungan akan mendatangkan keuntungan materiil. Apalagi jika melibatkan partisipasi aktif masyarakat sekitar untuk mengatur penyelenggaraan ekowisata.

Ekowisata bahari ini telah mendukung salah satu dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yaitu melestarikan dan menjaga keberlangsungan laut dan kehidupan sumberdaya laut untuk perkembangan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, ekowisata bahari bukan hanya sebagai salah satu cara untuk menikmati keagungan Tuhan. Namun juga sebagai upaya untuk mensyukuri dan menyadari bahwa alam perlu untuk dirawat.

Atensi Daya Dukung Alam di CMC Tiga Warna

CMC Tiga Warna
Pantai Tiga Warna/Melynda Dwi

Salah satu pesona wisata bahari yang menarik perhatian saya berada di Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Di sana terdapat sebuah kawasan ekowisata yang dikenal dengan nama CMC Tiga Warna. Ada tiga pantai yang masuk dalam kawasan ini yakni Pantai Clungup, Pantai Gatra, dan Pantai Tiga Warna.

Keunikan yang dimiliki CMC (Clungup Mangrove Conservation) Tiga Warna barangkali jarang ditemui di wisata pantai pada umumnya. Tidak hanya bertumpu pada kebijakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan saja. Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) nampak sangat jelas pada pengelolaan CMC Tiga Warna.

Partisipasi Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru yang merupakan anggota POKMASWAS Gatra Olah Alam Lestari (GOAL) tidak hanya berfokus pada usaha untuk meningkatkan peran sumber daya masyarakat dan perekonomian, namun tugas untuk mengelola kawasan wisata dengan pengawasan terhadap pesisir tanpa merusak kelestarian lingkungan menjadi poin penting.

CMC Tiga Warna
Briefing perjalanan menuju Pantai Tiga Warna/Melynda Dwi

Pada umumnya, apabila berkunjung ke suatu wisata alam tidak akan diterapkan aturan pembatasan jumlah pengunjung ataupun pembatasan durasi berwisata. Di CMC Tiga Warna, kuota jumlah wisatawan setiap harinya telah ditentukan. Sehingga sistem reservasi atau pemesanan tiket jauh-jauh hari menjadi peraturan yang harus ditaati. Wisatawan yang tetap bersikukuh untuk berkunjung ke CMC Tiga Warna tanpa melakukan reservasi, harus bersiap menerima penolakan saat berkunjung. Pembatasan pengunjung dengan jumlah kuota berlaku di sini setiap harinya.

Hal ini bukanlah tanpa alasan, sebab Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru mendukung keberlanjutan ekosistem lokasi wisata. Pembatasan jumlah wisatawan ini sesuai dengan konsep daya dukung kawasan (carrying capacity). Memberlakukan batas maksimal pengunjung ini disebabkan oleh suatu lokasi wisata alam memiliki kepekaan atau toleransinya masing-masing.

Selain itu, di CMC Tiga Warna memberlakukan hari non aktif atau hari libur setiap minggunya. Hari libur atau tidak menerima pengunjung ditetapkan setiap hari kamis. Hal ini bertujuan agar alam dapat “beristirahat” dari hiruk pikuk kepadatan pengunjung. Momen hari libur ini dimanfaatkan para kru Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru untuk memperbaiki sarana dan prasarana penunjang, fasilitas pengunjung, aksi bersih-bersih pantai, merawat mangrove hingga merehabilitasi terumbu karang. Karena salah satu pantai yang ada di CMC Tiga Warna, yaitu Pantai Tiga Warna merupakan spot diving dan snorkeling. Serta Pantai Clungup sebagai salah satu pusat edukasi, penelitian, dan konservasi mangrove.

Kepedulian Terhadap Sampah

CMC Tiga Warna
Pemeriksaan barang bawaan di Pos Dua CMC Tiga Warna/Melynda Dwi

Upaya mencegah dan menanggulangi imbas dari aktivitas wisata terhadap alam telah dilakukan Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru. Apabila biasanya pengunjung dapat melenggang masuk menuju tempat wisata tanpa adanya peraturan-peraturan berarti. Di CMC Tiga Warna, pengunjung wajib menjalani pemeriksaan barang bawaan. Bukan bermaksud untuk menjamah batas privasi pengunjung, namun hal ini dilakukan sebagai upaya meminimalisir jumlah sampah di lokasi wisata.

Sebelum memasuki area CMC Tiga Warna, barang bawaan pengunjung akan didata pada lokasi pemeriksaan (check point) di Pos Dua. Barang bawaan yang berpotensi menjadi sampah diantaranya botol minuman plastik sekali pakai, kaleng susu, styrofoam, bungkus permen, pembalut, masker, dan lain-lain dicatat pada selembar form yang nantinya akan dicocokkan kembali di Pos Satu saat pengunjung telah keluar dari lokasi wisata.

Wisatawan yang sengaja ataupun tidak sengaja meninggalkan atau menghilangkan barang bawaan akan mendapatkan dua jenis sanksi yang dapat dipilih. Pertama, wisatawan wajib mengambil barang bawaan yang tertinggal di dalam lokasi wisata CMC Tiga Warna. Kedua, wisatawan harus membayar denda berupa uang senilai Rp 100.000/barang. Selain memberikan efek jera, pemberian sanksi ini merupakan ketegasan penyelenggara tempat wisata terhadap kepedulian lingkungan.

Sementara itu, sampah yang dikumpulkan pada Pos Dua tidak dibiarkan begitu saja. Ada yang diberikan kepada masyarakat lokal yang membutuhkan. Ada pula yang diolah menjadi barang-barang bermanfaat dengan menerapkan konsep daur ulang. Sehingga aspek ekonomi, ekologi dan sosial benar-benar terwujud.

Saya rasa, CMC Tiga Warna bisa menjadi salah satu percontohan yang seharusnya ditiru berbagai destinasi wisata di Indonesia. Tidak hanya wisata pantai, tetapi wisata-wisata berbasis alam, budaya, dan sebagainya.

Melynda Dwi Puspita adalah sebutir pasir pantai asal Probolinggo, Jawa Timur.

Melynda Dwi Puspita adalah sebutir pasir pantai asal Probolinggo, Jawa Timur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *