Interval

Dukuh Atas dan Citayam Fashion Week

Siang itu, meski terik dan hawa panas menyergap Jakarta, beberapa kumpulan muda mudi dengan pakaian mencolok tiba di Stasiun Sudirman, Dukuh Atas. Gerombolan mereka sudah disambut oleh riuh pemuda-pemudi yang berada di luar stasiun, mereka tampak sedang bersiap untuk beradu pakaian di jalanan Sudirman. Semakin sore, para jumlah orang semakin banyak. Membludak. Terlebih setelah ajang ini menjadi buah bibir masyarakat Indonesia. Citayam Fashion Week mengundang berbagai pihak untuk bereaksi; para pesohor, pemerintah DKI Jakarta, hingga pengamat sosial. Lalu, bagaimana fenomena ini dilihat dari kacamata pariwisata?

  • Sudirman Jakarta
  • Warga berjalan di jalur pedestrian kawasan Sudirman, Jakarta

Dukuh Atas Sebagai Wisata Urban Jakarta

Kita mengenal Jakarta sebagai kota megapolitan yang terbesar di Indonesia. Setiap tahunnya, penduduk dari daerah lain berbondong-bondong pindah ke Jakarta untuk mencari penghidupan yang lebih layak. Seiring dengan bertambah penduduk, kebutuhan akan wisata juga mengalami kenaikan. Tingkat stres yang tinggi, kemacetan parah, hingga kebutuhan akan pergantian suasana membuat daerah penyangga di sekitar Jakarta tumbuh subur sebagai ladang pelarian untuk mencari hiburan. Tak heran, wisata-wisata seperti Puncak Bogor selalu ramai setiap akhir pekan.

Namun bagi wisatawan luar daerah, Jakarta adalah tujuan wisata urban nomor satu di Indonesia. Jakarta dikenal sebagai kota penyedia hiburan artifisial terlengkap. Coba kita hitung, sudah berapa puluh mal yang berdiri untuk memenuhi hasrat berbelanja warga kita? Belum ditambah taman hiburan, yang masih menjadi satu-satunya yang terbesar di Indonesia. Lanskap gedung beton tinggi yang menjulang menutupi langit, dengan jalanan aspal panjang yang mana motor dan mobil saling berhimpitan untuk jalan menjadi pemandangan yang sangat menarik bagi warga daerah lainnya yang sehari-harinya hanya melihat ruko dan sawah-sawah.

Dukuh Atas dulunya pada tahun 60-an dikenal sebagai pusat perniagaan dan pusat bisnis. Tak mengherankan jika, daerah ini dikuasai oleh kalangan ekonomi menengah ke atas. Namun, seiring dengan kemudahan transportasi umum, daerah ini semakin mudah dikunjungi oleh berbagai kalangan dari daerah pinggiran Jakarta. Dukuh Atas juga telah dikembangkan menjadi kawasan berorientasi transit pertama di Jakarta yang memadukan lima moda transportasi yakni kereta ringan terpadu (LRT), moda raya terpadu (MRT), bus transjakarta, kereta komuter, dan kereta bandara.

Dukuh Atas bisa dibilang adalah sebuah produk dari pengembangan kota yang juga melibatkan turisme sebagai salah satu komoditas pembangun ekonomi. Dengan antusias yang tinggi dari masyarakat akan kehadiran fashion show jalanan, dan melihat seberapa jauh tren ini bisa bertahan dan berkembang sebagai ruang ekspresi masyarakat akar rumput. Kita bisa sementara menyimpulkan bahwa Dukuh Atas adalah wisata urban paling kekinian di Indonesia. Spirou menjelaskan dalam Urban Tourism and Urban Change: Cities in Global Economic bahwa menata ulang kota–termasuk di dalamnya urusan transportasi–adalah sesuatu yang kadang dibutuhkan untuk menentukan identitas perkotaan yang baru. 

Untuk yang sekarang sedang populer di kalangan anak muda di sekitaran Dukuh Atas adalah kawasan Stasiun Sudirman. Suasana ruang terbuka umum yang nyaman membuat sebagian besar anak-anak dari daerah Citayam, Bogor, Depok banyak menghabiskan waktu sekedar untuk berkumpul dan bersosialisasi di daerah ini. Dandanan eksentrik mereka menarik perhatian dan sering menjadi objek konten oleh kreator sosial media, dalam sekejap pamor SCBD (Sudirman Central Business District) beralih tidak lagi menjadi daya tarik orang kantoran namun lebih kepada anak-anak muda pinggiran Jakarta dengan tagline SCBD namun memiliki kepanjangan yang berbeda (Sudirman, Citayam, Bogor, Depok).

Perpaduan gedung-gedung ciamik dengan jalanan yang lebar, serta trotoar yang nyaman untuk pejalan kaki membuat orang-orang dari daerah penyangga Jakarta tertarik untuk berdatangan menikmati suasana kota yang sudah dimirip-miripkan dengan berbagai tempat di dunia seperti Seoul, Tokyo, New York, dan sebagainya. Rasa-rasanya, kita sepakat bahwa Jakarta adalah kota dengan transportasi umum paling lengkap yang dapat dinikmati semua kalangan, terlepas dari macet dan polusi udara yang mencekam. 

Citayam Fashion Week di kawasan Sudirman/Mardhatillah Ramadhan
Ajakan untuk buang sampah pada tempatnya pada ajang Citayam Fashion Week di kawasan Sudirman/Mardhatillah Ramadhan

Parade Pakaian Sebagai Simbol Kebebasan Berekspresi 

Satu hal yang perlu disorot dari populernya Dukuh Atas adalah kebebasan berekspresi oleh para pemuda yang dari daerah asalnya kurang tersedia fasilitas umum. Kawasan pinggiran Jakarta, selain masih belum terjangkau transportasi modern perkotaan yang memadai, juga pembangunan yang tidak menitik beratkan pada ruang terbuka umum. Akibatnya, anak-anak muda tersebut kekurangan ruang untuk berekspresi. Jakarta, yang mereka lihat sebagai tempat yang menyediakan kemudahan transportasi dan fasilitas umum menjadi tujuan mereka untuk berkumpul.

Begitu daerah Dukuh Atas sudah dipoles sedemikian rupa hingga mudah diakses, para pemuda ini menemukan tempat yang mereka rasa sesuai dengan jati diri mereka untuk mengekspresikan diri, yang paling terlihat adalah dari cara berpakaian. Berbagai warna, corak, hingga mode bertebaran di sana. Dan menurut salah satu pengunjung ketika diwawancarai oleh salah satu konten kreator, dia percaya diri dengan pakaian yang berbeda karena teman-temannya melakukan hal yang sama. Suatu hal yang tidak lumrah ketika dilakukan bersamaan pada suatu tempat, maka segera akan menjadi suatu hal yang lumrah. Inspirasinya datang dari daerah Harajuku di Jepang yang jadi rujukan fashion show jalanan di dunia.

Aktivitas Citayam Fashion Week dinilai sebagian orang sebagai pengganggu kemacetan ini punya potensi untuk menjadi sentra wisata urban baru dengan pengawasan serta dukungan dari berbagai lapisan. Meski baru seumur jagung, aktivitas ini mampu menyedot banyak perhatian, hingga menarik masalah-masalah baru seperti masalah hak merek dagang yang sempat diributkan, masalah LGBT yang dinilai tampil terang-terangan dan ditentang warga sekitar, juga kegiatan ini dihentikan sementara karena dinilai mengganggu ketertiban umum. Yang terbaru, model-model jalanan daerah SCBD ini juga sudah mulai berpindah tempat.

Patut ditunggu bagaimana fenomena ini dapat berjalan ke depannya, apakah kegiatan ini akan diwadahi dan dikembangkan atau mati sekejap bak padi yang tak jadi berbulir?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Penikmat budaya lintas masa dan lintas benua.

Penikmat budaya lintas masa dan lintas benua.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Amsterdam: Dari Ingatan dan Kayuhan