Itinerary

Cowongan, Ritual Pemanggil Hujan dari Banjarnegara

Akhir tahun di Indonesia biasanya menjadi tanda datangnya musim penghujan. Di beberapa penjuru Indonesia, seperti Jawa Barat, Sumatera, dan Sulawesi, hujan memang telah turun. Namun masih ada beberapa daerah semisal Jawa Tengah dan Yogyakarta yang intensitas hujannya masih rendah meskipun sebentar lagi bulan Desember datang.

Wilayah-wilayah itu masih cenderung panas setiap harinya. Beberapa daerah di Jawa Tengah bahkan mengalami kekeringan hebat sehingga penduduk mesti mengandalkan bantuan air dari pemerintah daerah yang datang setiap minggu, meskipun belum tentu bisa mencukupi kebutuhan air sehari-hari. Sebagian masyarakat, terutama petani yang ladangnya mulai kekeringan, pun cemas.

Cowong sedang dipegang oleh seorang perempuan / Ritual pemanggil hujan
Cowong sedang dipegang oleh seorang perempuan/Uje Hartono

Berhubungan dengan fenomena ini, di Banjarnegara, Jawa Tengah, tepatnya di Desa Semayun, Gentansari, pada 30 Oktober 2019 lalu masyarakat melakukan ritual meminta hujan atau Cowongan. Ritual ini dilakukan pada malam hari di tengah-tengah permukiman warga. Tak main-main, penyelenggaraannya dilakukan selama tujuh hari berturut-turut.

Dua batok kelapa yang digambar menyerupai wajah dan dihiasi kembang kamboja digunakan dalam ritual ini. Batok kelapa itu masing-masing disebut Nini dan Kaki Towok.

Selama proses pemanggilan hujan ini berlangsung, warga diharuskan menyanyikan lagu khusus yang liriknya berkaitan dengan permintaan untuk menurunkan hujan. Yang memegang dua batok kelapa yang menyerupai jailangkung itu adalah dua perempuan yang belum menstruasi atau sudah tidak menstruasi.

Setelah ritual selesai, sang pemegang cowong akan merasakan sensasi di mana cowong tersebut bergerak sendiri menuju arah yang tidak dapat diprediksi. Menurut kepercayaan, itu berarti cowong sedang mencari sumber air. Dan dari sinilah sensasi menegangkan dimulai. Menurut kepercayaan, warga yang terkena cowong akan dapat sial. Maka, setelah cowong itu mulai bergerak, warga langsung berhamburan menjauhi sang pemegang.

Ketika melihat ritual Cowongan, saya sendiri, yang tinggal di desa yang bersebelahan dengan Semayun, merasa kaget, ngeri, tapi juga penasaran. Tapi, saya jadi semakin menyadari keberagaman Indonesia dengan budaya-budayanya yang unik dan berbeda, yang, tentu saja, harus dihargai dan dihormati.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Seorang putri yang rindu dengan aksara. Suka merangkai kata namun kerap kali tak mempunyai cukup keberanian mengungkapkannya.Temani aku menulis sekali lagi, ya? @rinduaksaraa

Seorang putri yang rindu dengan aksara. Suka merangkai kata namun kerap kali tak mempunyai cukup keberanian mengungkapkannya.Temani aku menulis sekali lagi, ya? @rinduaksaraa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *