Keindahan Mandalika tak pernah habis untuk diceritakan, pesonanya mampu memikat setiap pasang mata yang datang. Meskipun sudah cukup sering mengunjungi Mandalika, tetap saja, setiap sudut yang saya datangi selalu menyisakan kisah menarik. Bahan untuk bercerita. Sama halnya dengan perjalanan kali ini, pengalaman mengesankan di Bukit Seger. Cukup terlambat untuk berbagi kisahnya,  namun saya akan menyayangkan jika perjalanan ini hanya mengendap dalam ingatan.

Ditemani terik matahari, roda sepeda motor kami melaju kencang di Jalan Bypass BIL-Mandalika pada Rabu 6 Maret lalu, sesekali kecepatannya diturunkan agar kami bisa menikmati keindahan alam. Bukit-bukit besar di kanan dan kiri jalan semakin terlihat memesona, padahal hanya ladang jagung yang mengisinya.

By pass Bill Mandalika
Bypass BIL-Mandalika/Nirma Sulpiani

Sesaat kemudian, kami melintas pada sebuah bukit dengan plang Bypass BIL-Mandalika, lalu bertemu dengan sebuah monumen bertanda tangan Presiden Joko Widodo. Beberapa masyarakat sekitar terlihat sibuk menjual souvenir khas Lombok kepada pengunjung. Titik ini memang kerap menjadi salah satu tempat untuk berswafoto oleh pejalan yang hendak berkunjung ke Mandalika.

Roda kendaraan kami terus berputar lurus di atas aspal. Beranjak dari Jalan Bypass BIL-Mandalika, saya kemudian menyaksikan Mandalika begitu sibuk. Hal ini terasa sangat wajar, sebab perhelatan dunia MotoGP tinggal menghitung hari.

Kami melewati jalan tak beraspal yang berada berada persis di samping pagar pembatas sirkuit untuk sampai di Bukit Seger. Dari sini sepeda motor kami mulai bergerak lambat sebab di beberapa titik jalannya berlubang dan tergenang air. 

Perjalanan ini, sebenarnya bukanlah kali pertama saya mengunjungi Bukit Seger. Dari dulu Bukit Seger memang kerap menjadi lokasi andalan untuk liburan bersama keluarga. Kini, Bukit Seger tengah menjadi perhatian karena pernah menjadi spot foto pembalap MotoGP Repsol Honda, Marc Marquez saat datang ke Lombok untuk mengikuti tes Pramusim MotoGp Februari lalu. Bukit Seger juga kian memikat lantaran dari sini kita bisa melihat tikungan 10 Sirkuit Mandalika.

Jalan menuju bukit samping sirkuit
Jalan menuju bukit samping sirkuit/Nirma Sulpiani

Saat tiba di sana, meski saya sudah berkali-kali berkunjung, tapi tetap saja saya selalu takjub dengan pemandangan yang menghampar. Dari kejauhan, tampak pantai pasir putih dan ombak yang tenang. Di sisi lain, terlihat tikungan 10 Sirkuit Mandalika yang bisa dibilang lebih unik jika dibandingkan tikungan lainnya. Mengutip dari Kompas.com, tikungan tersebut memiliki desain menarik di bagian kerb atau pembatas lintasan dan area run-off.  Di area tersebut, berisi kerikil-kerikil yang dicat warna-warni membentuk pola tenun sasambo. 

Saat  sedang menanti senja, sambil memperhatikan lalu lalang pengunjung yang kian ramai, seorang anak laki-laki menghampiri kami. Ia menawarkan dagangannya yakni gelang. Anak tersebut bernama Andri, siswa kelas tiga SD yang selalu datang berjualan sepulang sekolah. Ia bercerita,  belakangan jumlah wisatawan yang berkunjung ke sini jauh lebih banyak dari biasanya. Tentu, hal ini membuat Andri senang.

“Sekarang ramai, jadi banyak (gelang) yang laku,” katanya sambil tersenyum. 

Tak hanya pedagang souvenir khas Lombok, kami juga mudah menjumpai para pedagang kelapa muda. Namun sayangnya, di beberapa titik kami juga mudah menjumpai sampah yang berserakan. Hal ini mungkin terjadi karena di sini tak tersedia fasilitas tempat sampah, meski begitu pengunjung bisa membawa kembali pulang sampah-sampahnya alih-alih meninggalkannya di area bukit.

Langit tampak sendu. Sore itu tak ada matahari tenggelam yang kami saksikan. Jadi, kami langsung melanjutkan perjalanan selanjutnya dengan bertemu seseorang yang masih tinggal di areal sirkuit.

Pemandangan dari bukit Seger
Pemandangan dari Bukit Seger/Nirma Sulpiani

Bertolak dari Bukit Seger, kami hanya memerlukan waktu sekitar lima menit untuk sampai ke tujuan. Tiba di sana kami disambut oleh laki-laki paruh baya, “Tunggu di sini, mereka sudah dalam perjalanan pulang,” sapanya dengan senyum hangat. 

Sambil menunggu, mata seperti tak pernah lepas untuk memperhatikan sekitar. Rasanya seperti berada di tengah lingkaran yang dikelilingi pepohonan hijau yang rindang. Tenang, itulah kata yang mewakili perasaan petang itu. 

Meskipun lokasinya dekat dengan Sirkuit Mandalika yang saat itu masih dalam proses pembangunan, namun di sana kami tak mendengar suara pekerja atau suara mesin.  Justru rasanya seperti berada di rumah.

“Assalamualaikum…”  Salam itu terdengar diucapkan serempak.

Anak-anak sudah berangkat mengaji. Mereka adalah keenam murid mengaji tuan rumah. Seperti sudah mengetahui gurunya pulang bepergian, mereka langsung duduk melingkar sembari melatih bacaan Alquran. Akan tetapi kami belum sempat menyaksikan mereka mengaji karena sang guru merasa cukup lelah setelah menempuh perjalanan jauh. 

Petang itu kami mendengar banyak cerita menarik seputar Mandalika, namun sayang hari sudah gelap, sebelum pulang kami  memutuskan menjalankan salat Magrib dulu karena perjalanan yang akan ditempuh kembali cukup jauh.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar