Rusaknya Ekosistem Hutan
Sumatera Barat memiliki kearifan lokal tentang pengelolaan hutan yang telah diatur dan diwariskan semenjak zaman dahulu kala. Adanya sistem rimbo larangan, rimbo peramuan, dan rimbo budidaya adalah serangkaian aturan zonasi yang dilakukan oleh nenek moyang masyarakat Sumatera Barat dalam menjaga hutan.
Pembukaan tambang dan perkebunan kelapa sawit skala besar adalah mimpi buruk bagi keberlanjutan hutan di Sumatera Barat. pasalnya pembukaan perkebunan kelapa sawit akan mengorbankan hutan yang ada untuk dibabat. Sedangkan kegiatan pertambangan juga akan merusak hutan karena barang tambang umumnya terdapat dalam hutan, selain itu kegiatan ini menghancurkan sawah-sawah masyarakat, menghilangkan sumber air jernih dari sungai.
Namun kearifan lokal tentang hutan dan pengelolaannya tergerus oleh kemajuan zaman sekarang ini, bahkan juga mungkin akibat sistem kapitalis yang memandang hutan sebagai objek sumber daya alam yang harus dieksploitasi. Hutan tak lagi dipandang sebagai tempat tinggal yang mampu memberikan kehidupan tapi malah dimanfaatkan secara eksploitatif dan masif oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Alih-alih mendapatkan keuntungan tapi kerugian lah yang didapatkan dari bencana ekologis yang ditimbulkan.
Dari data yang dihimpun oleh WALHI Sumatera Barat Tahun 2019, terdapat sebanyak 90 HGU Perkebunan Kelapa sawit seluas 151.000 hektare, serta 72 izin usaha pertambangan (antara lain emas, batubara, besi, dan sirtukil). Pemerintah seharusnya tidak melihat sumber daya alam hutan sebagai objek yang bisa di eksploitasi secara besar-besar sehingga menghilangkan hutan dan menghancurkan kehidupan masyarakat lokal yang menggantungkan hidupnya dengan hutan. Tidak jarang juga kegiatan merusak ini memanen bencana ekologis di kemudian hari. Pemerintah harusnya berkaca dengan kejadian yang ada agar memperbaiki tata kelola hutan yang lebih baik lagi di Sumatera Barat.
Potensi Hutan Sumatera Barat
Sumatera Barat memiliki hutan yang luas. Data dari Kementerian Kehutanan menyebutkan jumlah hutan di Sumatera Barat seluas 2,3 juta hektare atau sekitar 60% dari luas wilayah di Sumatera Barat. Artinya hutan yang luas ini memiliki potensi besar bila dikelola dengan baik dengan mempertahankan keanekaragaman flora dan fauna yang ada.
Hutan di Sumatera Barat juga memiliki potensi sumber bahan pangan melimpah, kami menyebutnya sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu. Ada beragam tanaman dan buah-buahan yang bisa sebagai sumber pangan hewan yang tinggal di dalam hutan dan juga untuk masyarakat lokal guna memenuhi kebutuhan hidup. Contoh hasil hutan bukan kayu yang bisa digunakan sebagai sumber pangan yakni sereh wangi, madu, pala, bambu, jernang, kopi, pakis, dll.
Nagari Kapujan adalah salah satu Nagari yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat. Nagari ini berada di sekitar kawasan hutan lindung dan mempunyai potensi dari hasil hutannya. Salah satu potensi dari hasil hutan bukan kayu di sini yakni buah pala.
Setidaknya, masing-masing Kepala keluarga di Nagari Kapujan mempunyai 1-3 pohon pala sendiri di pekarangan rumah maupun di hutan. Dalam seminggunya masyaraat bisa panen sebanyak 500 kg pala, jika dijual harganya sekitar Rp17 ribu per kg.
Buah pala dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan rempah masakan. Namun yang dimanfaatkan oleh masyarakat hanya bagian inti (biji) buah saja, sementara daging buah pala dibuang dan bahkan menjadi limbah di sungai.
Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kelompok Bayang Bungo Indah
Potensi pala yang besar ini dimanfaatkan oleh WALHI Sumbar dan Y-WRI (Yayasan Women Research Institute) untuk mendorong kemandirian masyarakat khususnya kelompok perempuan untuk dapat memanfaatkan daging buah pala tersebut untuk diolah dan menjadi produk bernilai. Tidak hanya itu, Pada Tahun 2016 WALHI Sumbar dan Y-WRI mendorong pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Upaya awal yang dilakukan adalah dengan membentuk kelompok perempuan yaitu Kelompok Bayang Bungo Indah.
Kelompok Bayang Bungo Indah merupakan kelompok tani perempuan yang berasal dari Nagari Kapujan, kelompok ini difokuskan dalam melakukan usaha pengolahan pala. Kebiasaan membuang daging buah pala sekarang sudah mulai ditinggalkan semenjak para anggota kelompok mendapatkan bimbingan melalui program Pengelolaan Hutan Untuk Kesejahteraan Perempuan (PHUKP) yang difasilitasi oleh WALHI dan WRI.
Sejak saat itu, daging buah pala yang tadinya dibuang-buang, kemudian diolah menjadi sirup pala, minuman sari buah pala, dan selai pala. Pendapatan anggota kelompok Bayang Bungo Indah pun meningkat. Tidak hanya itu, limbah yang berasal dari daging buah pala kini sudah tidak ada lagi.
Sirup pala kini menjadi produk unggulan dan juga minuman khas dari Kapujan. Sirup pala juga punya beberapa manfaat untuk kesehatan lho. Diantaranya, meningkatkan kesehatan otak karena buah pala mengandung senyawa myristicin dan macelignan. Senyawa ini dapat mengurangi kerusakan sistem saraf dan fungsi kognitif yang umumnya dimiliki pasien demensia atau penyakit alzheimer. Lalu, mengatasi masalah pencernaan karena serat yang terdapat pada buah pala dapat merangsang proses pencernaan dengan mendorong gerakan peristaltik pada otot polos usus. Dan tentunya dapat menghangatkan badan.
WALHI Sumbar dan Y-WRI juga melakukan pelatihan cara pengemasan dan memasarkan produk pala. Kegiatan ini mendapat respon positif dari pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan. Beberapa kali sirup pala menjadi juara lomba Produk UMKM dan menjadi welcome drink untuk salah satu hotel ternama di Kota Padang yaitu Hotel Bumi Minang. Dari hasil kerjasama ini, setidaknya kelompok mendapatkan keuntungan sebesar Rp2,5 juta tiap bulannya.
Hutan menyediakan hasil hutan bukan kayu yang sangat melimpah. Tentunya, dengan pengelolaan dan pemanfaatan HHBK yang baik dapat membantu meningkatkan ekonomi masyarakat di sekitar hutan tanpa harus merusak ekologi hutan. Dengan begitu masyarakat mendapat manfaat dari HHBK yang diolah dan mendapatkan manfaat jasa ekosistem dari hutan yang dipertahankan.
Tommy Adam berdomisili di Padang, saat ini bekerja di WALHI Sumbar serta aktif menyuarakan kepedulian terhadap Lingkungan yang adil dan lestari.