Kabupaten Grobogan memiliki sejumlah daya tarik wisata yang tersebar di beberapa kecamatan. Setiap objek memiliki karakteristik dan pesonanya masing-masing. Potensi kepariwisataan di Kabupaten Grobogan meliputi objek wisata religi, objek wisata alam, serta wisata sejarah. Salah satu objek wisata yang unik berbasis alam di Kabupaten Grobogan adalah Bledug Kuwu.
Objek wisata Bledug Kuwu terletak di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Berjarak kurang lebih 28 km ke arah timur dari pusat kota Kabupaten Grobogan di Purwodadi. Letak objek wisata ini cukup strategis, persis di pinggir jalan raya Wirosari–Gabus.
Pada tahun 1980-an dan 1990-an, objek wisata ini pernah mengalami kejayaan—menjadi primadona wisata yang banyak menyedot kunjungan wisatawan. Setidaknya, secara kasat mata dapat dilihat dari ramainya pengunjung yang datang ke Bledug Kuwu, terutama pada saat liburan. Namun, saat ini, objek wisata Bledug Kuwu boleh dibilang “meredup” popularitasnya.
Selain dunia pariwisata yang sudah berkembang sangat pesat—sehingga banyak pilihan destinasi wisata yang lebih punya daya tarik, objek wisata Bledug Kuwu selama ini mengalami banyak kendala dalam pengembangannya.
Antara lain tekstur tanah yang “bergerak” dan “berlumpur di dalam”, sehingga menyulitkan pengelola membuat spot-spot pengembangan pada objek wisata berbasis keajaiban geologi itu. Objek wisata Bledug Kuwu saat ini terlihat gersang dan bila siang hari terasa panas oleh terik matahari yang menyengat.
Popularitas yang meredup dan minimnya pengembangan, menjadikan objek wisata ini tak lagi menjadi destinasi wisata favorit. Kendati demikian, Bledug Kuwu tetap memiliki daya tarik. Setiap hari, ada saja wisatawan yang berkunjung, baik sengaja berkunjung maupun sekadar singgah karena melewatinya.
Nostalgia Masa kecil
Hari Sabtu, tanggal 1 Oktober 2022, saya berkesempatan singgah di objek wisata Bledug Kuwu. Bagi saya, singgah di sini adalah momentum untuk bernostalgia. Masa kecil saya sangat lekat dengan objek wisata ini. Bledug Kuwu adalah objek wisata pertama yang saya kenal dan kunjungi. Sekitar tahun 1986, saat saya duduk di kelas 3 SD, saya berwisata bersama guru dan teman-teman satu kelas ke Bledug Kuwu dengan naik delman—atau kami menyebutnya dokar.
Lokasinya memang tidak jauh dari sekolah dan kampung halaman tempat saya tinggal. Hanya berjarak sekitar 2–3 kilometer saja. Karena itu, setelah beranjak besar, saya biasa datang ke Bledug Kuwu dengan naik sepeda bersama teman-teman.
Sayangnya, setelah 30-an tahun berlalu—sejak saya pertama kali datang ke objek wisata ini pada tahun 1986—kondisi Bledug Kuwu tak banyak berubah. Menara pandang yang dulu menjadi tempat kami berkumpul dan makan bersama teman-teman—sekaligus tempat melihat dari atas menara letupan lumpur bledug—kayu-kayunya sudah rapuh. Sehingga tidak bisa digunakan lagi.
Bila ada pengembangan, itu adalah adanya sejumlah saung tempat rehat sembari ngobrol melepas penat setelah melihat dari dekat letupan lumpur bledug. Juga adanya musala yang cukup representatif untuk salat. Lalu ada beberapa taman dan patung Aji Saka—sosok tokoh besar yang lekat dengan legenda terjadinya Bledug Kuwu.
Selain itu, adanya tulisan “Bledug Kuwu–Grobogan Jawa Tengah” yang cukup besar di sebelah barat pintu masuk objek, yang biasa menjadi spot foto bagi para pengunjung. Selebihnya, hamparan objek wisata Bledug Kuwu seluas 45 hektar masih terlihat gersang. Di hamparan itu terdapat letupan lumpur secara periodik. Letupan lumpur itulah daya tarik utama objek wisata ini.
Fenomena Kawah Lumpur
Obyek wisata berbasis fenomena alam ini memang menakjubkan dan memantik penasaran, terutama bagi yang belum pernah melihatnya karena menyuguhkan fenomena kawah lumpur (mud volcano) yang meletup dengan menimbulkan bunyi menyerupai suara meriam yang terdengar dari kejauhan.
Secara reputasi, objek wisata ini sebenarnya sudah sangat populer. Citranya sudah sampai taraf nasional bahkan internasional. Banyak ilmuwan dari berbagai negara yang datang ke sini, terutama untuk misi penelitian.
“Bledug… bledug… bledug…” demikian bunyi suara ledakan lumpur itu secara periodik. Suara itu yang membuat objek wisata ini diberi nama Bledug. Sedang Kuwu adalah nama desa tempatnya berada.
Ada dua letupan lumpur di Bledug Kuwu, yakni di sebelah timur dan di sebelah barat. Masyarakat setempat menyebut bledug besar yang terletak di sebelah timur dengan nama Jaka Tuwa dan yang terkecil di sebelah barat dengan nama Rara Denok.
Dalam buku berjudul Legenda Terjadinya Bledug Kuwu yang ditulis oleh Sugeng Haryadi (1986) menyebutkan, tinggi letupan lumpur Bledug Kuwu yang besar pernah mencapai ± 530 cm dan yang terkecil hanya berkisar 90 cm. Namun kini letupan lumpurnya tak lagi setinggi dulu.
Sentra Produksi Garam
Lumpur dari kawah ini airnya mengandung garam. Sehingga oleh masyarakat setempat dimanfaatkan untuk dijadikan sebagai bahan pembuatan garam. Karenanya, di Bledug Kuwu juga dijumpai area produksi garam. Caranya adalah dengan menampung air bledug ke dalam klakah—yang dibuat dari batang bambu yang dibelah menjadi dua. Air itu lalu dikeringkan, dan endapannya menjadi butir-butir garam.
Terkait produksi garam bledug, saat saya singgah, saya mendapati kondisi berbeda. Bila sebelumnya, garam bledug diproduksi menggunakan klakah, namun sekarang sudah tidak lagi. Saat ini, produksi garam menggunakan potongan-potongan bambu yang diletakkan di atas tanah di area tak jauh dari letupan bledug.
Potongan-potongan bambu membentuk kotak persegi panjang. Di dalam kotak itulah air bledug ditampung, lalu diendapkan hingga membentuk kristal-kristal garam. Cara ini lebih efektif, simpel, dan praktis, karena bisa dilakukan perseorangan dan tidak membutuhkan banyak tenaga.
Informasi yang saya peroleh, cara itu merupakan metode baru para petani garam bledug dalam memproduksi garam. Sebelum cara baru itu ditemukan, para petani garam bledug menggunakan klakah untuk membuat garam yang dirasa tidak efektif. Sehingga secara berangsur, para petani garam bledug sempat banyak yang memutuskan berhenti produksi. Alasannya, jerih payahnya tidak sebanding dengan hasil yang didapat.
Sebuah sumber menyebutkan, tahun 1990-an, jumlah petani garam bledug masih ada sekitar 50-an. Tahun 2010, tinggal 6 orang. Tahun 2015, berkurang lagi menjadi tinggal 3 orang. Kemudian tahun 2017, tinggal tersisa 1 orang petani saja yang bertahan.
Banyaknya petani yang memutuskan berhenti, selain karena hasil yang diperoleh minim, juga produksi garam menggunakan klakah tidak efektif karena tidak bisa dilakukan seorang saja. Minimal harus dua orang. Itulah faktor yang menjadikan penghasilan dari produksi garam makin minim karena harus dibagi. Faktor itu juga yang menjadikan para petani garam bledug banyak yang memutuskan berhenti berproduksi. Padahal, garam bledug sudah dimanfaatkan sejak zaman kolonial Belanda.
Beberapa foto bersejarah mengabadikan produksi garam itu. Namun, sejak ditemukan metode baru produksi garam, para petani banyak yang kembali berproduksi. Jumlahnya mencapai puluhan petani. Tentu ini cukup menggembirakan.
Selain garam, lumpur bledug juga menjadi “komoditas” yang dijual di area objek wisata Bledug Kuwu. Konon, lumpur bledug berkhasiat membasmi jerawat di wajah. Lumpur itu dikemas dalam botol bekas air mineral dan dijajakan di area objek wisata. Selain itu juga ada produk bleng—yang biasa dimanfaatkan sebagai bahan campuran membuat kerupuk—yang lazim disebut kerupuk gendar.
Antara Legenda dan Sains
Bledug Kuwu boleh dikata merupakan sebuah objek wisata yang berbasis legenda dan sains. Dari sudut pandang legenda yang diceritakan secara turun-temurun, disebutkan bahwa Bledug Kuwu terjadi karena adanya lubang yang menghubungkan tempat itu dengan Laut Selatan (Samudera Hindia).
Konon, lubang itu adalah jalan pulang Jaka Linglung—putra dari Prabu Aji Saka yang berwujud ular raksasa—dari Laut Selatan menuju Kerajaan Medang Kamulan, setelah berhasil mengalahkan Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah wujud menjadi buaya putih (bajul puteh) di Laut Selatan. Jaka Linglung yang berwujud ular raksasa itu melakukan perjalanan bawah tanah. Sehingga diyakini, ada “hubungan bawah tanah” antara Laut Selatan dengan Bledug Kuwu.
Sementara dari kacamata sains, kawah lumpur di sini—sebagaimana kawah lumpur lainnya—adalah aktivitas pelepasan gas dari dalam teras bumi. Gas ini biasanya adalah metana. Bledug Kuwu adalah satu-satunya letupan kawah lumpur yang berlokasi di Jawa Tengah. Letupan-letupan lumpur yang terjadi biasanya membawa pula larutan kaya mineral dari bagian bawah lumpur ke atas. Banjir lumpur panas Sidoarjo juga diakibatkan oleh kawah lumpur, meskipun untuk yang ini tingkat aktivitasnya lebih tinggi.
Menurut Rovicky Dwi Putrohari, pakar geologi dan mantan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)—sebagaimana dikutip dalam sebuah artikel di situs mongabay.co.id, gunung lumpur Bledug Kuwu terbentuk karena ada rekahan dan tekanan dari dalam bumi yang membawa lumpur, mineral, dan gas ke atas.
Garam dari tempat ini berasal dari air laut yang terjebak di batuan. Zaman dulu, Grobogan, bahkan Pulau Jawa, masih berupa lautan. Kandungan mineral utama garam Bledug Kuwu antara lain kalium, kalsium, natrium, dan klor.
Sumber lain, sebagaimana dilansir dari undip.ac.id menyebutkan, sebelum abad ke-17, Pulau Jawa dengan kawasan lereng Gunung Muria terpisah oleh sebuah selat yang luas dan dalam. Setelah abad itu, selat yang bernama Selat Muria itu semakin dangkal sehingga tidak bisa dilalui kapal. Pada saat itulah Bledug Kuwu diinterpretasikan sebagai garis pantai dari Selat Muria.
Selain itu, dari pengamatan yang dilakukan seorang peneliti bernama Orsoy de Flines pada 1940 mengasumsikan ada air laut dari Selat Muria yang terperangkap, yang kemudian menyebar di kawasan Bledug Kuwu.
Meski masih minim pengembangan, objek wisata Bledug Kuwu tetap menyimpan daya tarik yang membuat banyak orang—terutama yang sama sekali belum pernah berkunjung, untuk datang melihatnya. Setidaknya, terbukti, setiap kali saya berkunjung ke Bledug Kuwu, ada saja orang luar daerah yang datang ke objek wisata ini.
Jadi, bila ke sedang berada di Grobogan atau melewatinya, bolehlah berkunjung dan menyaksikan ‘keajaiban alam’ Bledug Kuwu yang menakjubkan!
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu!