Travelog

Bermain Galasin dan Melihat Aktivitas Penduduk di Pantai Oesina

04 Juli 2021 lalu, saya bersama 30 orang teman pemuda dan pemudi gereja memiliki agenda akhir pekan yakni melakukan rekreasi bersama di Pantai Oesina atau yang dikenal dengan sebutan Pantai Air Cina. Dinamakan Air Cina bukan berarti penduduk di sini keturunan Cina, tetapi karena dulunya pantai ini menjadi tempat bersandar kapal-kapal dagang dari Cina. Sedangkan, Oesina sendiri memiliki arti Oe “air” dan Sina “Cina”. Jadi, Oesina berarti Air Cina.

Pantai Oesina terletak di Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Pantai ini terletak sekitar 30 km dari pusat Kota Kupang dan memerlukan waktu kurang lebih 1 jam untuk sampai. Akses jalan sudah cukup baik, walaupun masih terdapat banyak lubang dan juga jalan bebatuan. Namun, masih sangat bisa ditempuh oleh motor, mobil, maupun truk.

Kami pergi dengan menggunakan kendaraan yang telah kami siapkan sebelumnya, dikarenakan tidak ada angkutan umum yang memiliki jalur rute menuju pantai tersebut. Kami sampai pukul 13.00 WITA dengan disambut oleh dua ibu-ibu yang duduk menjaga gerbang masuk pantai. Kami membayar uang masuk dengan kisaran Rp6.000 untuk masing-masing dua orang dan motor yang ditumpangi.

Jejeran Gazebo Pantai Oesina
Jejeran gazebo di Pantai Oesina/Resti Seli

Pantai ini tertata rapi dengan jejeran gazebo sebagai alternatif tempat berteduh dan berkumpul sambil melakukan kegiatan-kegiatan santai. Jangan khawatir apabila tidak membawa persediaan makanan yang cukup, karena pantai ini memiliki warung atau kios-kios untuk menjajalkan makanan dan minumannya.

Setelah sampai, kami langsung menuju gazebo yang sudah dipesan sebelumnya dengan membayar uang sewa Rp50.000. Namun, karena kami berjumlah 30 orang sehingga gazebo kecil itu tidak akan cukup menampung kami maka, gazebo itu hanya kami pakai untuk menaruh makanan dan minuman yang telah kami bawa masing-masing. Sedangkan untuk duduk dan bersantai, kami membuka terpal yang dibawa sebagai alas duduk kami. Sederhana, tetapi sangat menyenangkan. Kami memilih tempat yang sangat strategis, tepat dibawah sebuah pohon rindang sehingga kami tidak memerlukan “atap” lagi. Setelah mendapatkan tempat yang nyaman, kami memulai rekreasi dengan bermain games mulai dari flip bottle, mencari dan mengumpulkan teman, hingga permainan tradisional galasin atau gobak sodor. 

Suasana di Pantai Oesina
Suasana di Pantai Oesina/Resti Seli

Pasir pantai yang putih dan bersih membuat siapa saja dengan rela merebahkan diri diatas pasir ini. Namun, pasir ini merupakan jenis yang biasa kami sebut “pasir tanam” sehingga cukup melelahkan apabila berlari dan melompat di pasir ini. Jenis pasir ini menjadi tantangan tersendiri bagi kami untuk bermain galasin. Kami membuat dua tim dengan masing-masing berjumlah 6 orang. Satu tim bermain dan satu tim berusaha menghadang.

Permainan ini mudah dimengerti dan mudah dilakukan karena tidak memerlukan peralatan-peralatan pendukung lainnya. Cukup membutuhkan ketangkasan dan kecepatan dalam berlari. Namun, apabila berlari diatas “pasir tanam” itu sangat membutuhkan energi dan tenaga yang banyak. Itulah kenapa tim yang mendapat giliran bermain sangat sering tertangkap. Kami menikmati permainan itu, bahkan cuaca panas terik tak kami hiraukan.

Setelah cukup puas bermain, kami mulai berpencar untuk mencari spot foto masing-masing. Saya berjalan menuju arah tebing yang sepertinya akan dibangun dermaga disana. Tebing itu besar dan panjang, menjadi ikon khas Pantai Air Cina. 

Aktifitas Penduduk Mencari Batu Karang Kecil
Aktifitas penduduk mencari batu karang kecil/Resti Seli

Sembari melihat-lihat aktivitas pengunjung, saya juga melihat aktivitas penduduk di sekitaran pantai ini. Ada yang sedang memeriksa juluran temali memanjang dan mengapung di permukaan air dengan bantuan botol plastik, menandakan penduduk disini aktif membudidayakan rumput laut. Saya juga melihat ada seorang ibu bersama dua anaknya yang sedang memilih batu-batu karang kecil, sepertinya akan dijual bagi pengunjung yang mampir atau untuk keperluan mereka sendiri. Saya teringat pada kalimat pendek yang pernah saya dengar “alam telah menyediakan semuanya, tinggal bagaimana kamu mengusahakannya” dan memang benar. Buktinya mayoritas masyarakat pesisir sangat bergantung pada laut dan segala isinya. Begitu juga bagi masyarakat di daerah dataran tinggi misalnya, penduduknya pasti sangat bergantung pada kondisi pertanian mereka.

Jalan-jalan singkat sembari mengamati sekeliling membuat saya tidak menyadari bahwa hari sedikit lagi akan selesai, dan matahari mulai menampakkan senjanya seolah-olah sebagai ucapan pamit kepada saya dan orang-orang di pantai ini. Senja disini indah bukan main, sangat pas bagi yang ingin berfoto ala-ala siluet.

Senja di Pantai Oesina
Senja di Pantai Oesina

Hari semakin gelap, kami kembali berkumpul kemudian bersiap-siap membereskan barang bawaan kami dan tidak lupa memungut sampah kami dan membuangnya ke tempat yang telah disediakan. Tentu saja, agar pantai ini tetap bersih dan memiliki keindahan yang asri.

Kami pulang dengan rasa lelah bercampur senang, bahagia, dan bersyukur (setidaknya bagi saya). Iya, bersyukur! karena masih diberi kesempatan untuk menghabiskan waktu, bermain, tertawa, dan bergembira bersama hari itu. Sekaligus, bisa melihat dan mengamati aktivitas penduduk di sana lebih dekat.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Resti Seli adalah seorang perempuan muda yang sedang suka-sukanya menulis, fotografi, olahraga, dan travelling.

Resti Seli adalah seorang perempuan muda yang sedang suka-sukanya menulis, fotografi, olahraga, dan travelling.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Melepas Penantian di Pantai Sulamanda