Membuat tembikar di Serayu Pottery Bali

Belajar Membuat Tembikar sembari Terapi Seni di Serayu Pottery Bali

by Novrisa Briliantina

Di saat banyak orang berwisata ke tempat-tempat “yang itu-itu saja” di Bali, belakangan muncul tren workshop tourism sebagai kegiatan alternatif untuk mengisi liburan. Mulai dari melukis, berselancar, menyelam, memasak, atau seperti yang saya dan dua orang teman lakukan: membuat tembikar di Serayu Pottery & Workshop Studio.

Wayan Cameng sedang mengecat pot di depan rumah/Novrisa Briliantina
Wayan Cameng sedang mengecat pot di depan rumah/Novrisa Briliantina

Serayu Pottery & Workshop Studio—selanjutnya kita sebut Serayu Pottery—adalah salah satu yang sudah berpengalaman di bidangnya. Bahkan tergolong sebagai pelopor. Made Indah Jayanthi, pemilik studio, tidak mengiyakan maupun membantah. Namun, ia mengaku telah melakukan observasi. 

“Setelah Serayu Pottery muncul, sekarang di Ubud ada sekitar lebih dari 20 usaha yang menawarkan workshop membuat tembikar,” ungkap Jay, panggilan akrabnya.

Siang itu, kami menyempatkan mampir ke rumah yang terletak di pojokan antara Jalan Gunung Sari dan Jalan Pura Gunung Sari, Peliatan tersebut. Hampir di setiap sudut studio, tampak tumpukan pot tembikar berwarna-warni begitu menarik perhatian. Di depan rumah saja, kami sudah disambut pemandangan I Wayan Cameng, ayah Jay, sedang melukis pot tembikar.

Tujuan kami ke Serayu Pottery yakni belajar membuat dan melukis gelas tembikar dengan tangan. Persis seperti yang Wayan Cameng lakukan.

Saya tidak pernah membuat gelas tembikar sebelumnya, sehingga hadir di workshop Serayu Pottery sebagai pemula. Namun, sepertinya menarik jika bisa membawa pulang oleh-oleh liburan buatan sendiri, tidak hanya sekadar beli di toko. Hasil tangan sendiri tersebut nantinya akan dikirimkan ke alamat rumah kami ketika sudah benar-benar jadi. 

Bangkit dari Tragedi

Perjalanan Wayan Cameng dan Jay menjadi seperti sekarang ternyata tidak semulus yang saya bayangkan. Dari cerita Jay, melalui wawancara daring yang saya lakukan baru-baru ini, jalan hidup atau titik balik Serayu Pottery bermula dari peristiwa Bom Bali. 

Dua kali aksi terorisme terparah sempat menghantam Bali, yaitu Bom Bali I (2002) dan II (2005). Untuk beberapa lama, sektor pariwisata lumpuh. Dampak negatifnya begitu terasa ke hampir setiap lini, termasuk bisnis keluarga Jay. 

“Sebelum Bom Bali, bapakku adalah seniman lukis yang bisa menjual hingga tiga lukisan dalam satu minggu. Setelah Bom Bali, selama setahun lukisan kita tidak terjual,” ucap Jay.

Wayan Cameng dan keluarganya tak ingin tenggelam dalam tragedi. Di tahun yang sama dengan tragedi Bom Bali II, ia mendirikan Cameng Studio.

Indah Made Jayanthi (Jay) bersama sang bapak, I Wayan Cameng di studio Serayu Pottery
Indah Made Jayanthi (Jay) bersama sang bapak, I Wayan Cameng di studio/Serayu Pottery

Pendirian Cameng Studio—yang kemudian berubah nama menjadi Serayu Pottery—bermula ketika pada suatu hari Wayan Cameng pergi ke pasar dan melihat orang berjualan pot. Wayan Cameng kemudian membeli banyak pot untuk ia lukis dan susun menjadi sebuah instalasi seni. Lambat laun karya pria berjenggot putih hingga sedada itu memikat mata para turis untuk mengambil gambar, yang foto-fotonya mungkin kini sering berseliweran di media sosial.

Dahulu orientasinya bukan uang. Wayan Cameng melukis pot-pot tersebut sebagai bentuk kesenian agar bisa mendapat apresiasi. Maka, jangan heran jika ia tidak takut orang-orang akan mencuri barang jualannya.

“Pot-pot juga berfungsi untuk upacara keagamaan, jadi nggak akan ada yang mau nyolong,” cetus Jay.

Ketika pandemi COVID-19 menerpa, Jay memutuskan pulang ke Bali setelah sempat bekerja di Labuan Bajo, Flores. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta itu kemudian terjun ke dunia tembikar, mengambil alih tampuk regenerasi Serayu Pottery dari sang bapak.

Self-healing dengan Membuat Tembikar  

Meskipun pengetahuan Jay tentang kerajinan tembikar masih nol, ia tak berhenti belajar dan mencoba. Tekadnya makin kuat setelah tahu adanya kenaikan minat para turis untuk mengikuti workshop seni mengolah tanah liat itu.

Dari pengamatan Jay, dahulu hanya ada empat kelas pembuatan pottery di Ubud. Itu pun milik ekspatriat asal Jepang, Italia, dan Jerman. “Aku berani muncul, karena aku tahu selling point-ku. Aku cewek dan aku lokal,” ujarnya. 

Saat ini turis lokal mendominasi sekitar 90% dari total pelanggan Serayu Pottery. Masing-masing memiliki motivasi berbeda-beda ketika mengikuti workshop. “Banyak orang datang ke sini karena bingung ketika liburan mau ngapain, tetapi banyak juga yang merasa bahwa membuat pottery itu termasuk healing.” 

Jay juga merasa lokasi tempat Serayu Pottery lahir dan tumbuh memiliki pengaruh tersendiri. “Setiap daerah di Bali ‘kan memiliki karakternya masing-masing. Anggaplah kamu suka surfing, pasti ke Uluwatu. Kalau kamu suka party, mungkin kamu akan ke Kuta atau Seminyak. Kalau kamu ke Ubud, berarti kamu memang ingin menikmati alamnya untuk healing. Jadi, mungkin workshop ini merupakan salah satu kegiatan healing-nya.”

Hal tersebut menjadikan Jay belum berencana untuk membuat workshop di kota lain. Di luar Ubud, Jay hanya menitipkan dagangan Serayu Pottery di toko milik teman. Namun, tahun depan ia ingin mengembangan produk tembikar dengan standar food grade, agar layak dan aman untuk kontak langsung dengan makanan maupun minuman.

Tempat Terapi Seni Berbagai Komunitas

Menurut Mind, badan amal kesehatan mental di Inggris dan Wales, tanah liat merupakan salah satu bahan yang biasa digunakan untuk terapi seni visual. Di kesenian ini, tidak perlu keterampilan atau keahlian khusus untuk mengekspresikan perasaan atau mengkomunikasikan pemikiran atas berbagai masalah yang dialami.

Seperti Jay sampaikan sebelumnya, bahwa tak sedikit orang yang menganggap pembuatan tembikar sebagai bentuk healing atau penyembuhan diri. Terutama dari sisi psikis, yang mungkin diakibatkan oleh permasalahan medis. 

Selain ramai turis, Serayu Pottery juga menjadi tempat beberapa komunitas di Bali untuk melakukan healing. Mereka sering mengikuti aktivitas workshop bulanan di Serayu Pottery bersama anggotanya. 

Jay juga sampai sekarang bekerja sama dengan Pita Kuning Anak Indonesia, yayasan yang memberikan pelayanan psikososial bagi anak penyintas kanker dari keluarga prasejahtera.  Ia membantu dengan melelang pot karya pelanggan yang sudah lama diam di toko, dan tidak diklaim dalam waktu yang sudah ditentukan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Solo traveller yang hobi kuliner dan memotret.

You may also like

Leave a Comment