“Eh bapak ke mana saja. Sudah ditunggu dari pagi, siang, sampai sore jadi tidak.”
Ibu Leni, pemilik UKM Dahlia Cookies di Gorontalo menyambut saya dan tim dengan heboh. Ia mempertanyakan kejelasan kedatangan sata yang terus mundur. Info awal yang ia terima pagi, lalu siang, dan saya baru mendarat saat sore menjelang. Bukan tanpa alasan ia terus menanti kabar. Sedari pagi ia dan para ibu telah siap di dapur menunggu kunjungan, sementara para pekerjanya itu harus pulang saat petang.
Dalam bangunan yang memanjang dengan tembok dihiasi aneka rupa piagam sertifikat dalam bingkai apik, Bu Leni lantas bawa kami menuju dapurnya yang ada di ujung rumah. Sebelum sampai di ujung, saya melewati semacam showcase room, tempat puluhan kuenya dipamerkan dalam toples berbagai ukuran. Tak lupa, buku tamu hadir di meja mengisyaratkan tempat Bu Leni memang sering dikunjungi banyak orang.
Di dapur Dahlia Cookies yang tak besar-besar amat dengan pintu belakang mengarah langsung ke halaman, ada para ibu yang sedang melukis kue karawo dan menyiapkan pisang keju susu untuk diolah menjadi keripik manis nan lezat. Mereka pun beratribut cukup lengkap dengan sarung tangan dan masker untuk menjaga higienitas produk olahannya yang sudah dijual ke berbagai daerah, termasuk menyebrang ke Pulau Jawa.
Kue karawo atau disebut juga kue kawarang memang diklaim khas Gorontalo karena penamaannya diambil dari sulaman khas karawo yang kependekan dari “kaita, tantheya, dan wo’ala” mempunyai arti “kaitan, rantai, dan bongkaran” layaknya proses sulaman maupun pembuatan kue. Sebenarnya kue karawo 11-12 dengan kue kering, terlebih kue untuk lebaran pada umumnya. Bahan dasarnya tepung, margarin, dan aneka rupa bahan pokok kue standar lain seperti pembuatan kue nastar, kastengel, atau kue lainnya seperti tepung terigu, telur, margarin, gula, dll. Bentuk umum kuenya ialah bulat dan hati. Beberapa juga memodifikasi menjadi bentuk seperti bulan sabit dan lainnya.
Namun, hal yang membedakan sekaligus menjadi keunikan atau added value ialah adanya lukisan dari gula warna-warni di atasnya. Warna yang digunakan umumnya ialah lima warna: putih, kuning, biru, hijau, dan merah. Gula yang berbentuk menjadi seperti cream pun dimasukkan ke kertas roti lalu dibuat kerucut dan siap menjadi “tinta” lukisan. Motifnya pun beragam sesuai kreasi Bu Leni dan tim. Ia dan para ibu-ibu sekitar tak melulu melukis dengan motif asli sulaman kawaro Gorontalo sejak abad ke-17, tapi juga mengembangkan motif lainnya yang lebih terkini dan cantik berada di kue. Semua motif pun dilukis manual dengan tangan para ibu-ibu Gorontalo dengan teliti dan telaten tiap kepingnya. Setidaknya untuk satu keping kue karawo, para ibu membutuhkan 30 – 60 detik untuk melukis motif kue.
Inovasi Ibu Leni tak hanya dari sisi motif lukisan kue karawo, melainkan rasa olahan kue karawonya itu sendiri. Kini yang menjadi best seller ialah rasa asli, coklat, serta kopi. Kue karawo dan kopi sendiri memang sudah disinyalir jadi teman bagi kebanyakan masyarakat Gorontalo. Tak jarang kue karawo dicocol ke kopi hitam yang pahit sehingga terdapat paduan rasa yang lezat.
Penjualan Dahlia Cookies sendiri patut diacungi jempol sebagai UKM daerah. Ratusan toples siap diedarkan ke berbagai penjuru tempat konsumen berada, terlebih menjelang Idulfitri seperti saat ini.
“Foto dulu dengan ibu-ibu, ya,” kata Bu Leni yang sedari awal tak melepas ponselnya untuk merekam kedatangan kami ke tempatnya.
Selepas pulang, tak hanya foto dan cerita yang saya dapat tapi beberapa toples kue karawo di tangan. Dalam beberapa minggu kue-kue itu ludes habis disantap orang rumah. Niat untuk lebaran gagal sudah saking begitu lezatnya kue karawo dari Ibu Dahlia dan para ibu-ibu Gorontalo.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.