Travelog

Wisuda dan Wisata di Danau Toba

Sehari sebelumnya, aku menghadiri acara yudisium di temani ayah, ibu, dan juga adik-adikku. Keesokan harinya, dengan persiapan serba mendadak aku dan keluarga memutuskan pergi ke Danau Toba. Perkiraan waktu sampai ke lokasi pukul tiga sore sejak berangkat  tepat pukul sepuluh pagi dari Kota Medan. Ternyata perkiraanku meleset jauh, mobil dengan  muatan sembilan orang itu mengalami kerusakan. Kaca mobil tak berfungsi, sehingga tak  bisa tertutup dan terbuka dengan baik. 

Aku yang tak mengerti tentang mobil hanya bisa memasang headset dengan memutar lagu-lagu kesukaanku sambil mengamati sekeliling. Sekitar kurang lebih tiga jam bergelut dengan bengkel yang berbeda, akhirnya mobil kembali dalam keadaan sehat dan  siap untuk melanjutkan perjalanan.

Sudah pukul sembilan malam, akhirnya aku dan keluarga beristirahat di homestay. Dengan  fasilitas dan harga terjangkau cukup memberi kenyamanan dan ketenangan malam itu. Namun, tiba-tiba terdengar lantunan musik dari belakang penginapan, ternyata ada sebuah kafe. Aku ke sana.

Beberapa permainan air juga tersusun rapi di tepi danau. Tempat yang kamu tuju telah di depan mata, aku dan keluarga  memilih Pulau Samosir untuk liburan kali ini, tepatnya di Pantai Pasir Putih Parbaba.

Mataku yang sudah tak bersahabat, ingin segera memejamkan mata. Berharap esok pagi  akan menikmati matahari terbit di tepi salah satu danau vulkanik terbesar di dunia tersebut. Aku kembali  ke penginapan dan mengambil selimut untuk menutupi seluruh bagian tubuh yang sudah menggigil kedinginan.  

Danau Toba
Danau Toba/Anggi Kurnia

Pagi hari di Danau Toba

Beberapa alarm terdengar, seakan memanggilku untuk keluar dari balutan selimut dan  menyambut matahari terbit. Namun ternyata, keinginanku melihat sunrise terkalahkan dengan  beratnya mata untuk terbuka. Akhirnya aku terbangun sekitar pukul setengah tujuh pagi. Aku  pun bergegas lari menuju tepi danau. Seperti mimpi melihat barisan bukit berdiri gagah di  depan mata. Aku lalu merasakan dinginnya air menyentuh kaki. Udara sejuk dengan tiupan angin menyapa tubuh letih menjadi bugar.  

Perlahan aku berlari kecil di tepian danau, olahraga ringan menyambut hari yang indah.  Beberapa patung ikan mas terlihat berdiri di tepi danau, mengingatkanku pada kisah ikan mas  yang identik dengan Danau Toba. Apakah itu hanya sebuah legenda untuk menidurkan seorang  bocah atau justru kisahnya nyata? 

Tepat di hari Jumat yang penuh berkah menjadi momentum aku akan menyandang status  baru yaitu menjadi seorang sarjana. Hari ini, universitas mengadakan wisuda yang ke-77.  Wisudanya diadakan secara daring. Tak pernah terpikir olehku akan wisuda bersamaan dengan  pandemi COVID-19. Sehingga dua tahun belakangan ini semua acara dilakukan secara daring, termasuk wisuda. Walaupun demikian, semua harus tetap dilanjutkan, bukan?

Danau Toba
Suasana wisata di Danau Toba/Anggi Kurnia

Jam di tangan sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, aku pun membuka laptop untuk  segera memasuki acara wisuda yang sedang berlangsung melalui sebuah tautan. Teman-teman yang mengenakan seragam lengkap terlihat antusias dengan riasan make up di wajahnya.

Aku  hanya tersipu malu dengan keadaan gamis yang setengah basah akibat main air. Meskipun demikian, beberapa kali aku mengarahkan kamera tertuju pada latar Danau Toba. Memang bukan Anggi namanya kalau tak jahil hingga salah satu dosen menegur melalui pesan di  WhatsApp, “Anggi hari ini wisuda.” Aku pun membalasnya dengan emoji tersenyum dan segera  kembali ke layar laptop.

Namun, tak sampai disitu, aku yang memang gemar bermain air tak tahan ingin segera berseluncur dengan beberapa mainan air di Danau Toba. Seperti banana boat. Tak hanya itu, sampan kecil yang siap membawa tubuh untuk berkeliling di danau vulkanik juga telah di depan mata. Aku pun mematikan kamera  di layar laptop dan menitipkannya dengan kakak ipar yang sedang sedang duduk di pondok.  

Setelah mendengarkan arahan dari Bang Togar, pemilik sampan dan memakai  pelampung akhirnya aku menaiki sebuah sampan kecil. Sampan ini hanya muat untuk dua orang, dengan tarif lima puluh ribu dan unlimited waktu penggunaanya. 

Untuk mendayung sampan, aku dan  adikku harus punya strategi mendayung secara bersamaan. Tapi, sudah dipastikan tak ada kekompakan di antara kakak dan adik, yang satu  mendayung ke kanan dan satunya lagi ke kiri. Bahkan ini sudah seperti latihan militer bagiku,  otot-otot tangan bergetar dan suara pun serak akibat tertawa dengan hebohnya.  

Danau Toba
Wisuda di Danau Toba/Anggi Kurnia

Rasanya seperti mimpi memakai toga di Danau Toba, berharap agar masa depanku juga  akan seindah Danau Toba. Aku kembali menghidupkan kamera di acara wisuda dengan pakaian  yang sudah basah. Hanya bertahan lima menit di depan layar, aku pun segera menaiki banana  boat bersama saudara lainnya. Bang Togar mengiringi dari depan dengan boat nya bersama ayah  dan ibu yang siap mengabadikan kebersamaan anak-anaknya. 

Permainan pun dimulai, sayup-sayup angin menghampiri tubuh dengan kecepatan rendah boat yang dibawa oleh Bang Togar.  Tak sampai sepuluh menit banana boat melaju dengan kecepatan tinggi, aku berteriak kencang, takut dijatuhkan mendadak. Benar saja, ketika boat yang dikendarai Bang Togar  membelok, dengan hitungan detik banana boat pun ikut terguling. Bersamaan dengan itu, aku  dan saudara-saudara jatuh ke Danau. Aku yang  terkejut dan berteriak sebelum terjatuh menelan banyak air, hingga batuk-batuk dan hampir  muntah. 

Meskipun demikian, detak jantungku tak bisa berbohong ketika Bang Togar memberikan aba-aba akan menjatuhkan untuk kelima kalinya.  Disaat itu, aku mengangkat tangan. Bang Togar pun paham dan menggagalkan aksinya.  

Setelah turun dari banana boat, aku dan keluarga bergegas membersihkan diri dan  berganti pakaian, karena kami sudah kedinginan. Ku lihat jam di dinding kamar sudah menuju pukul  setengah dua belas siang. Sekitar tiga jam lagi wisudawan dan wisudawati dari fakultasku akan  segera dilantik menjadi sarjana secara daring

Tepat pukul dua belas aku dan keluarga meninggalkan penginapan. Mobil melaju ke arah  jalan berkelok yang dinamakan” Kelok 8” atau sering juga disebut “Sibe-bea”.  


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Anggi Kurnia tinggal di tanah kelahiran Batak. Saat ini selain sibuk memasak, Anggi menyukai petualangan dan dunia travelling serta menulis.

Anggi Kurnia tinggal di tanah kelahiran Batak. Saat ini selain sibuk memasak, Anggi menyukai petualangan dan dunia travelling serta menulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Mengenal Lebih Dekat Kehidupan di Tepian Waduk Jatigede