Pesona Budaya Jawa dalam Baluwarti

Baluwarti, sekilas seperti nama perempuan kembang desa yang digemari oleh seluruh orang, yang parasnya menjadi daya tarik saat purnama ataupun terik. Awalnya, saya mengira nama ini disematkan karena ada tokoh tertentu yang pernah bermukim di sana, ternyata saya salah, namanya yang mengandung ‘warti’ identik dengan nama perempuan Jawa itu ternyata asal muasalnya adalah dari bahasa Portugis baluarte yang bermakna benteng. Kampung ini memang termasuk dalam wilayah keraton yang dikelilingi oleh tembok tebal, asal mula penamaan itu kemudian diserap dan disesuaikan dengan lidah orang Jawa. 

Tata letaknya sungguh istimewa. Berada di lingkar kedua setelah tembok Kedaton, tanda kampung ini memiliki kedekatan dengan pihak keraton. Nyatanya, pada jaman dahulu kampung ini dihuni oleh kalangan istana; keluarga kerajaan dan abdi dalem. Baluwarti sekarang menjelma menjadi kelurahan tersendiri dengan luas 40,7 Ha dan lambat laun tumbuh menjadi wisata budaya yang ada di Solo.  Banyak bangunan masa lalu yang akan membawa kita dalam nuansa kejayaan keraton-keraton di Jawa. 

Baluwarti dibangun pada masa Paku Buwana III atau Raden Mas Soerjadi. Masa itu memang terbilang aman sekaligus suram bagi rakyat Surakarta, pasalnya secara wilayah Surakarta sudah dikuasai oleh Belanda. Pengangkatan Raden Mas Soerjadi juga direstui oleh Belanda sehingga sampai akhir kekuasaannya, sang sultan dapat berkuasa dengan langgeng tanpa ada gangguan berarti.

Berdasarkan penelitian Tri Hartanto dan Bambang Yuwono yang berjudul konsep tata ruang permukiman Baluwarti Keraton Kasunanan Surakarta, Baluwarti terletak di antara dua beteng yaitu Beteng Cempuri dan Beteng Baluwarti. Secara gamblang, pola tata ruang permukiman Baluwarti mengelilingi kedaton secara konsentris, yang berorientasi tunggal ke arah raja yang berkedudukan di kedaton.

Masih menurut penelitian tersebut, nilai-nilai tata ruang Baluwarti dibentuk oleh budaya dan tradisi keraton yakni pada zona yang menganut pola konsentris, berorientasi tunggal, aksis kawasan dari Kori Brajanala Utara ke Kori Brajanala Selatan memiliki makna sangkan paraning damadi, pola hunian yang berdasarkan strata sosial, tata letak bangunan yang selaras dengan alam, religi yang menganut Tuhan Raja Kawula, gelar dan status, dan sistem magersari.

Pesona Baluwarti adalah budaya. Kita bisa menyaksikan bangunan-bangunan bersejarah yang nampak kokoh dan tak lekang waktu dengan berbagai arsitektur. Salah satu yang terkenal adalah nDalem Sasana Mulyo. Bangunan ini memang masuk dalam lingkup keraton, namun mudah dikunjungi apabila menyempatkan mampir ke Baluwarti. Pada awalnya, bangunan ini diperuntukkan untuk sebagai peristirahatan putra mahkota. Dalam perjalanannya, bangunan ini sempat beralih fungsi tempat penahanan tahanan politik pada tahun 1965. Pada masa sekarang, fungsinya beralih menjadi tempat melaksanakan hajatan keraton.

Ada lagi bangunan nDalem Mloyokusuman yang berdiri di lahan seluas 6.666 meter persegi. Sisi sejarah tempat ini terasa begitu kental ketika mulai memasuki halamannya. Sesuai dengan namanya, bangunan ini dimiliki oleh GPH Mloyokusumo, yang merupakan putra Paku Buwana IX dan tersohor karena ahli membuat keris. Bangunan ini makin bertambah kesejarahannya karena terdapat makam Ki Gede Sala, pendiri Desa Sala yang menjadi cikal bakal Solo. Bangunan besalen, tempat GPH Mloyokusumo membuat keris, yang letaknya di belakang nampak menjadi berlumut dan tidak terurus.

Beberapa bangunan lainnya yang juga berstatus sebagai cagar budaya di sekitar Baluwarti antara lain nDalem Ngabean, nDalem Brotodiningratan, nDalem Mangkubumen, nDalem Purwodiningratan, nDalem Surya Hamijayan

  • Baluwarti
  • Baluwarti
  • Baluwarti

Keris adalah salah satu pusaka yang menjadi produk budaya dari Baluwarti, tentu saja yang paling terkenal adalah buatan GPH Mloyokusumo yang masih tersimpan rapi pada anak cucunya. Wayang Beber juga menjadi kebanggaan Baluwarti, khususnya kampung Hordenasan. Kampung tersebut dihuni oleh para keturunan RNG Atmo Sasono beserta para abdi dalemnya. Dulunya beliau menjabat sebagai Recht Hordenasan, oleh karena itu penamaan kampung ini merujuk kepada jabatan beliau semasa hidupnya. Acara tahunan yang diselenggarakan rutin adalah Pesona Suro Baluwarti untuk memperingati malam satu suro yang sakral dalam budaya Jawa. Tiap kampung di Baluwarti memiliki kekhasan tersendiri dan penamaan yang berbeda karena latar belakang yang berbeda, semisal kampung Tamtaman, Wirengan Gandarasan, Kestalan, dan lainnya.

Dikutip dari website wisatabaluwarti.com, pengelolaan Baluwarti sebagai tempat wisata bermula pada 2015, ketika Pak Darmadi sebagai ketua, merealisasikan ide kampung wisata yang semula hanyalah ide dan gagasan yang tak kunjung rampung. Akhirnya dengan penanganan yang rapi dan didukung oleh semua pihak, kegiatan wisata di Baluwarti sudah tersusun dengan rapi, bahkan ada paket-paket yang bisa diambil oleh pengunjung.

Pengunjung dapat belajar memasak, belajar tarian tradisional atau gamelan, membatik, melihat produksi keris, dan lain sebagainya. Dengan pengelolaan yang semakin baik, kedepannya Baluwarti akan lebih dikenal, bukan hanya sebagai daerah yang terdekat dengan keraton, tetapi juga sebagai pusat kebudayaan Jawa yang masih bertahan hingga saat ini.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

M. Irsyad Saputra

Penikmat budaya lintas masa dan lintas benua.

Leave a Comment