Dari Bogor ke Dieng Naik Motor

Libur panjang akan tiba. Berbagai destinasi wisata menghiasi laman Instagram saya. Setelah menimang-nimang destinasi wisata mana yang cocok dengan keuangan dan waktu, pilihan saya jatuh ke Dieng, kawasan wisata yang berada pada ketinggian rata-rata 2.000 mdpl.

Salah satu tujuan saya adalah menyaksikan golden sunrise dari Bukit Sikunir. Konon Sikunir punya sunrise terindah se-Asia Tenggara. Dan ini adalah kali ketiga saya berangkat dari Bogor ke Dieng naik motor. Entah kenapa saya tidak pernah bosan mengunjungi negeri di atas awan tersebut.

dari bogor ke dieng naik motor

Sebelum berangkat/Wahyu Prasetya

Beberapa hari sebelum perjalanan dari Bogor ke Dieng naik motor dimulai, persiapan pun saya lakukan: servis motor sekalian ganti oli, kampas rem, dan air radiator. Jas hujan, jaket, baju dan celana ganti, sarung tangan, sepatu, hingga peralatan motret seperti kamera, tas tripod, pembersih kamera, power bank, dan charger, juga saya siapkan.

Untung saja dalam perjalanan ini saya tidak sendiri, melainkan ditemani pujaan hati.

Dari Bogor ke Dieng naik motor lewat Jalur Pantura

Hari yang dinanti tiba. Jam 8 malam perjalanan dari Bogor ke Dieng naik motor pun dimulai. Rute yang saya pilih lewat Jalur Pantura.

dari bogor ke dieng naik motor

Tiba di tujuan setelah perjalanan panjang dari Bogor ke Dieng naik motor/Wahyu Prasetya

Namun baru saja sampai daerah Cileungsi, Bogor, kami berdua sudah kena macet imbas dari perbaikan jalan. Di Cikarang, Bekasi, juga macet. Barangkali sudah tak aneh lagi karena itu adalah kawasan Industri. Perlu waktu 3 jam untuk keluar dari kemacetan tersebut.

Biasanya saya berkendara dua jam nonstop dengan waktu istirahat 20 menit. Namun karena kali ini begitu macet—ditambah doi juga mulai mengantuk—dalam perjalanan kali ini saya lebih banyak berhenti.

Tempat yang paling tepat untuk istirahat adalah pom bensin. Para bikers biasa menyebutnya “Hotel Merah Putih.” Favorit para penggila roda dua adalah pom bensin yang areal istirahatnya dilengkapi warung makan, tempat istirahat, musala, dan, tentu saja, toilet. Malam itu yang menjadi pilihan kami berdua untuk istirahat adalah sebuah pom bensin di daerah Pamanukan.

dari bogor ke dieng naik motor

Ronde susu hangat di Dieng/Wahyu Prasetya

Setelah mengistirahatkan badan, jam 3 dini hari perjalanan kembali kami lanjutkan. Kombinasi dari jalanan yang gelap dan bis atau truk yang ugal-ugalan membuat saya jadi ekstra hati-hati dalam berkendara.

Setiba di daerah Kajen, Kabupaten Pekalongan, tepatnya di Linggosari, jalanan berubah dari lurus menjadi berliku dengan tikungan-tikungan tajam melewati perbukitan.

dari bogor ke dieng naik motor

Cakrawala jinggi/Wahyu Prasetya

Jalanan ini sangat sepi. Hanya beberapa kendaraan saja yang melintas. Namun pemandangan yang disuguhkan begitu memesona. Hutan yang rimbun, perkebunan warga, perbukitan yang terlihat dari kejauhan, semuanya benar-benar memanjakan mata.

Pemandangan indah berlanjut hingga Wanayasa, Batur, dan terus sampai Dieng.

Ronde susu yang menghangatkan dinginnya Dataran Tinggi Dieng

Setiba kami di Dieng, hari sudah siang. Kami berdua pun mencari warung makan. Harga makanan di Dieng terbilang murah. Dengan uang Rp 15.000 kamu sudah bisa makan layaknya prasmanan. Tinggal ambil sesuka hati—asal tahu diri.

dari bogor ke dieng naik motor

Wisatawan memadati Sikunir/Wahyu Prasetya

Setelah perut terisi, saya sempat bingung memilih antara menyewa homestay atau berkemah di pinggiran Telaga Cebong. Informasi dari pemilik warung, warga setempat, dan wisatawan membuat saya lebih memilih homestay.

Menurut warga sekitar, saat musim kemarau daerah Dieng sedang dingin-dinginnya. Suhu bahkan bisa mencapai 0 °C. Bahkan bisa terjadi fenomena embun upas (bun upas), yakni embun yang membeku. Seperti salju kalau kata para wisatawan yang ke Dieng mah. Namun embun upas adalah sebuah petaka bagi para petani di Dieng sebab fenomena itu dapat merusak tanaman mereka.

dari bogor ke dieng naik motor

“Golden sunrise” di Puncak Sikunir/Wahyu Prasetya

Harga sewa kamar homestay di sini pun cukup bervariasi, mulai dari Rp 100.000 sampai jutaan, tergantung fasilitas dan lokasinya. Kebetulan saya mendapatkan yang lumayan murah. Setelah negosiasi yang alot, kami sepakat dengan harga Rp 125.000/hari (Hotel Asri I). Meskipun fasilitasnya ala kadar, lumayan sekali kalau hanya untuk istirahat.

Saat malam tiba, sayang sekali rasanya kalau tak berkeliling di Dieng. Nasi goreng jadi menu makan malam kami. Selain itu dua gelas ronde susu hangat juga menemani kami berdua melewatkan malam Dieng yang begitu dingin.

Mengejar “golden sunrise” di Bukit Sikunir

Jam 3 dini hari waktu setempat kami berdua sudah terbangun dan segera bersiap untuk ke Desa Sembungan, Kejajar, Wonosobo. Sambungan, desa tertinggi di Pulau Jawa, adalah di mana Bukit Sikunir berada.

dari bogor ke dieng naik motor

Menikmati pagi yang dingin di Puncak Sikunir/Wahyu Prasetya

Setiba di sana, kami mendapati bahwa Sikunir sudah ramai sekali (tiket masuk Rp 10.000/orang, parkir Rp 5.000). Musim kemarau begini jalur menuju puncak sangat berdebu sehingga kami kesulitan untuk bernapas. Apalagi mesti berbagi jalan dengan ratusan wisatawan yang juga sedang menuju puncak—macet lagi macet lagi….. Normalnya hanya perlu waktu 30 menit untuk ke puncak.

Jam setengah 6 pagi waktu setempat, sang mentari mulai mengeluarkan warna romantisnya. Para wisatawan begitu antusias ingin melihat matahari terbit—yang konon—terindah se-Asia Tenggara. Para pedagang beredar menjajakan dagangan mereka. Ramainya orang di areal puncak membuat saya susah untuk dapat posisi motret yang saya inginkan.

dari bogor ke dieng naik motor

Memandang Gunung Sindoro/Wahyu Prasetya

Untungnya saat mentari mulai meninggi para wisatawan mulai meninggalkan puncak perlahan-lahan. Hanya tersisa beberapa orang saja termasuk kami berdua yang masih betah menikmati suasana Sikunir.

Jam 8 pagi kami pun turun untuk mencari sarapan dan segelas kopi khas daerah Dieng. Adalah sebuah kebiasaan bagi saya untuk mencicipi kopi khas dari tempat-tempat yang saya datangi.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

7 comments

Uzi irfan 24/Agustus/2018 - 1:18 pm

Terus telusuri indahnya indonesia.. tetap suguhkan yang terbaik????

Reply
TelusuRI 24/Agustus/2018 - 2:14 pm

Makasih udah mampir, Kak. Ditunggu cerita-ceritanya. 🙂

Reply
Anggara W. Prasetya 24/Agustus/2018 - 4:06 pm

Wah, impian ni..
Pengen nyobain juga..

Pernahnya dari Solo-Bromo naik motornya.. hehe

Reply
TelusuRI 24/Agustus/2018 - 4:42 pm

Wah, seru tuh pasti kak naik motor dari Solo ke Bromo. 🙂

Makasih udah mampir. 🙂

Reply
Dayan 25/Agustus/2018 - 3:55 pm

Gak nyangka ramai benar yang ingin mengejar sunrise di sana yah

Reply
TelusuRI 25/Agustus/2018 - 4:31 pm

Waktu musim liburan memang begitu, Kak. Pas hari-hari biasa lebih sepi. 🙂
Trims udah mampir. 🙂

Reply
Firstyawan Sandra 24/September/2019 - 2:10 pm

Hai, mau nanya, saya dr Depok ingin perjalanan naik motor ke Semarang, apakah aman semisal sy perjalanan malam? Thank you

Reply

Tinggalkan Komentar