Itinerary

Gunung yang Didaki Boleh Sama, tapi 5 Hal Berikut Bakal Beda

Dalam pendakian gunung, ada hal-hal yang absolut alias nggak bisa diubah (olehmu), misalnya ketinggian gunung itu, kondisi jalurnya, musim dan cuaca, biaya administrasi (yang bakal naik secara berkala), peraturan, dll.

Tapi, di samping itu, ada juga hal-hal lain dari pendakian gunung yang sifatnya relatif, misalnya:

pendakian gunung
Puncak Gunung Kembang via pendakiindonesia.com/Tri Umami

1. Bujet pendakian

Besarnya bujet alias anggaran pendakian gunung dipengaruhi banyak hal, salah satunya selera. Nah, faktor selera inilah nantinya yang bakal menentukan, misalnya, pilihan moda transportasi, logistik yang dibawa, sampai keputusan untuk menggunakan jasa pemandu atau tidak.

Jadi, meskipun kamu naik gunung yang sama, bujet pendakian yang kamu keluarkan dengan orang lain bakalan berbeda, karena, selain pos-pos seperti biaya administrasi, kamu mengeluarkan biaya yang berbeda untuk transportasi, logistik, dsb.

pendakian gunung
Pendakian Gunung Slamet Jalur Penakir via pendakiindonesia.com/Arul

2. Waktu tempuh

Pas bilang kalau kamu bisa naik Gunung Sindoro dalam waktu 5 jam, temanmu yang pernah naik gunung itu juga mungkin bakal protes: “Lho, kok pas gue dulu 7 jam?” Kayaknya kawanmu itu perlu tahu kalau waktu tempuh dalam pendakian gunung sebenarnya relatif.

Ada banyak faktor yang menentukan waktu tempuh pendakian gunung, misalnya musim, stamina, dan dengan siapa kamu mendaki. Kalau kamu naik musim hujan, pastilah waktu tempuh lebih lama ketimbang musim kemarau. Nanjak tanpa persiapan, pastilah kamu perlu waktu lebih lama untuk ke puncak. Naik gunung dengan teman-teman yang sudah biasa nanjak tentulah kamu akan lebih cepat sampai ketimbang naik bersama rombongan pendaki perdana.

pendakian gunung
“Tarp tent” via pendakiindonesia.com/Arul

3. Logistik yang dibawa

Perlengkapan pribadi dan kelompok yang harus dibawa dalam sebuah pendakian gunung memang nggak jauh beda. Tapi, kalau kamu naik gunung dengan cara yang berbeda, misalnya mendaki ultra-light atau mendaki sambil berkemah ala bushcraft, pastilah logistik yang kamu bawa akan berbeda dari orang lain.

Pendaki ultra-light nggak bakal bawa bekal dalam wadah sebesar kulkas dua pintu. Penggiat bushcraft tentu bakalan naik dengan perlengkapan-perlengkapan standarnya bushcraft.

pendakian gunung
Istirahat sejenak di Gunung Slamet via pendakiindonesia.com/Arul

4. Seru atau enggaknya pendakian

“Gila, naik Argopuro seru banget,” kamu bercerita dengan bersemangat sambil mengingat Cikasur, Cisentor, Puncak Rengganis, dan kawan-kawanmu yang suka ngelempar joke receh. Tapi ternyata lawan bicaramu punya pendapat yang beda, “Seru apaan? Cukup sekali aja gue ke sana. Nggak lagi-lagi deh!”

Seru atau enggaknya pendakian itu juga sebenarnya relatif. Banyak faktor yang menentukan. Tapi, kayaknya, salah satu hal yang paling menentukan adalah dengan siapa kamu melakukan pendakian itu. Kalau kamu naiknya bareng kawan-kawan yang memang sudah ngerti kamu (dan kamu ngerti mereka), pasti pendakian bakal seru. Sebaliknya, kalau kamu naik bareng rombongan yang kurang cocok sama kamu, pendakian akan kurang seru.

pendakian gunung
Trek Gunung Papandayan via pendakiindonesia.com/Fidha Riani

5. Cerita yang dibawa pulang

Kalau pendakian gunung dianalogikan dengan sandiwara, gunung itu adalah latar dan aktornya adalah manusia. Jadi, kamu boleh mendaki gunung yang sama dengan orang lain, tapi pasti kamu bakalan bawa pulang cerita yang berbeda.

Nah, menurut kamu gimana? Apa lagi hal-hal lain dari pendakian gunung yang sifatnya relatif?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *