Waduk Cengklik merupakan danau buatan yang dibangun dari tahun 1926 hingga 1928 di Desa Ngargorejo, Kecamatan Ngemplak, Boyolali oleh Pura Mangkunegaran dan pemerintah Belanda. Pada awalnya, pembangunan waduk ini hanya ditujukan sebagai penampungan air serta saluran irigasi untuk mengairi lahan pertanian di kecamatan-kecamatan sekitar Boyolali.
Diceritakan, pengairan lahan sawah dan perkebunan tebu di Kecamatan Colomadu (Karanganyar), Kecamatan Kartasura (Sukoharjo), hingga Kota Surakarta mengandalkan pasokan air dari waduk ini. Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman, fungsi Waduk Cengklik mengalami transformasi.
Fungsi Waduk Cengklik kini jauh lebih kompleks tanpa meninggalkan fungsi aslinya sebagai pengairan lahan pertanian. Hal ini dikarenakan masih begitu luasnya area persawahan masyarakat sekitar yang didominasi tanaman padi dengan kebutuhan air yang melimpah.
Selain untuk mengairi persawahan, Waduk Cengklik juga digunakan sebagai tempat untuk mencari ikan oleh masyarakat sekitar Desa Ngargorejo. Baik dengan membangun tambak ikan, menebar jala, hingga dengan cara memancing ikan. Di sisi timur waduk banyak keramba yang sengaja dipasang untuk budidaya ikan air tawar seperti nila, mujair, hingga patin sebagai bahan pangan dan sumber protein hewani.
Selain itu banyak pula masyarakat yang sengaja mencari ikan dengan menebar jala menggunakan gethek (perahu kecil) maupun dengan perahu motor. Penggunaan gethek oleh sebagian masyarakat dirasa lebih menguntungkan karena tidak menimbulkan suara bising sehingga ikan tidak akan kabur saat hendak ditangkap. Sedangkan sebagian penangkap ikan lainnya lebih memilih mencari ikan dengan perahu motor lantaran dengan menggunakan perahu motor hasil tangkapan akan jauh lebih cepat diperoleh.
Melimpahnya ikan yang ada di Waduk Cengklik juga membuat banyaknya para pemancing yang selalu memadati area waduk. Para pemancing yang berasal dari berbagai latar belakang pun memiliki gaya memancing sendiri. Hingga tidak jarang para pemancing rela merendam badannya dari leher hingga ujung kaki saat menunggu umpannya dilahap ikan.
Di samping potensi ikannya, Waduk Cengklik kini menjadi objek wisata yang murah meriah dengan tarif masuknya hanya dipatok Rp1.500 per orang. Saat ini Waduk Cengklik menjadi kawasan wisata yang banyak diminati oleh pengunjung meski kehidupan masyarakat masih dalam situasi pandemi.
Banyak orang dari luar Kabupaten Boyolali yang rela menempuh jarak relatif jauh untuk menikmati indahnya waduk. Terlebih lagi dengan letaknya yang strategis membuat banyak pengunjung bertandang ke waduk paling populer di Kabupaten Boyolali ini. Keberadaannya tidak jauh dari Bandar Udara Internasional Adi Soemarmo atau yang lebih tepatnya hanya 1,5 km di sebelah barat bandara tersebut.
Setiap akhir pekan atau hari libur tiba, pengunjung berdatangan. Hal ini tidak lain dikarenakan pesona Waduk Cengklik yang dapat dinikmati oleh berbagai kalangan usia dan dapat dikunjungi bersama teman, sabahat, keluarga, hingga kekasih hati. Bahkan dengan suasananya yang sejuk di tengah sekitar area persawahan membuat tidak jarang para pengunjung mengajak kolega atau kerabat kerja untuk bersantai di pinggiran waduk.
Tidak hanya itu, Waduk Cengklik juga menjadi tujuan para pesepeda baik dari suatu klub, keluarga besar, sampai rekan kerja. Biasanya kelompok profesi tertentu akan menyambangi Waduk Cengklik dengan bersepeda untuk melepas penat dan menikmati suasana pedesaan sembari mengamati berbagai aktivitas masyarakat di waduk.
Waduk Cengklik juga memiliki arena bermain yang aman sekaligus nyaman untuk anak-anak. Di area bermain terdapat banyak permainan yang patut dicoba untuk sekadar menyenangkan hati. Selain itu juga terdapat pujasera (pusat jajanan serba ada) yang menyuguhkan aneka panganan khas Boyolali dan sekitarnya. Dari makanan berat hingga camilan banyak tersedia dengan harga murah meriah.
Meski keberadaannya sebagai objek wisata, para penjaja makanan menjual dagangannya dengan harga lokal sesuai standar kantong masyarakat Boyolali tanpa membanting harga bagi para wisatawan. Misalnya saja untuk menikmati sepincuk gendar pecel, pembeli hanya perlu merogoh kocek Rp5.000 dan untuk segelas teh hangat atau es teh hanya sekitar Rp2.500. Harga yang cukup murah untuk dinikmati bersama sanak saudara.
Karena banyaknya hasil ikan dari waduk, banyak masyarakat sekitar yang menjajakan ikan bakar yang menjadi sajian andalan kegemaran pengunjung. Ikan bakar diolah dari ikan segar yang dibudidayakan masyarakat sekitar waduk sehingga terdapat kekhasan pada rasa masakannya. Apabila tidak cukup untuk menikmati ikan bakar di tempat, pengunjung bisa membeli ikan untuk dibawa pulang atau bisa juga membeli ikan segar untuk diolah sendiri.
Wisatawan juga dapat menyewa perahu di waduk Cengklik untuk mengelilingi area waduk dan cukup membayar sekitar Rp50 ribu untuk menyewa satu perahu. Wisatawan juga dapat mengamati bagaimana Waduk Cengklik sebagai tempat wisata yang dapat membantu masyarakat sekitar untuk kehidupan sehari-hari. Sektor wisata yang terus dikembangkan oleh pemerintah Kabupaten Boyolali bersama masyarakat menunjukkan kesejahteraan yang lebih baik dari sebelumnya.
Bahkan keindahan waduk dengan latar belakang gagahnya Gunung Merapi dan Gunung Merbabu membuat banyak para fotografer berdatangan silih berganti mengabadikan setiap momen yang hadir. Saat fajar menyingsing dan matahari terbit dari ujung timur menjadi saat yang tepat untuk merekam keelokannya. Selain itu di siang hari para penikmat seni fotografi dapat memotret pemancing, penebar jala, perahu, hingga tumbuhan eceng gondok yang banyak tumbuh dengan bunganya yang indah di permukaan air. Apalagi kala senja tiba, saat sinar matahari semakin redup di antara Gunung Merapi di sisi selatan dan Merbabu di sisi utara. Para pemburu foto berkumpul di sini.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu!