TelusuRI kembali berhasil menggelar Sekolah TelusuRI yang bertajuk ”Bikin Karya Tipografi dari Aksara di Nusantara”, bertepatan pada Hari Aksara Internasional pada tanggal 8 September 2021 lalu. Harapannya, Sekolah TelusuRI kali ini berhasil untuk menggaet minat generasi muda untuk mempertahankan warisan budaya yang telah diwariskan nenek moyang turun temurun.
Aditya Bayu dari Aksara di Indonesia dan Adien Gunarta dari Wikimedia Indonesia menemani para peserta menerangkan berbagai ragam aksara di nusantara, upaya pelestarian aksara di nusantara, serta implementasi aksara pada karya visual.
Rangkaian kegiatan yang terdiri dari temu wicara dan lokakarya ini membahas juga seluk beluk sejarah dan keberagaman Aksara Nusantara serta lokakarya cara menulis aksara daerah serta Aksara Challenge dimana TelusuRI mengajak para peserta untuk membuat karya visual dari aksara. Acara ini dipandu oleh Azlina Fitri dan Irsyad Saputra yang menyapa hangat para peserta.
Keragaman Aksara Nusantara
Pemateri pertama, Aditya Bayu menyampaikan materinya dengan seksama. Aksara Nusantara terdiri dari beberapa aksara diantaranya Aksara Kawi, Lontara, Bali, Jawa, Sunda, Lampung, dan lainnya. Semua aksara ini berakar pada kebudayaan India yang kemudian beradaptasi dengan kebiasaan lokal hingga menjadi otentik. Aksara- aksara ini awalnya ditulis pada daun lontar atau dipahat pada batu. Berbagai karya dihasilkan pada masa Hindu-Budha seperti prasasti-prasasti, serat, hingga kitab-kitab, begitupun pada masa Islam.
Pada masa kolonial, aksara semakin termodernisasi akibat adanya mesin cetak. Berbagai Aksara Nusantara dipakai, dipelajari dan ditampilkan pada berbagai media seperti surat kabar, buku, dan lainnya. Aksara Nusantara dinilai mempunyai estetika dan nilai jual selain nilai politik. Setelah masa kemerdekaan, aksara-aksara penggunaanya mulai meredup, masa ini biasa disebut the messy period. Penggunaan aksara-aksara hanya digunakan pada hal yang bersifat seremonial seperti penamaan di plang nama jalan, di kantor-kantor pemerintahan. Huruf alfabet dianggap dapat mewakili seluruh Indonesia untuk bersatu.
Sampai masa sekarang, penulisan aksara seringkali terdapat kesalahan yang membuat huruf-huruf yang ditulis dibaca dengan salah atau tidak memiliki makna sama sekali, hal ini akibat dari berkurangnya minat dari generasi ke generasi untuk mempelajari pembacaan Aksara Nusantara. Aksara-aksara juga terdapat gaya penulisan yang unik hingga bisa membingungkan pembaca awamnya untuk mengenali huruf per hurufnya.
Syukurnya, menurut Adit, beberapa pemuda mulai melakukan perubahan dengan menyadari pentingnya aksara sebagai identitas dan budaya bangsa yang harus dipertahankan, salah satunya dengan cara mengajarkannya kepada sekitar. Beberapa komunitas yang didirikan seperti komunitas desain yang menggaet anak-anak muda untuk mendesain menggunakan font Aksara Nusantara. Ada juga pendesainan ulang logo-logo populer seperti Coca Cola, KFC, Burger King, dan lain lain dengan menggunakan Aksara Nusantara. Penggunaan logo-logo populer menurut Adit, bisa memicu para pemuda untuk bersemangat dalam melihat aksaranya dipakai secara komersial seperti yang telah kita lihat pada negara dengan aksara bukan alphabet seperti Thailand, Arab, India, dan lainnya.
Sesi tanya jawab berlangsung seru. Para peserta saling berebut mengajukan pertanyaan kepada Adit menyoal Aksara Nusantara. Salah satu penanya menanyakan langkah selanjutnya dalam mempelajari aksara, karena dia sudah belajar sedari sekolah tentang Aksara Jawa. Adit menjawab bahwa belajar aksara jangan hanya terhenti dari bangku sekolah, mulai mengeksplorasi apa saja yang bisa jadi media belajar, bisa dari majalah, naskah, dan bisa kembali mempraktikkan penulisannya juga.
Aksara Nusantara dalam Karya Visual
Berlanjut ke sesi selanjutnya, ada Adien Gunarta yang merupakan kreator visual dan juga pengajar di Universitas Airlangga. Ia memaparkan kepada peserta beragama cara memajukan aksara di Nusantara. Adien menjelaskan bagaimana Indonesia adalah pengguna Aksara Latin terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Faktanya, penggunaan masif Aksara Latin di Indonesia bukan tanpa sebab; sejak Bangsa Barat mengenalkan aksara tersebut sebagai aksara populer dalam penyebaran pengetahuan dan pers, aksara ini kemudian menjadi lebih familiar dan dipilih oleh founding father sebagai aksara yang menyatukan seluruh Indonesia.
Menurut Adien, kita bisa melestarikan pengajaran aksara dengan mengenal, berkarya, dan memberi pengaruh. Derajat fungsionalitas aksara di Nusantara ada beberapa macam seperti murni ornamen, ornamen terbaca, aksara pendamping, murni dwi aksara, dan aksara utama. Adien menambahkan ada 17 sektor ekonomi kreatif yang bisa dipadukan dengan 10 objek pemajuan kebudayaan Nusantara antara lain bisa dalam bentuk animasi, musik, televisi, kriya, kuliner, arsitektur, dan lain lain.
Saran oleh Adien adalah kita bisa memberikan pengaruh dari diri kita sendiri. Pengaruh perseorangan bisa dalam bentuk publikasi. Dengan adanya sosial media, kita jadi lebih mudah untuk berbagi kesukaan maupun hobi, termasuk dalam membagikan kesadaran mengenai aksara yang kita miliki. Beberapa komunitas juga aktif menjadi katalisator aksara daintaranya komunitas WMID, writingtradition.id, komunitas Aksara Sunda Jabar. Pemerintah sudah aktif dalam penyelenggaraan pelestarian khususnya dalam produk hukum seperti UUD 1945 pasal 32 ayat 2, UU No 5 tahun 2007 pasal 5, Perpres 63 Tahun 2019 dalam beberapa pasalnya.
Adien juga memaparkan kesalahan-kesalahan dalam penggunaan Aksara Nusantara. Kesalahan ini didapati cukup umum terjadi dan tidak kita sadari. Menulis Aksara Latin bergaya Aksara Nusantara tidak sama dengan menulis Aksara Nusantara, membuat Aksara Nusantara dengan ejaan yang keliru, tidak berkonsultasi dengan ahli, selalu mengasosiasikan Aksara Nusantara dengan kekunoan. Hal-hal diatas sedapatnya harus kita hindari. Memasuki sesi tanya jawab, para peserta kembali antusias menanyakan beberapa pertanyaan kepada Adien. Pertanyaan demi pertanyaan sudah terjawab hingga akhirnya tidak terasa waktu untuk praktik menulis aksara dimulai!
Praktik Menulis Aksara Jawa
Pada praktik penulisan aksara kali ini yang digunakan adalah Aksara Jawa dan dipandu oleh Aditya Bayu. Para peserta memperhatikan dengan seksama dengan modul yang sudah diberikan sebelumnya. Aditya menjelaskan bagaimana penulisan Aksara Jawa serta perubahan-perubahan bentuknya. Peserta saling mengirim nama yang ingin dijadikan contoh dalam penulisan Aksara Jawa. “Pembelajaran awal lebih penting untuk terbiasa dengan sistem menulisnya daripada hafal tabel terlebih dahulu,” jelas Adit.
Dengan telaten, para peserta mengikuti instruksi yang telah diberikan oleh Adit untuk menuliskannya di pulpen dan kertas masing-masing. Peserta memamerkan hasil tulisan mereka masing-masing dan diikuti dengan sesi foto bersama. Acara diakhiri dengan Aksara Challenge untuk membuat karya visual dengan tema perjalanan dan pariwisata dengan inspirasi dari aksara yang ada di Indonesia. Peserta yang menang berhak mendapatkan merchandise yang akan diproduksi oleh Tokome.
Ditulis oleh: M. Irsyad Saputra
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.