Travelog

Semangat Anak-Anak Pulau Lanjukkang Mengejar Mimpi

Petualangan dari hari Jumat ke Minggu beberapa waktu lalu saya mulai bersama teman-teman dengan memarkirkan motor di tempat parkir dalam Pelabuhan Paotere, Makassar. Tepatnya di samping masjid. Seorang bapak paruh baya menyambut kami. Ia mengamankan helm-helm kami di tempat terpisah. Cukup membayar jasa parkir Rp15.000 untuk tiga hari.

Setelah parkir, kami berjalan keluar dari pelabuhan menuju ke arah kanal. Di sini, kapal-kapal kecil seringkali tidak memiliki nyali bersandar di Pelabuhan Paotere. Mereka bersandar di antara kapal kecil lainnya di sepanjang kanal. 

Kali ini, tim Sikola Cendekia Pesisir (SCP) akan melakukan perjalanan mengajar tiga hari ke pulau terluar Makassar, yakni Lanjukkang. Kami bekerja sama dengan tim Kejar Mimpi, sebagai salah satu agenda perayaan milad komunitas pemuda tersebut. Kejar Mimpi merupakan gerakan sosial yang dibentuk oleh salah satu bank swasta di Indonesia. Fokus komunitas ini adalah peningkatan kemampuan dan kapasitas anak-anak muda. Kami cukup beruntung mendapat kesempatan sebagai penanggung jawab untuk program Pojok Mimpi. Memberikan donasi buku bahan bacaan untuk anak-anak usia sekolah dasar, serta mengadakan kelas belajar dan bermain selama sehari di pulau. 

Kami menunggu cukup lama di kanal. Padahal kapal yang kami sewa dari Pulau Lumu-Lumu telah bersandar di kanal setengah jam yang lalu. Sayangnya beberapa partisipan dari beragam komunitas ini tidak cukup menghargai waktu, sehingga pelayaran tertunda nyaris dua jam. Kami akhirnya berangkat sekitar pukul 11.00 WITA dan tiba dengan selamat di Pulau Lanjukkang kira-kira 2,5 jam kemudian. 

Semangat Anak-Anak Pulau Lanjukkang Mengejar Mimpi
Perjalanan dari kanal Paotere ke Pulau Lanjukkang/Nawa Jamil

Sisi Lain Pulau Lanjukkang

Saya terakhir mengunjungi pulau ini sekitar 2018 lalu. Sewaktu lokasi binaan Komunitas Sikola Cendekia Pesisir masih di Pulau Langkai, tetangga Pulau Lanjukkang. Kala pertama kali ke sini, kami bersandar tepat di daerah Villa Tua, tetapi kini kapal bersandar di area pulau sebaliknya. Banyak hal yang terjadi selama lima tahun terakhir. Area gusung pulau banyak berubah. Dahulu gusung pulau memanjang di area timur laut, sekarang justru menjorok lebih ke arah timur dan barat. Ternyata setelah berbincang dengan beberapa warga, abrasi dan perubahan iklim beberapa tahun belakangan ini—percaya atau tidak—berpengaruh cukup besar terhadap topografi pulau yang indah dengan air biru dan pasir putih.

Lanjukkang menyimpan sejarah panjang. Begitu pun pekerjaan rumah pemerintah yang masih itu-itu saja hasilnya. Berhubung tim SCP bertanggung jawab dalam program Pojok Mimpi dan mengajari anak-anak keesokan harinya, sore setelah briefing dan istirahat sebentar, kami langsung membagi tim untuk melakukan asesmen kemampuan calistung (baca-tulis-hitung) anak-anak di pulau ini.

Tim terbagi menjadi dua. Sebagian ke utara, lalu sebagian lagi ke arah sebaliknya. Sore itu, saya dan tiga orang teman lainnya menyusuri arah utara dan berhenti di sebuah rumah. Terdapat seorang anak yang tengah memainkan senar putus di tangannya. Tampaknya ia berusaha memperbaiki ukulele tua itu. 

Rumah pertama yang kami tempati itu memiliki tiga orang anak usia sekolah. Total ada sekitar 20 anak usia sekolah—yang sayangnya—hanya bersekolah tiga kali dalam sebulan. Itupun bukan di Pulau Lanjukkang. Mereka harus menempuh perjalanan ke Pulau Lumu-Lumu, begitu mendapat informasi jika guru mereka ada di pulau tersebut. Anak-anak Pulau Lanjukkang sama seperti anak-anak pulau lainnya. Mereka anak-anak yang manis, senang membaca buku dengan ilustrasi berwarna, juga sedikit jahil. Namun, mereka tidak sebanyak anak-anak di pulau lainnya sehingga berbagai fasilitas dasar, seperti puskesmas pembantu, ruang kelas dan guru untuk tingkat pendidikan pertama tidak kami jumpai di pulau ini.

Dahulu di Lanjukkang ada sebuah komunitas yang bercita-cita mendirikan sekolah tetap di sini. Pertikaian politik beberapa tahun kemarin berdampak pada mangkraknya pembangunan sekolah. Ditambah kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap seorang pimpinan daerah di Sulawesi Selatan, donor utama komunitas tersebut. Sekolah tersebut berada di titik pulau yang ramai ditinggali. Tanpa dinding dan menyedihkan. Bertahun-tahun terbengkalai, kini hanya jejak yang tertinggal. Tidak ada lagi yang lain. 

Satu Hari yang Menyenangkan

Semalam kami tidur di bale-bale persis menghadap ke laut. Sederhana saja. Beralaskan bambu, beratap daun nipah, dan tanpa dinding sehingga angin laut langsung menerpa kulit. Menembus sarung yang tidak begitu tebal. Salah satu hal yang akan selalu kami rindukan dari kegiatan mengajar ke pulau adalah momen bercerita sampai malam menuju pagi yang terjadi begitu saja. Lalu keesokan paginya, kami bangun lebih lama dibanding matahari terbit. Saat bangun, matahari sudah beberapa derajat di atas khatulistiwa. Pagi itu kami langsung sarapan, berganti pakaian, dan bersiap-siap mengajar. 

Semangat Anak-Anak Pulau Lanjukkang Mengejar Mimpi
Salah satu relawan sedang mengajar anak-anak pulau/Nawa Jamil

Anda dapat dengan mudah menemukan bale-bale sepanjang pantai di pulau ini. Bale-bale atau gazebo sering disewakan kepada para turis yang datang ke pulau ini. Beberapa datang untuk snorkeling atau sekadar mengabadikan keindahan alam di sekitar Pulau Lanjukkang. Pagi ini akan ada pembukaan, peresmian pojok mimpi, penyerahan buku donasi, serta kelas kreatif bagi perempuan pulau. 

Tepat pukul 08.00 WITA, kami mulai membuka acara yang selanjutnya berlangsung meriah. Saya tidak tinggal sampai acara pembukaan selesai, sebab harus menyiapkan ruangan untuk kelas belajar dan bermain anak setelahnya. Tidak sampai sepuluh menit kemudian, langkah-langkah kecil mereka yang sedikit berlari terdengar makin dekat. Anak-anak datang dan kami pun melalui empat jam belajar yang menyenangkan. Terlepas anak-anak yang cepat bosan dan selalu mengajak main, mereka sangat menikmati proses belajar dengan buku-buku cerita berwarna.

Semangat Anak-Anak Pulau Lanjukkang Mengejar Mimpi
Penyerahan piagam penghargaan antara tim SCP dan Kejar Mimpi/Nawa Jamil

Kelas selesai tepat di siang hari. Sebelum anak-anak kembali ke rumah, beberapa di antaranya semangat mengajak kami berenang nanti sore. Tentu kami sambut dengan senang hati. Di Lanjukkang, laut adalah tempat bermain terasyik. Di sini anak-anak lebih cepat tahu cara berenang dibandingkan membaca. Mereka begitu senang berenang, menyelam, dan bermain di pasir yang putih. Pulau ini begitu membekas—tercantik di antara pulau-pulau yang pernah saya datangi sejauh ini—karena warganya yang ramah dan anak-anak begitu menggemaskan. 

Di tengah kesibukan saya di Makassar, perjalanan tiga hari di Pulau Lanjukkang memberi angin segar dan semangat baru. Begitu banyak pekerjaan rumah terkait penyediaan layanan publik yang harus ditingkatkan di berbagai pulau-pulau kecil di sini. Namun, di tengah keterbatasan yang ada, warga Pulau Lanjukkang tetap hidup bersahaja dan harmonis dengan alam.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Menumbuhkan sayur di halaman rumah dan menulis sebagai Nawa Jamil.

Menumbuhkan sayur di halaman rumah dan menulis sebagai Nawa Jamil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Sarappo Caddi dan Semangat Anak-Anak Pulau