Beberapa bulan tidak ke kawasan Malioboro, saya dan Nyonya terpana melihat perubahan yang dialami trotoar depan Kantor Pos Besar Yogyakarta. Alih-alih sepeda motor, sekarang tempat itu malah ramai oleh wisatawan domestik yang duduk-duduk sambil berfoto di atas tempat duduk unik berbentuk bola-bola besar.

Dari Kantor Pos Besar, kami belok ke arah selatan, kemudian tiba di Alun-alun Utara.

Sekaten, tradisi tahunan Keraton Yogyakarta, membuat Alun-alun Utara jadi begitu semarak. Orang-orang lalu-lalang, sepeda motor diparkir teratur di pinggir jalan, dan lampu-lampu pasar malam yang warna-warni berpendaran seakan-akan sedang berusaha mati-matian mengalahkan gelap. Sayup-sayup, suara lolongan serigala membahana dari beberapa rumah hantu di ujung selatan alun-alun.

sekaten 2018

Salah satu wahana permaianan anak-anak/Fuji Adriza

Ramai, tapi tetap teratur. Inilah yang membedakan Yogyakarta dari daerah-daerah lain.

Kami memarkir motor di sisi utara. Dari sana, kami melangkahi besi pembatas jalan, kemudian larut dalam keramaian salah satu acara yang paling dinanti-nanti masyarakat Yogyakarta itu.

Mencicipi cumi-cumi bakar di Sekaten 2018

Saya sengaja mengajak Nyonya lewat labirin tenda-tenda di Sekaten 2018, bukannya jalan utama, untuk menghindari keramaian. Kami berjalan pelan ke arah selatan menuju wahana-wahana permainan. Bagi saya, wahana-wahana permainan itulah yang menjadi daya tarik utama Sekaten 2018—dan edisi-edisi Sekaten sebelumnya, tentunya.

sekaten 2018

Penjual VCD dan “jersey”/Fuji Adriza

Favorit saya ada dua, yakni kora-kora dan ombak banyu. Tapi, kalau boleh memilih, di antara dua wahana permainan itu saya paling suka kora-kora.

Sensasinya benar-benar wow—menggelitik perut. Bayangkan saja; dengan pengamanan minim kamu diayunkan kencang sampai berada pada posisi tegak lurus dengan permukaan tanah! Waktu saya naik kora-kora dulu, orang yang duduk di depan saya sampai menangis. Lebih lucu lagi, orang yang duduk berseberangan dengan saya—di ujung satunya perahu—sampai muntah di TKP. Untung saya tidak kena.

Ombak banyu juga seru. Tapi, serunya bukan di sensasi menaikinya, namun melihat “operatornya” menggelayut di tiang-tiang wahana itu untuk membuat ombak banyu berputar makin laju.

sekaten 2018

Bianglala “legendaris”/Fuji Adriza

Naik bianglala—yang kemarin sempat heboh di feed Instagram itu—saya belum pernah. Nyonya juga belum. Waktu saya iseng menggodanya untuk naik bianglala, Nyonya dengan sepenuh hati bilang, “Emoh! Nggak mau!”

Saya pun mengalihkan pandangan ke sekitar. Di sebelah utara wahana-wahana permainan banyak lapak makanan dan minuman. Di Sekaten 2018 ini, banyak sekali lapak yang menjual cumi-cumi bakar. Cara memasaknya unik. Setelah dimasak di wajan datar, cumi-cumi yang disate itu kemudian dibakar dengan gas torch.

Nyonya, fans berat sate, tentu saja tertarik. Kami ke salah satu lapak dan Nyonya memesan satu tusuk. Tak sampai lima menit, makanan itu jadi. Rasanya enak dan porsinya lumayan. Untuk ukuran seafood, harganya juga tak terlalu mahal, yakni Rp 25.000.

sekaten 2018

Cumi-cumi bakar/Fuji Adriza

Awul-awul kebal inflasi

Dari wahana permainan, kami lanjut ke awul-awul. Bagi yang belum familiar, bolehlah saya berikan sedikit introduksi tentang awul-awul.

Awul-awul alias pakaian bekas impor adalah kawan akrab para pelajar dan mahasiswa Jogja yang kere namun ingin tetap tampil maksimal. Salah satu jenis pakaian yang paling banyak ditawarkan di awul-awul adalah jaket. Makanya kawan-kawan saya yang hobi naik gunung dulu menjadikan awul-awul sebagai tempat buat dapat jaket bekas branded.

sekaten 2018

Harga pakaian di awul-awul/Fuji Adriza

Rahasianya supaya bisa dapat harta karun di awul-awul adalah pengetahuan. Kalau tahu merk, pasti kamu akan dapat pakaian bekas bagus berkualitas dengan harga miring di awul-awul. Kalau tak tahu merk, kamu takkan dapat apa-apa—atau bisa dapat namun dengan harga mahal. Sayangnya, makin ke sini para penjual makin tahu merk.

(Anehnya, harga awul-awul seolah-olah kebal inflasi. Setidaknya dari 10-12 tahun yang lalu, kisaran harganya masih tetap sama. Padahal harga nasi telur dan es teh saja sudah naik 100% dari sekitar 10 tahun yang lalu.)

Ini malam ada satu yang membuat saya tertarik, yakni kemeja flanel. Tebal, meskipun kancing sakunya sudah raib. Harganya pun lumayan murah, cuma Rp 45 ribu. Sebenarnya saya ingin beli. Tapi, setelah saya pikir lagi, sepertinya saya tak terlalu butuh kemeja flanel. Saya masih punya satu setel yang juga masih bagus.

sekaten 2018

Pedagang sate dekat panggung utama/Fuji Adriza

Dari awul-awul, kami mengelilingi Sekaten 2018 sekali lagi. Kami juga sempat menyelinap ke dalam tenda raksasa yang memamerkan kerajinan yang diproduksi UMKM Yogyakarta. Kemudian, dari sana kami kembali berjalan lewat kios-kios yang menjual aneka produk, mampir ke panggung utama, kemudian kembali ke parkiran.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar