Events

Bercerita dan Membuat Karya Toleransi di Ruang Ragam Karya: Coaching Clinic Provinsi Jawa Timur

Ruang Ragam Karya: Coaching Clinic kembali diadakan, kali ini di Provinsi Jawa Timur. Merupakan serangkaian pelatihan dan lokakarya pembuatan video untuk siswa sekolah menengah dan madrasah aliyah negeri yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai isu toleransi, pluralisme, dan kesetaraan gender, serta literasi media dalam kehidupan bermasyarakat. Kegiatan ini dilaksanakan di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Sesi kali ini berlangsung di Jawa Timur, dan dilaksanakan secara daring. 

Toleransi Berbudaya, Media, dan Realita

Ruang Ragam Karya: Coaching Clinic sesi pertama yang bertemakan “Toleransi Berbudaya, Media, dan Realita” membahas bagaimana pengertian toleransi, pluralisme, dan kesetaraan gender dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pembicara kali ini menghadirkan Kandi Aryani Suwito, salah satu pengajar di Universitas Airlangga jurusan komunikasi, dan sekarang sedang menempuh pendidikan doktoralnya di King’s College London. 

Setelah memperkenalkan dirinya dan menyapa para peserta, Kandi membawakan materinya yang berjudul Menjadi Berbeda, Menjadi Indonesia. Kandi menceritakan pengalamannya sewaktu mengurus kegiatan mahasiswa,  ada beberapa mahasiswa Papua yang merasa dirinya bukan bagian dari Indonesia karena perilaku rasis yang mereka dapatkan di tanah kelahirannya. Tentu Kandi merasa sedih dengan teman-teman Papua yang mendapat sikap rasisme dari masyarakat Indonesia lainnya.

Kandi memaparkan kenapa mudahnya terjadi intoleransi; karena kita merasa asing dengan budaya lainnya yang menimbulkan perasaan tak nyaman dan waspada, yang tanpa disadari membawa kepada sifat intoleransi. Sikap intoleransi bisa timbul akibat kita tidak dibiasakan untuk melihat perbedaan karena kita tidak mengenali hal tersebut secara baik. 

Kandi melanjutkan materinya dengan menampilkan cuplikan video dari film Surat Untuk Bidadari. Film yang bercerita tentang kebudayaan masyarakat Sumba yang disutradarai oleh Garin Nugroho, sutradara kondang asal Indonesia yang menyukai membuat film dengan latar orang-orang daerah. 

Konsep keberagaman dalam masyarakat yang pluralis, menurut Kandi tidak diperkenankan kelompok mayoritas menggusur dan menindas kelompok minoritas. Para peserta dapat berperan sebagai pengawas di lingkungannya masing-masing. Penjelasan kemudian dilanjutkan dengan pemaparan bentuk-bentuk intoleransi diantaranya rasisme (superioritas ras dan diskriminasi karena perbedaan fisik), seksisme (diskriminasi karena perbedaan gender dan orientasi seksual), dan kekerasan agama (diskriminasi karena perbedaan keyakinan).

Kandi juga menjelaskan apa itu kelompok marjinal kepada para peserta. Menurutnya, kelompok marjinal adalah kelompok yang secara jumlah lebih kecil dan memiliki perbedaan nilai dibanding mayoritas, terpinggirkan secara peran dan dibatasi keterlibatannya dalam pengambilan keputusan, dan tidak memiliki akses pendidikan, ekonomi, teknologi serta politik.

Setelah selesai memaparkan materi, Kandi kemudian meminta para peserta untuk berdiskusi dalam kelompok-kelompok yang telah ditentukan oleh panitia. Peserta diajak untuk bercerita dalam kelompok-kelompok kecil untuk menceritakan pengalamannya yang berkaitan dengan toleransi atau intoleransi di sekitar mereka. 

Seusai diskusi kelompok, para peserta diminta Kandi untuk menceritakan kembali apa yang telah mereka diskusikan tadi. Salah satu perwakilan kelompok satu, Albert menceritakan hasil diskusi mereka mulai dari menilai diri sendiri apakah sudah berperilaku toleransi dan menegur orang lain yang berperilaku intoleran. Hikmal yang tadi berdiskusi di kelompok dua menjelaskan bagaimana permasalah intoleransi bisa muncul dan bagaimana cara bertahan dari masalah tersebut. Lely yang berasal dari kelompok tiga mengakui dirinya pernah melakukan tindakan intoleransi dan menyadari bahwa toleransi penting untuk hidup damai.

Karena diakhir pembelajaran peserta akan ditugaskan membuat sebuah video pendek mengenai toleransi, Kandi menjelaskan kepada para peserta bagaimana riset yang baik untuk para pembuat konten sebelum mulai berkreasi.  Investigasi fakta dan cek sumber tulisan beserta penulis yang bersangkutan agar mendapatkan sumber yang kredibel. Terakhir nasihat yang diberikannya kepada para peserta adalah selalu kritis untuk menyikapi sesuatu dan tidak perlu berpikir mengubah dunia, cukup dengan mengubah diri sendiri terlebih dahulu.

Toleransi Bernarasi

Sesi kedua dari rangkaian acara Ruang Ragam Karya: Coaching Clinic Provinsi Jawa Timur mengangkat tema “Toleransi Bernarasi” yang membahas cara pembuatan narasi yang baik dalam menyampaikan pesan terutama narasi toleransi, pluralisme, dan kesetaraan gender. Adalah Dinda Lisna Amilia yang menjadi pembicara pada kali ini. Dinda merupakan seorang dosen di Universitas 17 Agustus 1945 yang juga pernah menjadi jurnalis di Jawa Pos.

Sebelum memulai materi, Dinda menanyakan kepada para peserta, dari ketiga topik yakni toleransi, pluralisme, dan kesetaraan gender manakah yang menjadi topik pilihan untuk diangkat sebagai narasi? Dinda sendiri cenderung memilih topik kesetaraan gender yang mana katanya banyak kasus yang terekspos karena korban sudah berani untuk mengungkap dan diangkat oleh media.

Salah satu peserta, Riyan menyukai topik pluralisme karena Indonesia yang banyak budaya. Sedangkan Hikmal memilih topik kesetaraan gender karena maraknya pelecehan seksual, terlebih pelecehan seksual tidak terbatas hanya pada satu gender tetapi semua gender. 

Dinda kemudian memulai materi penulisan naskah. “Cara menyampaikan pesan itu lebih  penting daripada pesan itu sendiri,” ucap Dinda. Cara penyampaian yang tidak baik tidak akan diterima, meskipun isi narasinya bagus. Dalam menulis naskah konten perlu diingat: apa pesannya dan bagaimana menyampaikannya. 

Dalam penyampaian pesan, pembuat konten harus bisa melihat pertimbangan berbagai faktor untuk meminimalisir konflik. Elemen ‘bagaimana’ harus sesuai dengan tujuan pembuatan konten dan narasi yang tidak mendiskreditkan sesuatu. Dinda mengingatkan pentingnya verifikasi sumber riset. Sumber riset  adalah referensi data yang kita ambil dari buku/internet/jurnal dan wajib hukumnya memilih sumber yang akurat dan kredibel. 

Dalam menilai sebuah sumber kredibel atau tidak, Dinda memberikan beberapa masukan: memperlakukan informasi dengan kritis dan ada validasi dari sumber lain yang kredibel. Dinda mengingatkan peserta untuk tidak lupa mencantumkan sumber yang digunakan agar tidak melanggar hak cipta.

Kemudian Dinda juga menyarankan gaya bahasa yang sesuai dengan target penonton, semisal dengan anak-anak harus memakai gaya bahasa yang mudah dicerna, bila targetnya remaja adalah gaya bahasanya tajam dan easy going, sedangkan bila targetnya adalah orang tua maka harus memakai gaya bahasa yang to the point dan santun. Setelah penjelasan panjang lebar hingga cara pembuatan shot list, Dinda menyuruh para peserta untuk berlatih membuat naskah video pendek.

Dalam waktu kurun 15 menit, para peserta berhasil membuat naskah kasar dari sebuah video pendek. Albert membuat naskah yang bercerita tentang intoleransi yang berhubungan tentang harta, ada juga Ahmad Rahmatullah yang membuat naskah tentang toleransi antar agama di sekolah. Beberapa peserta antusias bertanya mengenai cara pembuatan naskah yang benar. Namun waktu yang terbatas akhirnya harus mengakhiri sesi kali ini.

Toleransi Jadi Karya

Toleransi Jadi Karya adalah tema dari sesi ketiga dari rangkaian acara Ruang Ragam Karya: Coaching Clinic Provinsi Jawa Timur. Kali ini para peserta akan mempelajari bagaimana cara membuat video yang baik; dari sesi pra hingga pasca produksi yang dapat menjadi sebuah karya yang dapat menyampaikan pesan utamanya tentang toleransi, pluralisme, dan kesetaraan gender dengan menghadirkan Wimardana Herdanto.

Sesi pembelajaran dimulai dari mendefinisikan apa itu video. Masing-masing peserta kemudian menuliskan jawaban mereka di kolom chat. Pertanyaan kemudian dilanjutkan dengan menanyakan definisi film, para peserta berebut mengetikkan jawabannya di kolom chat.

Wimar melanjutkan materi dengan penjelasan mengenai komposisi. Komposisi adalah suatu cara untuk mengatur, menyusun, dan meramu berbagai elemen visual yang ada dengan memperhatikan kaidah yang ada hingga harmonis. Ada tiga komposisi yakni komposisi simetris yang menempatkan subjek di tengah gambar, ada komposisi dinamis yang bebas menempatkan objek dimanapun, dan ada komposisi rule of third yang membagi layar menjadi tiga bagian. Kemudian Wimar menjelaskan mengenai angle kamera, type of shot, serta editing

Beberapa tahapan, yang menurut Wimar harus diperhatikan ketika mengedit video agar karya yang dihasilkan bagus: motivasi, informasi, komposisi, suara, angle kamera, kontinuitas, garis mata. Kemudian Wimar memperkenalkan jenis-jenis transisi yang biasa digunakan pada film/video.Pada sesi tanya jawab, banyak dari peserta mulai bertanya, semisal bagaimana cara belajar untuk mengambil footage, cara mengatur kontras dan filter warna yang sesuai vibes, dan lainnya. Dengan sabar Wimar menjawab satu per satu pertanyaan yang ditanyakan para peserta. Menutup sesi pembelajaran, Wimar berpesan kepada para peserta untuk terus berlatih membuat video pendek meski dengan alat yang sederhana.


Creative Youth for Tolerance (CREATE) atau Kreativitas Anak Muda untuk Toleransi

Program CREATE bertujuan untuk meningkatkan penghargaan keberagaman dan toleransi di sekolah menggunakan pendekatan berbasis seni dan budaya. CREATE dirancang untuk mengatasi tanda intoleransi yang mengkhawatirkan, serta aneka perilaku intoleran di sekolah yang dapat berkontribusi mengancam demokrasi dan penghargaan terhadap keberagaman di Indonesia.

Program ini diinisiasi oleh Yayasan Hivos yang terinspirasi oleh nilai-nilai humanis, bekerjasama dengan Rombak Media, Perkumpulan Pamflet Generasi, Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR), Youth Interfaith Forum on Sexuality (YIFoS), dan Center for Marginalized Communities Studies (CMARs), dengan dukungan dari The United States Agency for International Development (USAID).


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Header: Unsplash/Shane Rounce

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *