Kurang lengkap rasanya tinggal di tempat baru kalau tidak mengenal destinasi wisata di sekitar sana. Itu saya alami ketika ditempatkan oleh kantor di Kotobangon, Kotamobagu, Sulawesi Utara. Lagipula, mencari tempat wisata setidaknya bisa jadi alasan untuk keluar dari kamar kos di akhir minggu.
Bermula dari ajakan dua kawan sekantor yang juga perantau, Sabtu pagi itu saya melompat ke mobil yang kami sewa. Tujuan kami hari itu adalah Pulau Tiga yang berada di Desa Maelang, Bolaang Mongondow.
Sebelum jalan-jalan, saya sempat berselancar di internet untuk mencari tahu seperti apa Pulau Tiga. Katanya pulau itu bagus untuk snorkeling. Tapi apa boleh buat. Jangankan snorkeling, berenang pun saya tak mampu.
Kami bertiga melewati jalan berliku menuju Desa Maelang. Aspal mulus selama tiga jam itu tidak membuat saya mabuk perjalanan. Sepanjang jalan saya dan dua kawan saling bertukar cerita tentang masa kuliah, daerah asal, hobi, ataupun melempar cerita-cerita lucu.
Dari Kotobangon, perjalanan langsung ke Maelang hanya bisa ditempuh dengan kendaraan pribadi. Jalan menuju Maelang itu lengang, sesekali naik turun dan berbelok. Jika diteruskan, jalan itu akan membawa kami ke provinsi sebelah, Gorontalo.
Naik perahu menuju Pulau Tiga
Tanpa terasa kami tiba di Desa Maelang. Kampung nelayan itu tidak seramai yang saya kira. Barangkali saya terkecoh dengan kata “wisata” saat diajak jalan-jalan ke sana.
Biasanya, lazimnya destinasi wisata, hari Sabtu adalah hari ramai. Pikir saya akan banyak orang yang menggelar tikar, makan di warung, atau menjual berbagai macam cenderamata di Desa Maelang. Ternyata saya keliru.
Saat sedang asyik menyerap kesan pertama, kawan saya memanggil. Rupanya ia sudah berhasil menemukan perahu menuju Pulau Tiga. Ongkosnya Rp 100.000 per orang. Setelah menyodorkan ongkos perahu, kami menyeberang.
Pulau Tiga ternyata sama saja sepinya dengan Maelang. Ketika kami tiba tak sampai lima perahu yang sandar di sana. Entah mana yang perahu nelayan dan mana yang membawa wisatawan, saya tak tahu.
Menginjakkan kaki di Pulau Tiga, hati saya dihinggapi rasa heran dan senang. Heran karena pulau itu begitu sepi, senang karena saya bisa merenung tanpa diganggu. Saya menyesal kenapa tidak bawa tenda saja sekalian. Kemping di pulau itu pasti bakal seru sekali!
Setelah foto-foto dengan kawan-kawan, saya menyepi. Saya ingin merekam sebanyak-banyaknya kenangan Pulau Tiga dalam memori: suara debur ombak, gradasi warna air, gemerisik pasir di bawah kaki, aroma laut, dan betapa tenangnya menyepi di Pulau Tiga.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
2 komentar
Pulau yg paling besar dari 3 pulau itu pemiliknya mantan pacarku…. Wkwkwkwk … benar ni…. Nostalgia.
Wah… Tulisan ini bikin inget kenangan lama dong, Kak? 😀