Keponakan dari Garut yang usianya baru enam tahun datang ke Bandung. Tentunya anak itu juga ingin main ke tempat-tempat wisata. Kata istriku, kasihan mereka jauh-jauh datang ke Bandung kalau tak diajak jalan-jalan. Diajak main, anak-anak pasti akan senang.

Uangku terbatas waktu itu. Jika kupaksakan mampir ke tempat wisata yang sedang tren pasti akan keluar biaya mahal. Maka kubawa saja mereka ke Taman Ade Irma Suryani yang tiket masuknya murah sekali, hanya Rp7.000 per orang.

Hari itu, tanggal 1 Juli 2019, keponakan dan cucuku tiba di rumah tepat pukul 8.30 WIB. Mereka naik kereta api dari Cibiru. Namanya anak-anak, baru datang saja mereka sudah langsung ingin berangkat ke tempat yang dimaksud. Setelah menunggu istriku mempersiapkan makanan yang nantinya akan dimakan bersama saat piknik, kami pun segera berangkat naik angkutan daring.

Taman itu berada di antara dua jalan, yakni Jalan Aceh (yang berhadapan dengan Kodam III Siliwangi) dan Jalan Belitung, di pintu masuk Kota Bandung. Penduduk asli Kota Bandung pasti tahu jika ditanyai soal taman itu. Taman Ade Irma Suryani sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Aku ada memori masa TK soal perjalanan ke Taman Ade Irma Suryani. Jika sekarang saja umurku sudah 48 tahun, mestilah taman ini sudah lebih tua.

Taman Ade Irma Suryani dibangun untuk mengenang putri Jenderal A.H. Nasution yang gugur pada peristiwa G30S. Namun taman itu juga populer sebagai Taman Lalu Lintas sebab di sana banyak rambu lalu lintas. Tujuannya konon supaya anak-anak yang datang ke sana bisa belajar dan paham urusan lalu lintas.

Walaupun itu saat itu libur sekolah, sedikit sekali pengunjung yang datang. Mungkin karena itu hari Senin.

Kalau tak salah, terakhir kali aku ke taman ini adalah sewaktu anak sulungku masih TK, saat usianya enam tahun dan usia adiknya empat tahun. Sekarang anak sulungku sudah SMA kelas X, anak keduaku SMP kelas VII.

Saat tiba, kami tak langsung ke area bermain anak-anak, melainkan keliling-keliling dulu melihat-lihat taman itu. Saat jalan berkeliling, aku dan istriku bergantian mengambil gambar di sudut-sudut yang menarik. Pikirku, berfoto, selain menyenangkan, juga bisa jadi ajang menyimpan kenangan. Bertahun-tahun lagi, foto-foto itu akan jadi bahan cerita bagi cucuku.

Usai mengitari taman, kami mencari tempat untuk duduk lalu membuka bekal, yakni nasi dibungkus daun pisang, goreng jengkol, goreng tahu, goreng tempe, dan sambal. Sambil melihat kendaraan lalu-lalang, kami benar-benar menikmati makanan itu meskipun tak habis.

Piknik di Taman Ade Irma Suryani Bandung/Deffy Ruspiyandy

Sesudah makan, cucu dan keponakanku sudah gatal ingin segera bermain. Mereka pun berlarian menuju tempat bermain gratis, seperti patung jerapah, kuda, dan sapi, juga arena permainan ketangkasan. Selain wahana permainan gratis, Taman Ade Irma Suryani juga punya atraksi-atraksi berbayar, seperti “kereta api,” sepeda, tempat memancing, dan kolam untuk berenang. Kebetulan istri temanku kerja di taman itu, jadi kami punya tiket gratis untuk permainan-permainan berbayar itu.

Tak terasa sudah pukul 14.30 WIB. Keponakan dan cucuku sebenarnya ingin berenang. Tapi kulihat taman itu sudah lengang, pengunjung sudah berkurang dan suasana sudah sepi. Maka kami pulang saja. Kedua anak kecil itu tampak kecewa karena keinginan mereka tak terpenuhi. Kuhibur saja mereka dengan berjanji akan membawa mereka ke Taman Ade Irma Suryani lagi kalau ada waktu libur. Selain kekecewaan kecil itu, tampaknya mereka senang dengan pengalaman baru yang mereka alami hari itu.

Bertepatan dengan berkumandangnya azan Asar, kami keluar dari taman itu. Kami pulang naik angkutan daring. Usai istirahat sebentar, keponakan dan cucuku pun bergegas ke Stasiun Ciroyom untuk mengejar kereta ke Cibiru.

Senang rasanya bisa mengajak mereka bermain di Taman Ade Irma Suryani.

Tinggalkan Komentar