Kawasan hulu dan daerah aliran sungai menjadi kunci penting dalam menangkal dampak buruk terjadinya pendidihan global (global boiling). Menjaga dan merawat kawasan hulu dan daerah aliran sungai adalah kewajiban kita bersama.
Sekarang ini, kita semua sudah tidak lagi berada di era pemanasan global. Era ini telah berakhir. Kita kini telah memasuki era pendidihan global. Setidaknya itulah yang dapat kita simpulkan dari pernyataan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, di markas PBB, akhir Juli lalu, setelah para ilmuwan mengonfirmasi bahwa Juli tahun 2023 ini menjadi bulan terpanas dalam sejarah kehidupan di bumi.
Dr. Karsten Haustein, seorang ilmuwan iklim dari Universitas Leipzig, Jerman, dalam sebuah analisisnya, seperti dikutip Louise Boyle, koresponden koran The Independent, menegaskan bahwa Juli 2023 boleh jadi sebagai bulan terpanas dalam 120.000 tahun sejarah bumi. Dimulai dari periode interglasial Eemian, ketika pohon kayu keras tumbuh di Kutub Utara dan kuda nil masih berkeliaran di belahan bumi utara hingga lembah Sungai Rhine dan Sungai Thames.
Para ilmuwan mengingatkan bahwa kian mendidihnya bumi pada saatnya akan termanifestasi dalam bentuk peristiwa cuaca ekstrem di seluruh dunia. Kemarau ekstrem dengan ancaman krisis air bersih maupun kebakaran hutan, serta curah hujan intens yang memicu banjir dahsyat adalah risiko-risiko yang kini mengancam banyak kawasan di bumi. Termasuk di Indonesia.
Peran Kawasan Hulu
Menjaga kawasan hulu dan daerah aliran sungai tetap lestari adalah bagian penting dalam meminimalisasi implikasi pendidihan global. Khususnya yang terkait dengan kelangkaan air saat kemarau ekstrem dan banjir dahsyat saat curah hujan intens berlangsung.
Seperti kita ketahui, kawasan hulu adalah daerah tangkapan air. Semua induk sungai berada di kawasan hulu. Hulu adalah sumber mata air bagi sungai, yang sejatinya merupakan kawasan konservasi. Kawasan hulu semestinya steril dari pembangunan apa pun. Biarkan hutan di kawasan hulu tumbuh alami dan lestari. Kerusakan kawasan hulu niscaya akan berpengaruh pada tangkapan air, yang pada gilirannya berdampak pada ketersediaan sumber mata air.
Adapun sungai menjadi salah satu sumber air permukaan untuk berbagai keperluan, mulai dari kebutuhan air minum, pertanian, hingga energi listrik. Terjaganya sumber mata air di kawasan hulu akan menjadi penyelamat saat terjadi kemarau ekstrem.
Celakanya, alih-alih menjadi kawasan konservasi, tak sedikit area hulu di negeri ini malah menjadi kawasan-kawasan terbangun. Faktanya, alih fungsi lahan di banyak kawasan hulu terus terjadi. Sebagai kawasan konservasi, daerah hulu seharusnya mendapat proteksi seketat mungkin. Bahkan, idealnya tidak boleh ada sedikit pun campur tangan manusia yang dapat mengganggu proses alami di kawasan hulu.
Solusi Pendangkalan dan Penyempitan Aliran Sungai
Selain menjaga kelestarian kawasan hulu, kita juga perlu menjaga kelestarian daerah aliran sungai. Pendangkalan dan penyempitan di sepanjang aliran sungai adalah hal yang kerap kita saksikan dewasa ini. Tidak hanya mengancam kelangsungan hidup flora maupun fauna yang hidup di sekitar sungai, tetapi juga akan mempermudah terjadinya banjir tatkala curah hujan tinggi.
Guyuran air hujan yang semestinya bisa membikin suasana menjadi lebih adem, asyik, dan romantis malah akhirnya melahirkan bala petaka memilukan. Banjir dahsyat yang dapat menelan korban harta maupun jiwa. Sudah banyak contoh kasus seperti ini di Indonesia.
Oleh karena itu, upaya-upaya mencegah pendangkalan dan penyempitan daerah aliran sungai perlu terus diupayakan. Pengerukan sungai seyogianya secara rutin dilakukan. Sementara itu perlu pula menanam di sepanjang daerah aliran sungai perlu, terutama dengan tanaman-tanaman keras agar tidak kosong melompong. atau penuh sesak oleh bangunan. Sebagaimana kawasan hulu, daerah aliran sungai harus penuh dengan tutupan (kanopi) tanaman.
Menurut International Rivers, sebuah organisasi nirlaba asal Oakland, Amerika Serikat, keberadaan tutupan tanaman di daerah aliran sungai berfungsi sebagai penahan hujan sehingga mengurangi kekuatan hujan menghantam tanah. Lembaga yang memiliki misi utama melindungi sungai dan mempertahankan hak masyarakat yang bergantung pada sungai itu menambahkan, tutupan tanaman mampu mengurangi potensi erosi yang dapat membuat sungai keruh dan bertambah dangkal.
Manfaat lain dari tutupan tanaman adalah mengurangi kecepatan angin. Tanah lebih terlindungi dari kemungkinan sapuan angin yang juga bisa menyebabkan erosi tanah. Akar tumbuhan yang menancap ke tanah juga mampu mengekstraksi air dari permukaan lalu mengalirkan air ke dalam tanah, sehingga membantu terciptanya cadangan air di bawah tanah. Di saat yang sama, tanaman menyerap karbon dan melepaskan oksigen. Ini menjadikan udara di sekitar menjadi lebih bersih dan temperatur lebih dingin.
Upaya menjaga dan merawat kawasan hulu dan daerah aliran sungai tentu saja harus melibatkan semua pihak, baik sektor publik maupun privat. Tak terkecuali melibatkan warga dan komunitas lokal yang tinggal di sekitar sungai.
Jika kawasan hulu dan daerah aliran sungai mampu kita jaga dan rawat dengan sebaik-baiknya serta berkelanjutan, maka tidak hanya akan semakin meningkatkan nilai lingkungan, sosial, budaya maupun ekonomi sungai; tetapi juga bakal menjauhkan kita dari petaka ekologis yang memilukan di era pendidihan global sekarang ini.
Sumber rujukan:
1) International Rivers. Tanpa tahun. River Basin Basics.
2) Louise Boyle. 2023. World Is Entering ‘Era of Global Boiling’UN Warns as July Is the Hottest Month on Record.
3) UN News. 2023. Hottest July Ever Signals ‘Era of Global Boiling Has Arrived’Says UN Chief.
Tulisan ini diikutsertakan dalam kampanye “TelusuRI Sungai dan Mangrove Indonesia” untuk memperingati Hari Mangrove Internasional 26 Juli dan Hari Sungai Nasional 27 Juli
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Penulis lepas dan blogger yang gemar bersepeda.