Negeri ini terbentuk dari berbagai kisah, dari perjuangan berdarah-darah para pahlawan perang, pahlawan diplomasi yang membawa Indonesia dalam perundingan, hingga sekarang berumur 76 tahun. Generasi demi generasi terus memperbaharui karya-karya dalam membangun bangsa; dalam sains, politik, sastra, linguistik, seni, olahraga, dan salah satu bidang yaitu lingkungan. Dalam momen kemerdekaan ini TelusuRI merangkum orang-orang yang berhasil memberdayakan lingkungannya dengan seluruh rasa pengabdian mereka terhadap masing-masing bidangnya.

Mereka membuka mata kita, dalam sunyi pemberitaan, mereka tetap memberdayakan dan memperjuangkan apa yang menjadi kepunyaan mereka. Peluh mereka tidak sia-sia, bunga itu telah mekar dan mampu menghidupi lebah-lebah di sekitarnya. Mereka mampu menjadi pionir, membuka lapangan pekerjaan bagi sesamanya, melestarikan lingkungan dan budaya yang hampir hilang. Demi lingkungan yang lebih baik, demi pariwisata yang selaras dengan alam, dan demi ekonomi yang bisa menghidupi masyarakat sekitar. 

Dalam hiruk pikuk perayaan kemerdekaan RI yang ke-76, meski masih berada di tengah pagebluk COVID-19, hari spesial ini layak kita apresiasi dengan mendengungkan nama-nama mereka.

TelusuRI mempersembahkan 8 pahlawan perubahan yang telah berkontribusi dan mendedikasikan dirinya untuk lingkungan, budaya, dan masyarakat sekitar. 

1. Iswandi, Penggerak Desa Wisata

Iswandi Desa Terong
Iswandi/dok.pri

Pemberdayaan masyarakat melalui desa wisata yang mandiri dan berhasil mengelola secara utuh desa yang akhirnya mengangkat harkat dan martabat masyarakat di sana. 

Meskipun bukan berasal dari lingkungan yang bergelut di pariwisata, Iswandi membuktikan bahwa semua orang dengan niat yang tulus, pasti berhasil melakukan yang terbaik. Berasal dari pekerjaan instalasi listrik, tidak membuatnya merasa canggung untuk mengelola sesuatu yang baru baginya.

Kecintaan pada desa dan juga alam sekitar, membuatnya berpikir bagaimana mengelola keindahan desa dan memberdayakan masyarakat sekaligus menjaga lingkungan. Bersama rekan-rekannya dan aparat desa, dengan titik peluh yang tiada terhitung akhirnya desa itu menjadi Desa Wisata Terong yang telah memenangkan penghargaan dari Kemenpar 

2. Nadine Chandrawinata, Sea Soldier

Nadine Chandrawinata
Nadine Chandrawinata via Indonesiatatler.com

Salah satu aspek lingkungan terpenting lainnya adalah laut. Sebagai rumah bagi biota laut dan juga bagian yang mengisi 70% permukaan bumi. Pengelolaan laut sama pentingnya dengan hutan, laut yang bersih akan menciptakan kehidupan yang seimbang untuk memasok sumber daya bagi manusia.

Artis papan atas Indonesia ini tercatat sebagai aktivis lingkungan yang mendirikan Sea Soldier. Pendidikan keluarga yang menekankan pada kecintaan pada lingkungan, membuatnya tumbuh dalam semangat menjaga lingkungan. Tanggung jawab itu semakin menjadi besar dengan titelnya sebagai public figure yang bisa menuntun masyarakat untuk mengikuti jejaknya.

Sea Soldier adalah komunitas yang ingin mengajak masyarakat untuk peduli lingkungan. Tanpa memandang gender dan status sosial, semua yang bergabung di sini bahu membahu melakukan aksi, semisal membersihkan kali, menanam mangrove, bahkan membersihkan sampah plastik di sekitar pantai. Sejak didirikan 2015, Sea Soldier tersebar di 15 daerah Indonesia dan terus tumbuh berkat dukungan masyarakat dan sosial media.

3. Alfonsa Horeng, Lepo Lorun

Alfonsa Horeng
Alfonsa Horeng via australiaawardsindonesia.org

Kebudayaan manusia terus berkembang seiring zaman. Semakin baju, kebudayaan-kebudayaan nenek moyang kita semakin tergerus, bahkan beberapa sulit dicari dan hilang. Budaya merupakan jati diri kita sebagai bangsa dengan aneka ragam adat dari Sabang sampai Merauke. Melestarikan budaya berarti menjaga warisan nenek moyang yang dekat dengan lingkungannya, juga berarti menjaga nilai-nilai kearifan yang telah diwariskan.

Desa Nita yang terletak di Maumere tampaknya harus bersyukur memiliki anak daerah yang melestarikan kerajinan kain tenun darah. Alfonsa mendirikan Lepo Lorun, sebuah sanggar yang menampung para pengrajin tenun di daerahnya. Baginya, kain tenun bukan sekedar melekat di badan, tetapi nilai filosofi budaya Flores. Rupanya sanggar tersebut tidak hanya untuk menenun, tetapi belajar kesenian lainnya seperti menyanyi lagu daerah, kearifan lokal, dan menari.

Kartini masa sekarang ini telah meraih berbagai penghargaan diantaranya Meexa Award, Australian Leadership Award, She Can Tupperware Award, Kartini Award, Master Weaver of Flores Indonesia by Fashion Institute Technology, Indonesia Digital Women Award, Australia Alumni Award. Kartini dari timur ini merupakan aset berharga yang dimiliki Indonesia saat ini.

4. Don Hasman, Etno Fotografer

Don Hasman
Don Hasman via Flickr/Harold Buyung

Semenjak ada istilah modern, masyarakat digolongkan menjadi dua; tradisional dan modern. Masyarakat adat yang beraliran tradisional sering diidentikkan dengan kuno, kolot, mistis oleh masyarakat modern. Dibalik kesederhanaan mereka, tersimpan nilai-nilai filosofis yang tajam untuk mengarungi kehidupan. Mereka memegang teguh adat istiadat yang diturunkan kepada mereka. Hidup dengan lingkungan yang alami dan jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota. Beberapa orang berhasil mengabadikan kehidupan mereka dan turut membantu memperkenalkan masyarakat adat sebagai bagian dari Indonesia.

Orang mengenal Don Hasman dengan dua kata: ramah dan profesional. Keahlian fotografinya adalah legenda. Spesialisasinya dalam etnofotografi membuat karya dia diakui dengan ketajaman dalam menggambarkan kondisi berbagai pelosok Indonesia. 

Mengabadikan pelosok baginya bukan pekerjaan, melainkan pengabdian. Don Hasman begitu mencintai Baduy, dia sudah menyatu dengan mereka. Kehidupan Baduy baginya adalah kehidupan semesta yang tidak menyakiti alam. 

Pemenang penghargaan 100 Famous Photographer in The World oleh Pemerintah Perancis ini mengatakan bahwa kehidupan Baduy yang jujur dan pekerja keras mempengaruhi karir fotografinya. Dalam petualangannya, Don Hasman menghasilkan beberapa buku diantaranya Urang Kanekes: Baduy People dan Urang Baduy dari Inti Jagat. Melestarikan budaya melalui fotografi mungkin  sudah menjadi hal yang lumrah dewasa ini, tetapi tidak semua foto mampu bercerita dengan baik apa yang telah direkamnya. Karya Don Hasman mampu memikat perasaan banyak orang hingga mampu meraih berbagai penghargaan.

5. Fadly Rahman, Sejarawan Kuliner

fadly rahman
Fadly Rahman via unpad.ac.id

Segala yang berhubungan dengan rasa pasti menarik bagi banyak orang. Salah satu produk budaya yang penggemarnya banyak adalah kuliner. Kuliner bukan cuma memikat karena rasa dan rempah yang berbeda di setiap daerah, tetapi tampilan dan komposisi meriah membuat mata juga terasa lapar. Warisan yang kita jaga adalah warisan kuliner moyang kita. Pengaruh modern yang semakin tak terbatas mempengaruhi gerak kuliner tradisional.

Sebagai seorang sejarawan dan ahli dalam bidang sejarah makanan, Fadly mengisi harinya dengan menjadi staf pengajar di Universitas Padjadjaran. Dalam kuliner, Fadly menemukan unsur-unsur sejarah yang juga membantu terciptanya sebuah panganan. Buku pertamanya yang berjudul RIjsttafel: Budaya Kuliner di Indonesia Masa Kolonial

Buku ini menjelaskan pengaruh barat dalam masakan Nusantara selama masa kolonial berlangsung.  Tahukah kamu semur, perkedel,dan bistik adalah hasil akulturasi budaya Belanda dan Indonesia? Dokumentasi demi dokumentasi diabadikan Fadly dalam tulisannya. Kisah-kisah yang ia paparkan dalam bukunya membuka mata kita, bahwa budaya itu tidak bisa berdiri sendiri, selalu ada keterkaitan antara satu sama lain, walau secara kasat mata tidak terlihat.  

6. Alex Waisimon, Penggiat Ekowisata

Alex Waisimon
Alex Waisimon via National Geographic Indonesia

Pengembangan wisata yang semakin populer berdampak buruk. Banyak bangunan yang didirikan tanpa memperhatikan unsur alam, sehingga degradasi lingkungan menjadi sangat cepat. Wisatawan yang berdatangan pun menjadi acuh dengan kondisi sekitar, banyak sampah yang dibuang sembarangan hingga mencemari lingkungan. Ekowisata dikembangkan atas dasar kesadaran manusia akan lingkungan hidup yang semakin rusak. 

Hutan sudah mengalir di nadinya, bagi Alex hutan adalah hal yang harus diselamatkan paling pertama. Hutan adalah kehidupan yang menjaga seluruh makhluk , tanpa hutan, rasanya dunia akan berakhir dalam beberapa saat. Alex pergi meninggalkan pekerjaanya, demi mengelola hutan Papua yang semakin sering tergerus perkebunan sawit. Ekowisata berkelanjutan di Rhepang Muaif dikelolanya bersama-sama masyarakat adat Papua. Perlahan tapi pasti, suku-suku di sana diajak bekerja sama, hutan-hutan yang mulai gundul ditanami lagi, akhirnya usaha itu membuahkan hasil. Hutan itu kembali menjadi rumah bagi satwa endemik. Atas usahanya tersebut, dia mendapatkan banyak penghargaan, salah satunya adalah gelar Pahlawan Keanekaragaman Hayati Asean dari Asean Centre for Biodiversity.

7. Du’Anyam, Penggiat UMKM

Founder Du'Anyam
Founder Du’Anyam/Istimewa

Ekonomi masyarakat yang bekembang satu dasawarsa melalui UMKM mampu menjadi tumpuan masyarakat lokal. Apalagi sejak kehadiran sosial media, produk UMKM tersebar ke seluruh negeri tanpa batasan. Berbagai macam bentuk anyaman, tas ,sendal, kalung dengan keotentikan daerah masing-masing menjadi daya tarik untuk pasar wisatawan. Usaha-usaha yang dilakukan anak negeri untuk lebih memberdayakan UMKM terus dilakukan dengan berbagai inovasi.

Sebuah jenama yang digawangi oleh Azalea Ayuningtyas, Melia Winata, dan Hanna Keraf untuk memasarkan produk anyaman lokal. Awalnya, mereka terinspirasi oleh pembuatan anyaman lokal di NTT yang sayangnya mulai ditinggalkan anak muda mereka. 

Dengan semangat pemuda, mereka membangun jenama dengan tujuan mulia; membantu perekonomian dan kesehatan ibu-ibu di desa-desa Indonesia. Mereka memperkenalkan tiga pilar untung mengusung Du’Anyam sebagai proyek sosial: pemberdayaan perempuan, meningkatkan kesejahteraan ibu-ibu pengrajin, dan membantu mempromosikan produk lokal hingga ke mancanegara. Saat ini wilayah kerja Du’Anyam tidak hanya di Flores, tetapi juga merambah Kalimantan Selatan, Jawa Barat, dan Papua.

8. Hutan Itu Indonesia, Gerakan Sosial tentang Hutan

Hutan Itu Indonesia
Hutan Itu Indonesia via Flickr/HII

Sebagai ekosistem yang memiliki keanekaragaman yang banyak, fungsi hutan sama vitalnya dengan fungsi jantung bagi manusia. Hutan merupakan jantung kehidupan di atas tanah, tempat burung-burung bersarang, tempat harimau mencari mangsa, tempat masyarakat adat bergantung hidup. Faktanya, hutan di Indonesia mengalami penurunan sekitar 1 juta Ha per tahunnya. Deforestasi yang laju ini disebabkan alih fungsi lahan, pembalakan liar, tanpa diikuti reboisasi dan pemeliharaan. Indonesia dalam krisis hutan sebagai “paru-paru dunia.”

Ada 14 orang yang melatarbelakangi pendirian gerakan, mereka adalah Andre Christian, Anastasia Putri, Gita Syahrani, Januar Sena, Kesti Ariyanti, Leony Aurora, Leoni Rahmawati, Mary Osmond, Oke Fifi Abriany, Rinawati Eko, Roxanna Silalahi, Septian Aji Wardhani, Verena Puspawardani, Vitri Sekar Sari. 

Sebagai organisasi yang berfokus kepada keberlangsungan hutan-hutan di Indonesia, HII bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia khususnya anak muda untuk lebih mencintai hutan. Berbagai platform mereka sasar untuk menarik minat anak muda seperti seni, olahraga, makanan, dan media. Mereka menggagas “Hari Hutan Indonesia” pada setiap 7 Agustus. Hari peringatan khusus ini dimaksudkan untuk menandai bahwa Indonesia punya hutan tropis yang luar biasa besarnya dan harus dilindungi.

Kegiatan yang mereka selenggarakan ada bermacam-macam seperti: kampanye jaga hutan, konsumsi hasil hutan, cerita dari hutan, adopsi hutan, dan hari hutan yang pernah terselenggara baik luring maupun daring.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar