Travelog

Meramu Kepingan Masa Lalu di Canteng Mok

Matahari pertama Makassar selayaknya hadiah terbaik di akhir tahun 2022 setelah seminggu lebih hujan dan sendu. Dari dalam Canteng Mok, saya bisa melihat tumpukan besi dan jendela-jendela kaca raksasa 31 Sudirman Suites, bangunan pencakar langit mewah yang belum resmi buka. 

Di tengah kota ini, seorang teman mengajak saya menghabiskan sisa tanggal 31, hari terakhir di tahun 2022 untuk mengunjungi sebuah kafe dengan konsep unik, back to the past. Kafe dengan beragam potongan-potongan dari masa lalu ini terletak di tengah Kota Makassar, tepatnya di Jalan Kijang, Maricaya. Kami mengunjungi kafe ini saat siang, setelah singgah sebentar di Bontolempangan. 

Tampak depan, Canteng Mok seperti rumah tempo dulu pada umumnya. Bangunannya membawa kesan tua, kerangkanya tidak begitu tinggi, rumahnya bergaya semikolonial, dengan atap genteng coklat tua. Pagarnya pun masih model tua, besi seluruhnya yang dicat putih tetapi banyak sisinya yang telah terkelupas dan berkarat. Tidak sampai sepuluh motor bisa parkir di halaman depannya yang punya luas terbatas. Sebuah tulisan kapital dengan ukuran cukup besar berwarna coklat ‘Canteng Mok’. Selain itu, sebuah motor besar tua juga terparkir tepat sebelum area dalam kafe.

Canteng Mok
Pengunjung Canteng Mok/Nawa Jamil

Tampilan dalamnya dirancang sewarna dengan luar kafe ini. Tidak ada tambahan lampu agar ruangannya terang, justru mengandalkan pencahayaan matahari lewat bukaan depannya yang cukup besar. Lantainya menggunakan  ubin tegel coklat dengan sebagian sudut yang tampak lebih gelap dan sedikit tegel dengan retakan, seolah mengutarakan banyaknya masa yang terlewati. 

Begitu tiba, saya dan teman langsung menuju sudut dengan seorang pegawai. Tempat pengunjung memesan makanan ini terhubung langsung ke area dapur, menampilkan dua orang pegawai lainnya yang tampak cukup sibuk. Saya memesan teh lemon dan roti bakar jadul, sementara Amel—teman kunjungan saya hari ini—memesan semangkuk Indomie telur dan susu anggur mint hangat. 

Meramu Kepingan Masa Lalu 

Kami duduk di ruang tengah kafe, di atas sepasang sofa usang dengan kondisi nyaris rusak tetapi tetap nyaman digunakan. Di sini, setiap sudutnya terpajang barang-barang penuh masa lalu. Di sudut kirinya, sebuah lemari putih usang, dihiasi koper awal 60-an dengan kondisi berdebu. Telepon tempo dulu beserta tempat dudukannya berada di sisi lain, beserta pajangan-pajangan kristal tua, persis seperti milik almarhumah nenekku.

  • Canteng Mok
  • Canteng Mok
  • Canteng Mok
  • Canteng Mok

Di salah satu dinding, terlihat satu pajangan utuh yang terdiri atas empat kolase. Tiga foto Ka’bah dan satu kartu ucapan manis “Kuucapkan selamat hari raya Idhul Fitri 1 Syawal 1396 H. Mohon maaf lahir dan bathin. Untuk temanku Prita Bradabumi di Bulak Sumur Blok D.”

“Dari Soraya Amani.”

Selain kolase foto tersebut, Sebagian besar dinding-dinding di Canteng Mok dihiasi dengan banyak poster-poster jadul, seperti kolase koran-koran, poster-poster film 80-an, dan banyak lainnya. Kata salah seorang pengunjung di sini, Canteng Mok telah buka sejak 2021, cukup baru, dengan beragam dekorasi kafe yang diambil dari salah seorang kolektor barang-barang jadul di Makassar. Teman saya mengambil sebuah Walkman yang terpajang, memasukkan kaset musik bergambar band awal tahun 2000-an, Radja. Di luar dugaan, walkman dan kaset musiknya masih berfungsi dengan sangat baik. 

Suasana Menyenangkan

Banyak hal yang tidak dapat ditemui di kafe-kafe lain di sini. Selain desain kafe yang seolah membawa pengunjungnya ke masa lalu, suasana dan lingkungan kerja di sini juga cukup menyenangkan. Para pengunjungnya terlihat nyaman dengan kesendirian mereka, sementara tiga orang pekerjanya terdengar saling bercanda. 

  • Canteng Mok
  • Canteng Mok
  • Canteng Mok
  • Canteng Mok
  • Canteng Mok

Daftar putar lagunya membawa saya ke masa-masa nostalgia sewaktu sekolah dasar. Mulai lagu barat tahun 2000-an seperti Avenged Sevenfold, Avril Lavigne, soundtrack film Twilight, hingga deretan lagu Maroon 5, dan lainnya. Dari lagu-lagu berbahasa Inggris, kafe ini lanjut memutarkan soundtrack film-film kartun yang dinikmati generasi 90-an tiap hari minggu, seperti Spongebob, Captain Tsubasa, Doraemon, bahkan Sinchan. 

Suasananya menjadi semakin menyenangkan. Orang-orang—termasuk saya—ikut bernyanyi mengikuti alunan lagu yang begitu mereka nikmati sewaktu kecil. Sesekali pekerjanya usil dengan menghentikan alunan lagu saat mencapai reff-nya. Mereka juga tampak begitu akrab dan dekat dengan pengunjung—mengenakan baju-baju rumahan biasa, tanpa tema, saling bercengkrama, dan tentu saja menyapa kami dengan suasana hati yang begitu gembira

Sajian Makan dan Minuman Sederhana ala Canteng MokSederhana   

Canteng Mok
Indomie telur yang saya pesan/Nawa Jamil

Seperti namanya ‘Canteng Mok’ yang berarti ‘gelas minum’, canteng atau gelas untuk minuman hangat di kafe ini bermotif belang-belang hijau-putih berbahan besi. Canteng bare (motif) yang bisa ditemui di setiap rumah-rumah di masa lalu, sekitar 80 hingga 90-an. 

Sewaktu pertama datang dan langsung memesan, saya cukup terkejut melihat betapa aneka makanan dan minuman di sini relatif lebih murah dibandingkan harga makanan dan minuman kafe-kafe lain di Makassar. Makanan bisa dipesan mulai Rp5.000/porsi, bahkan kue basah bisa dipesan mulai Rp2.500/kue. 

Untuk minumannya, kafe ini mematok harga yang juga relatif murah, Rp8.000-Rp13.000/porsinya. Meskipun dengan harga yang cukup murah, tetapi rasanya tetap enak, serta porsi yang standar. 

Canteng Mok dengan cangkir loreng autentiknya tidak hanya menyajikan suasana yang berbeda dari kafe lainnya, melainkan pengalaman nongkrong yang menyenangkan dan sajian dengan resep tempo dulu yang membangkitkan ingatan. Selain suasana yang menyenangkan, kafe ini juga cocok untuk mengerjakan tugas sekolah maupun pekerjaan yang belum sempat selesai di kantor dengan koneksi internetnya yang bisa diandalkan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Menumbuhkan sayur di halaman rumah dan menulis sebagai Nawa Jamil.

Menumbuhkan sayur di halaman rumah dan menulis sebagai Nawa Jamil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Barn Event Hire, Kafe dengan Konsep Taman Terbuka di Surabaya