Travelog

Merah Putih Berkibar di Green Canyon

Momen kemerdekaan 17 Agustus lalu saya rayakan bersama teman-teman dari Komunitas Pecinta Jalan-Jalan di Green Canyon. Sejak merencanakan perjalanan ke daerah wisata sekitar Pangandaran, Jawa Barat, kami sangat antusias menyambut liburan sekaligus merayakan hari paling bersejarah bagi bangsa Indonesia. Kami sudah bersepakat untuk membawa bendera ke sana.

Green Canyon, yang kami tuju, berada di Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran. Kami berangkat dari Jakarta tanggal 16 Agustus, pukul 21.00 WIB. Kami memilih rute lewat Bandung menuju Tasikmalaya. Dari Tasik, lanjut ke jalur timur melewati Kota Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, Pangandaran, Parigi lalu Cijulang. Jalur ini memiliki jarak kurang lebih 170 km.

Sebenarnya ada yang lebih singkat, yakni melalui jalur selatan melewati Kota Tasik, Cipatujah, Cikalong, Cimanuk lalu Cijulang, dengan jarak kurang lebih 60 km. Namun, jalur ini kurang disarankan karena akan berhadapan dengan hilir mudik truk pengangkut pasir besi. Truk-truk tersebut mengakibatkan jalur selatan rusak parah dan membuat perjalanan lebih lama.

Setelah menempuh perjalanan sekitar sembilan jam, tibalah kami di Green Canyon atau oleh warga setempat disebut dengan Cukang Taneuh. Arloji di tangan menunjuk angka 06.30. Masih ada waktu satu jam sebelum loket buka. Kami pun memanfaatkan jeda waktu untuk mandi dan berganti baju. Upacara bendera segera dimulai. Kendati sederhana, prosesi hormat bendera berlangsung cukup hikmat. Puncaknya, kami berfoto bersama di depan Cukang Taneuh dengan bendera yang kami bentangkan.

Tepat sejam kemudian loket buka. Kami segera membeli tiket sebelum antrean mengular panjang. Kami lalu masuk menuju dermaga Ciseureuh. Di dermaga, perahu-perahu atau yang disebut ketinting sudah berjajar dan bersiap mengantar kami menuju Green Canyon. Harga sewa perahu dipatok sebesar Rp75.000 untuk lima orang.

  • Sungai Cijulang Green Canyon di Pangandaran Jawa Barat (Laily Nihayati)
  • Sungai Cijulang Green Canyon di Pangandaran Jawa Barat (Laily Nihayati)

Menyusuri Lembah Hijau 

Kami menaiki ketinting yang sudah berjajar rapi. Tukang perahu dan asistennya memberikan jaket pelampung untuk keamanan selama perjalanan. Setelah semua siap, perahu mulai bergerak membelah Sungai Cijulang. Belum lama melaju, kami sudah jatuh cinta dengan pesonanya. Air sungai begitu jernih dengan warna toska. Di kanan-kirinya berdiri kokoh tebing-tebing yang terpahat alami. Selain tebing, juga terdapat bukit-bukit setinggi 20–30 meter dan dataran rendah yang ditumbuhi pepohonan. Tak salah jika tempat ini dijuluki lembah hijau atau Green Canyon. 

Adalah Frank dan Astrid, turis asal Prancis dan Swiss yang memopulerkan nama Green Canyon. Mereka datang pertama kalinya ke Cukang Taneuh tahun 1990. Versi lainnya mengatakan ada turis asal Amerika bernama Bill Jones (Bill John), yang pada 1989 sempat menyusuri lokasi tersebut dengan menggunakan perahu kayuh tanpa mesin. Sepulang dari sana, dia memberikan komentar sungai tersebut memiliki kesamaan dengan Grand Canyon di Colorado, Amerika Serikat, atau Okazaki, Kyoto, Jepang. Untuk itu kemudian disebut Green Canyon.  

Cukang Taneuh memiliki arti “jembatan tanah”. Disebut demikian lantaran di atas lembah dan jurang Green Canyon terdapat jembatan dari tanah yang mempunyai lebar tiga meter dan panjang mencapai 40 meter. Jembatan ini menghubungkan antara Desa Kertayasa dengan Desa Batukaras. Sekaligus juga menghubungkan dua tebing di atas aliran air sungai yang membentuk sebuah terowongan.

Warna air Sungai Cijulang bisa berubah sesuai cuaca. Waktu terbaik untuk berkunjung ke sini adalah musim kemarau, antara bulan Juni hingga September. Saat musim kemarau, air akan terlihat jernih dan debitnya bagus. Ketika musim hujan, biasanya akan berubah keruh atau cokelat akibat debit air yang tinggi karena curah hujan. Sebutannya bukan Green Canyon lagi, melainkan Brown Canyon. Selain itu ada kemungkinan air sungai akan pasang, sehingga tempat ini ditutup untuk umum demi keselamatan pengunjung.

Tak hanya kejernihan air dan panorama tebing yang menggoda mata. Di antara rimbunnya pepohonan, sesekali kami menangkap gerak-gerik hewan liar, seperti monyet, biawak, bahkan buaya. Burung-burung berkicau memecah keheningan Sungai Cijulang. 

Pemandangan kian menakjubkan ketika kami mulai memasuki gua besar dengan stalaktit dan stalakmit yang spektakuler. Di depan apitan lereng tebing, terlihat air terjun yang disebut Palatar. Masuk lebih dalam lagi, kami seperti berada di sebuah gua besar dengan atap yang terbuka, sehingga sinar matahari dapat masuk ke celah-celahnya. 

Perahu berhenti di dalam gua dan mustahil bisa menelusuri lebih dalam lagi, karena terhalang batu besar dan lorong semakin menyempit. Tak ada jalan lain untuk melaluinya kecuali berenang atau merayap ke tepi batu. Tukang perahu membantu kami menyusuri sungai dengan menggunakan tali yang dibentangkan.  

Jika tidak ingin meniti jalan dengan tali, bisa menggunakan pelampung berupa ban yang banyak disewakan di sana. Harga sewanya cukup murah, hanya sepuluh ribu rupiah. 

Merah Putih Berkibar di Green Canyon
Foto bersama bendera Indonesia di antara tebing-tebing Green Canyon/Laily Nihayati

Memacu Adrenalin di Tebing

Setelah beberapa menit berjalan di air, kami tiba di kolam putri. Tampak batu karang besar yang bisa dijadikan tempat beristirahat. Kami menuju ke sana untuk berfoto ria, tak lupa sambil membawa bendera. Meskipun tubuh dan baju kami kuyup, kami tetap bersemangat. Kami bentangkan Sang Saka Merah Putih di atas tebing yang berada sekitar lima meter dari permukaan air sungai. 

Beberapa teman mencoba memacu adrenalin dengan melompat dari tebing ini. Saya pun tergoda melakukannya, karena merasa aman dengan pelampung dan teman-teman yang siap menolong di bawah. Byur! Saya melompat dan jatuh ke air. Sensasinya luar biasa! Tak sia-sia melawan rasa takut.

Teman-teman di bawah menyambut dengan sorak-sorai. Kami tertawa gembira. Sore itu kami habiskan dengan bermain di aliran sungai dan menikmati air terjunnya. Kami juga sempat masuk di dalam gua yang terdapat banyak kelelawar.  

Tak terasa dua jam sudah kami di Green Canyon. Kami harus kembali ke pangkalan perahu sebelum tutup operasional dan meneruskan perjalanan untuk menginap di Pangandaran. 


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Laily Nihayati

Mantan jurnalis yang masih suka nulis dan healing tipis-tipis .

Mantan jurnalis yang masih suka nulis dan healing tipis-tipis .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Pulau Paserang, Mutiara di Selat Alas Sumbawa