Pagi buta aku bersama rekan-rekan Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam (PMPA) Gopala Valentara Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta sudah mempersiapkan diri menuju Dusun Tlogodringo. Sebuah dusun wisata di kaki Gunung Lawu yang secara administratif berada di Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar. Selepas semua hal telah dipersiapkan, kami segera bergegas menuju dusun di ujung timur Kabupaten Karanganyar itu dari kampus kami tercinta, UNS.

Dengan perjalanan yang tak kurang dari satu jam, akhirnya kami sampai di dusun yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Magetan, Jawa Timur tersebut. Setibanya di Dusun Tlogodringo kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju hutan rimba yang mampu kami tinggali selama satu malam. Namun sebelum menuju lokasi utama, kami perlu melewati sela-sela tanah perkebunan yang sengaja tidak ditanami oleh para petani atau yang biasa disebut ”galengan” oleh masyarakat Jawa. ‘

Permukiman di Tlogodringo

Keramahtamahan dan senyum hangat warga lokal tak jarang kami jumpai di tengah-tengah perjalanan. Sembari menghirup udara segar dan menikmati dinginnya pegunungan sekitar menjadi kenikmatan tersendiri bagi kami. Tak lama berjalan rupanya hujan turun mengguyur kami semua dan mengharuskan kami untuk berhenti sejenak sembari mempelajari ilmu-ilmu kepecintaalaman. Kami belajar mengenai bagaimana melihat arah kompas dengan baik serta membidik objek dengan kompas yang tepat. Setelah istirahat dirasa cukup kami kembali melanjutkan perjalanan dengan membuka jalur yang telah tertutup semak belukar.

Dengan melihat arah kompas kami berjalan beriringan, namun kali ini kami harus ekstra hati-hati karena jalanan yang licin diguyur hujan. Perjalanan tidak begitu terasa hingga waktu adzan dzuhur telah tiba yang mengharuskan kami untuk beristirahat. Mengambil air wudhu dari aliran air sungai yang turun dari pegunungan Lawu sebelum melaksanakan salat menjadi kenangan tersendiri karena air tersebut sangatlah menyegarkan. Setelah shalat tidak lupa kami menikmati bekal yang kami bawa sebagai asupan energi lantaran perjalanan masih jauh lagi. 

Di sela-sela istirahat kami kembali belajar mengenai ilmu kepecintaalaman, untuk kali ini kami diajarkan mengenai bagaimana menangani rekan sependakian yang membutuhkan pertolongan pertama. Sedikit banyak aku secara pribadi dapat mengetahui bagaimana cara search and rescue korban yang mengalami kecelakaan di hutan. Selain itu kami diingatkan kembali mengenai makanan apa saja yang bisa kami konsumsi dari hutan apabila kondisi benar-benar mendesak untuk survival

Setelah itu kami kembali melanjutkan perjalanan agar sampai ke tujuan  utama dengan tidak terlalu malam. Di tengah perjalanan aku sedikit memetik tumbuhan yang dapat dimakan seperti pucuk paku, bunga rasamala serta dedaunan lain yang dapat kami konsumsi. Perjalanan rupanya sudah cukup lama sehingga rasa lelah dan letih yang hinggap membuatku merasa ingin berhenti dan istirahat sejenak. Tetapi kami belum sampai juga di tujuan utama sehingga aku harus melawan ego agar segera sampai. 

Jalanan terus menanjak sehingga kami harus mendaki dengan kehati-hatian yang tinggi karena jalan yang masih licin dan begitu terjal. Tanjakan demi tanjakan kami lalui dengan rasa kewaspadaan karena tak jarang ada jurang yang curam di sisi jalur yang kami lalui. Hampir sampai di lokasi yang tepat untuk kami bermalam, kami bertemu dengan kijang yang berada di penangkaran. Kijang yang dilindungi dan dipelihara oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar di Hutan Konservasi di Dusun Tlogodringo ini menarik perhatianku. Tetapi aku hanya bisa melihatnya lantaran tidak boleh bagi kami atau para pendaki lain mengganggu kijang yang dibesarkan dengan perlindungan ekstra itu.

Hutan di Perbatasan Jawa Tengah-Jawa Timur

Sembari menikmati panorama alam serta topografi yang indah aku mengucap syukur dalam batin karena telah mendapat kesempatan menyusuri dusun di batas Jawa Tengah-Jawa Timur ini. Kicauan burung yang banyak berterbangan di atas kami pun menambah decak kagumku atas kuasa Tuhan. Setelah beberapa lama rupanya langkah kaki kami perlu berhenti lantaran telah sampai di tujuan utama kami. Di bawah pepohonan di balik Bukit Sidoramping serta Bukit Mongkrang. Carrier yang kami gendong akhirnya terlepas juga dari balik punggung kami.

Namun baru saja sampai hujan kembali turun sehingga membangun tenda di tengah guyuran air hujan mau tidak mau dilakukan. Dinginnya udara Pegunungan Lawu ditambah hujan yang membasahi tubuh kami semakin menambah kenikmatan kami yang semakin lama berpisah dengan sinar mentari. Tidak heran jika banyak dari kami yang perempuan saling bergenggaman tangan bahkan berpelukan agar rendahnya suhu tidak menjadikan penghalang kami untuk menikmati malam kali ini.

Malam pun akhirnya kami jumpai serta tenda juga telah berdiri yang menandakan kami dapat beristirahat untuk malam ini. Akan tetapi karena basahnya tubuh serta kuyupnya baju kami perlu mengganti baju dengan yang tersimpan di dalam carrier. Setelah kami berganti pakaian rupanya hujan kini hanya rintik-rintik sehingga kami dapat menyeduh kopi. Dengan kompor gas portable, air kami panaskan dan kopi siap dinikmati sembari menikmati dinginnya udara malam yang seakan menusuk diri. 

Setelah kopi terseduh rupanya kami merasa lapar yang kemudian kami merebus mie instan yang sengaja kami bawa untuk bekal makan malam. Perut yang sudah terisi dan kami kembali ke tenda masing-masing lantaran saat petang belum juga shalat Magrib. Sehingga di waktu Isya kami jamaklah shalat kami di dalam tenda. Setelah shalat kami sesama mahasiswa pecinta alam ini bercengkrama di balik malam yang akhirnya kantuk pun datang menghampiri. Rasa kantuk yang tidak dapat kami tepis dan rasa lelah seharian berjalan akhirnya mengajak kami untuk tidur malam.

Hingga sekitar pukul 05.00 WIB kami terbangun untuk melaksanakan shalat Subuh yang juga kami laksanakan di dalam tenda. Sempitnya tenda tidak mengurangi kekhusyukan kami dalam beribadah, justru kenikmatan pagi di sekitar Gunung Lawu menambah rasa syukur pada Tuhan Sang Pencipta Alam. Cahaya matahari yang perlahan memberi kehangatan pada kami yang semalaman kedinginan menambah kesan yang mengharukan. Hingga tak terasa perut kami kembali keroncongan yang membuat kami sesegera mungkin memasak sayur mayur dan bahan makanan yang telah kami persiapkan.

Menanak nasi, mengupas dan memotong sayur sudah menjadi pekerjaan kami di pagi itu tidak mengenal entah lelaki atau perempuan. Akan tetapi, rupanya persediaan air kami semakin lama semakin menipis yang mengharuskan bagi kami mengambil air di sendang. Air sendang yang mengalir dari Pegunungan Lawu di pagi hari terasa sangat menyegarkan. Sehingga tidak jarang dari kami sekadar mencuci muka dengan air yang gembrojog langsung dari grojogan Pegunungan Lawu itu. Karena ketenangan suasana di sekitar gunung itu sendang di kawasan Tlogodringo sering digunakan tapa brata oleh para warga lokal untuk kembali mengingat keagungan Tuhan dengan budaya dan tradisi yang masih melekat.

Beras yang telah menjadi nasi, lauk yang sudah jadi, serta sayur yang telah matang rupanya siap bertempur di lambung kami. Makan bersama-sama dengan sayur dan lauk yang serba ada di tengah hutan menjadi keindahan yang rasanya tidak ada duanya. Tak lupa juga ada puding yang siap mencuci mulut dan menutup hidangan kami di pagi hari. Tak ingin kalah, kopi pagi juga siap menemani kami menghirup udara segar yang terbebas dari hiruk pikuk kota.

Setelah makanan telah kami konsumsi dan energi kami telah pulih kembali, kami bersiap melanjutkan aktivitas kami untuk belajar lagi mengenai ilmu kepencintaalaman. Baju kami segera kami ganti dengan pakaian perjalanan kami gunakan di hari kemarin. Setelah berganti pakaian kami bergegas membersihkan area hutan yang semalam kami gunakan. Agenda kami selanjutnya belajar lagi dengan kompas bidik. Namun kali ini, kami membidik dua bukit yang berada di belakang kami yaitu Bukit Sidoramping dan Bukit Mongkrang. Kami membidik keduanya untuk mengetahui letak dan posisi kami dengan peta yang sudah di tangan kami masing-masing.

Semua aktivitas telah kami lalui di Tlogodringo, membuat kami mesti meninggalkan dusun dengan pesona yang luar biasa indahnya ini. Tenda yang telah dirapikan serta perbekalan kami kemarin yang telah kami bereskan juga sampah yang harus segera kami kumpulkan dan bersihkan kembali. Setelah semua area dirasa telah bersih dan tidak ada perbekalan yang tertinggal kami melanjutkan perjalanan untuk pulang. Menjaga kebersihan memang sudah menjadi kewajiban agar nikmat Tuhan ini tidak hanya dapat dinikmati untuk saat ini.

Puncak Lawu dari amatan Dusun Tlogodringo/Rosla Tinika Sari

Berjalan kaki di bawah hangatnya sang surya semakin menambah semangat kami, khususnya bagi diriku sendiri. Sembari mengamati puncak Lawu yang dengan gagahnya seolah menyapa kami yang segera meninggalkan lokasi perkemahan. Setelah perjalanan yang cukup memakan waktu kami temui kembali perkebunan warga yang telah ditanami berbagai sayur mayur seperti bawang merah, bawang putih, wortel, kubis hingga umbi-umbian serta masih banyak lagi. Perkebunan yang menandakan kami telah keluar dari area hutan.

Di hari yang menjelang siang kami menunggu transportasi yang kemarin kami gunakan. Sembari menunggu kami menikmati udara Dusun Tlogodringo dengan permukiman warga seolah tumpang tindih di area pegunungan. Setelah kendaraan yang kami tunggu tiba kami meninggalkan Kabupaten Karanganyar dan kembali ke Kampus UNS yang sudah kami anggap menjadi rumah kedua bagi kami.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar