Langit cerah Kota Kupang menuntun keberangkatan saya dan beberapa rekan mahasiswa bersama para dosen menuju Lelogama, sebuah desa kecil yang terletak di Kecamatan Amfoang Selatan, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Adapun agenda perjalanan hari ini adalah untuk pengambilan video promosi destinasi wisata Batu Basusun. Kawasan ini hanyalah satu dari sekian banyak daya tarik wisata yang ada di Lelogama, berdiri gagah di tengah alam yang masih lestari.
Kami berangkat pukul 10.00 WITA. Ini adalah perjalanan pertama saya ke sana. Pemandangan sepanjang jalan sungguh menyegarkan mata. Hamparan persawahan hijau terbentang di kiri kanan jalan. Di beberapa tempat, saya menyaksikan gunung batu yang menjulang di kejauhan. Hembusan angin sejuk pun begitu terasa, terutama ketika memasuki kawasan hutan Camplong.
Bagi seorang mahasiswa pendatang seperti saya, perjalanan ini serba baru. Selama ini saya hanya mengenal Lelogama dan bahkan daerah-daerah yang akan kami lintasi dari cerita teman-teman sekampus atau dari media sosial. Maka sepanjang jalan saya bertanya tentang nama tempat yang kami lewati. Alhasil saya pun menjadi tahu tempat seperti Noelbaki, Oebelo, Oesao, Naibonat, Camplong, Takari, dan tempat-tempat lainnya.
Kami berhenti sebentar di Takari, menunggu para dosen yang menumpangi mobil lain. Belasan menit kemudian, kami melesat lagi. Perjalanan dari Takarai menuju Lelogama masih cukup jauh, beruntungnya akses jalan yang kami lewati sudah sangat bagus. Sepanjang perjalanan kami bercerita banyak hal hingga tanpa terasa kami tiba di lokasi pukul 14.00 WITA.
Saya dan rekan-rekan yang baru pertama datang ke tempat ini memang cukup terkejut ketika mobil berhenti tepat di depan rumah penduduk, dan kami dipersilahkan turun. Pasalnya, hampir tidak ada tanda-tanda bahwa Batu Basusun yang menjadi tujuan kegiatan hari ini berada di sana..
Menurut informasi yang kami dapatkan setelah menuruni kendaraan, Batu Basusun terletak di belakang rumah tersebut, tempat kami berhenti. Sesuai dengan petunjuk, kami segera memasuki perkebunan penduduk, melintasi jalan tanah yang masih basah musabab hujan yang turun beberapa hari ini.
Pesona Batu Basusun dan Sebuah Pelajaran Berharga
Tak jauh dari tempat kami melabuhkan kendaraan, Batu Basusun berdiri kokoh, membuat saya terkesima begitu tiba di sana. Batu Basusun begitu khas dengan tebing tinggi, menjulang ke langit, dan tersusun rapi dari lempeng-lempeng batu yang rapi. Di sekitarnya pepohonan hijau tumbuh dengan subur, sedang di bawahnya air segar mengalir menambah keindahan Batu Basusun.
Saya lalu meletakkan barang bawaan di tempat yang aman. Setelahnya segera membasuh muka dengan air, rasanya segar sekali saat kulit ini dibasahi. Keasrian dan kesejukan Batu Basusun seketika membuat saya merasa tenang, segala penat dan beban pikiran seperti segera sirna. Saya lalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, untuk melihat-lihat keindahan tempat ini dari berbagai sisi.
Ketika berkunjung ke Batu Basusun, kita mesti berhati-hati dengan bebatuan yang licin, apalagi di musim hujan seperti sekarang. Sebelum tiba di Batu Basusun pun saya diingatkan hal yang sama oleh mereka yang sudah pernah berkunjung sebelumnya. Sayangnya, saya justru mengalami kejadian tak terduga tersebut. Saya terjatuh di Batu Basusun.
Kaki ini terpeleset ketika hendak bergeser ke sisi lain, kepala saya membentur batu beberapa kali. Saya tersengkur sambil menahan sakit, dan beberapa saat kemudian darah mengalir dari dahi saya. Beruntung kami membawa beberapa peralatan medis, sehingga saya segera diberi pertolongan.
Beres makan siang, pengambilan video pun dimulai. Teman-teman yang mengurus bagian kamera dan drone pun dengan cekatan melaksanakan tugasnya hari ini. Saya yang menjadi penanggung jawab naskah, mulai menulis beberapa hal untuk keperluan video. Setelah semuanya beres dan memastikan segala hal yang kami butuhkan telah rampung, sekitar pukul 17.00 WITA kami bergegas kembali ke Kupang.
Salam Perpisahan di Padang Lelogama
Tak jauh dari Batu Basusun, ada satu lagi tempat yang menarik untuk dikunjungi. Sebuah bukit kecil dengan hamparan padang hijau yang terbentang luas, namanya Padang Lelogama atau ada pula yang menyebutnya dengan nama Bukit Teletubies.
Kami menghabiskan waktu sore di sini, menunggu matahari terbenam di kejauhan. Usai mengambil beberapa gambar, kami bergegas kembali ke Kupang bersamaan dengan malam yang kian menjelang. Sepanjang jalan seperti biasa kami bercerita banyak hal, terutama tentang segala hal yang kami alami hari ini. Kami tiba di Takari saat hari sudah benar-benar gelap, setelah berhenti sejenak kami kembali melanjutkan perjalanan.
Kami semua tak dapat menyangkal rasa lelah yang kami alami setelah kegiatan seharian ini, beberapa di antara kami tertidur sepanjang perjalanan pulang. Memang tidak ada yang bisa dinikmati dalam perjalanan pulang di malam hari seperti ini, hanya lalu lalang kendaraan yang tampak sepanjang jalan. Sekitar pukul 22.30 WITA kami tiba kembali di Kupang dan segera diantar ke tempat kami masing-masing.
Mengunjungi Lelogama tidak lain adalah sebuah perjalanan yang tak pernah berkesudahan. Lelogama menyambut kedatangan kami dengan ramah, segala keindahan yang ia miliki akan membuatmu mencintainya sampai kapan pun, dan pada setiap kepulanganmu dari sana, segala hal yang telah kau jumpai akan selalu memanggilmu untuk kembali.
Oswald Kosfraedi, saat ini berdomisili di Kupang. Gemar mengisi waktu luang dengan menulis dan mendengarkan lagu karya seorang musisi yang menginspirasi saya dalam menulis.
Lelogama terbaik🥳🥰