Suatu sore yang mendung, saya meluncur menuju ke Desa Katong, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Saya ditemani dua orang dari tim saya: Wahyu dan Swiem. Tujuan saya adalah ke pemakaman umum Desa Katong. Di sana ada makam seorang tokoh aulia yang diyakini bernama Ki Ageng Katong.
Rasa penasaran saya membuncah untuk menyelisik makam ini, karena dari literatur yang saya baca, Ki Ageng Katong atau populer juga dengan nama Raden Bathara Katong merupakan tokoh aulia dan pendiri Kabupaten Ponorogo (Jawa Timur), yang makamnya juga ada di sana, yaitu di Desa Setono, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo.
Bahkan makam Bathara Katong di Desa Setono termasuk destinasi wisata religi di Kabupaten Ponorogo yang tak pernah sepi dari peziarah. Lalu, bagaimana bisa, makam pendiri Kabupaten Ponorogo ini juga terdapat di Jawa Tengah?
Itulah sebongkah rasa penasaran yang mendorong saya untuk datang menziarahi makam Ki Ageng Katong di Desa Katong, dan kemudian terlibat percakapan santai dengan Wakil Juru Kunci Makam Ki Ageng Katong.
Kilas Ki Ageng Katong dalam Sejumlah Literatur
Ki Ageng Katong atau Raden Bathara Katong adalah putra Prabu Brawijaya V, Bhre Kertabumi, Raja Majapahit terakhir. Raden Bathara Katong saat kecil bernama Raden Joko Piturun.
Drs. Muh Fajar Pramono, M.Si dalam buku berjudul Raden Bathoro Katong, Bapak-e Wong Ponorogo (2006) menyatakan bahwa salah satu versi menyebutkan, Prabu Kerthobumi Brawijaya V Raja Majapahit mempunyai lima orang istri. Pertama; putri Cempo berputra seorang menjadi Raja di Pulau Bali (Kalungkung). Kedua; putri seperti raksasa berputera Aryo Dhamar menjadi Adipati di Palembang. Ketiga; putri Cina berputera seorang Raden Patah diangkat menjadi Adipati di Demak. Keempat; Putri Pandan Kuning berputra Bondan Kejawan (Ki Ageng Tarub). Kelima; Putri Bagelan berputra dua orang laki-laki, yaitu Raden Jaran Panoleh atau Lembu Kenongo di Pulau Madura dan Raden Lembu Kanigoro atau Raden Katong yang kemudian diutus ke Ponorogo dan menjadi Adipati di Ponorogo, yang merupakan bekas wilayah kekuasaan Wengker.
Sementara itu, dalam buku berjudul Bhatara Katong, Dari Panaraga sampai Kaliwungu karya Ahmad Hamam Rochani (2005) menyatakan, dari sekian banyak putera Prabu Brawijaya V, ada catatan yang menerangkan bahwa ada dua orang putera Raja Majapahit terakhir itu yang diketahui masuk Islam lebih awal dari pada yang lainnya. Mereka adalah Raden Fatah atau Raden Hasan dan Bathara Katong dari Wengker, Ponorogo.
Syahdan, suatu ketika, Raden Katong mendapat mandat untuk datang ke Wengker—sebelum bernama Ponorogo. Terkait misi ke Wengker ini, terjadi perbedaan pendapat antara para penulis sejarah, yaitu berkenaan dengan siapa yang memberi mandat kepada Raden Katong untuk datang ke Wengker.
Setidaknya ada dua versi. Versi pertama, mandat diberikan oleh Prabu Brawijaya V kepada Raden Katong untuk meredam pemberontakan atau pembangkangan yang dilakukan oleh Demang Suryongalam atau Ki Demang Kutu—penguasa Wengker. Versi kedua menyebutkan, mandat diberikan oleh Raden Fatah, Sultan Demak, untuk melakukan pemetaan kondisi masyarakat di wilayah Wengker untuk keperluan penyebaran Islam.
Menurut Drs. Muh Fajar Pramono, M.Si, kedua versi itu tidak perlu dipertentangkan. Bisa jadi, mandat memang datang dari keduanya. Jadi, motif Raden Katong ke Wengker yang masuk dalam wilayah kekuasaan Majapahit, memiliki dua motif sekaligus, yaitu motif politik sekaligus motif agama.
Motif politik untuk mengingatkan Demang Suryongalam yang menunjukkan indikasi pembangkangan terhadap Majapahit. Sekaligus motif agama dalam rangka penyebaran agama Islam di Wengker atas mandat dari Raden Fatah, Sultan Demak. Apalagi setelah Raden Bathara Katong menjadi Adipati di Wengker punya kedekatan emosional dan struktural dengan Demak. Terbukti banyak para santri Kerajaan Islam Demak banyak dikirim ke Ponorogo.
Adapun gelar “Bathara” yang diberikan kepada Raden Katong, terdapat sejumlah versi. Di antaranya gelar itu diperoleh dari Ki Ageng Prana atau Bhre Pandan Alas, dikenal sebagai Raja Brawijaya IV. Ada juga versi yang menyebut gelar “Bhatara” diberikan Sunan Kalijaga.
Versi lain, sebagaimana yang disebutkan Drs. H. Rachmat Djatmiko dalam buku berjudul Wakaf Tanah (tt), nama “Bathara” yang melekat pada nama Katong adalah atas pemberian Raden Fatah sebagai upaya untuk memudahkan berdakwah di lingkungan masyarakat (Wengker) yang masih memeluk agama Hindu/Budha.
Mana versi yang benar? Wallahu a’lam.
Selanjutnya dikisahkan, setelah menguasai seluruh wilayah Wengker dan hendak melaporkan hal itu kepada ayahandanya, yaitu Prabu Brawijaya V, tiba-tiba ada utusan dari Kerajaan Majapahit yang mengabarkan bahwa Majapahit sudah jatuh ke dalam kekuasaan Prabu Girindrawardhana dan pemerintahan dipusatkan di Keling/Kediri yang disebut Wilwatikta Daha Jenggala.
Dari situlah, akhirnya terbentuk pemerintahan Ponorogo dengan Adipati Raden Bathara Katong dengan gelar Kanjeng Panembahan Bathara Katong. Bagi masyarakat Ponorogo, Bathara Katong adalah sosok yang sangat dihormati, karena—sebagaimana dinyatakan oleh Drs. Muh Fajar Pramono, M.Si: “Raden Bathoro Katong adalah founding father Ponorogo. Tidak hanya sebagai pendiri Ponorogo, tetapi juga yang berhasil mengubah kondisi Ponorogo yang primitif menuju pada masyarakat yang berperadaban.”
Soal peristirahatan terakhir, hampir semua—untuk tidak mengatakan semua—literatur tertulis (buku) yang saya baca menyebutkan bahwa Raden Bathara Katong dimakamkan di Ponorogo. Sebagaimana dinyatakan oleh Ahmad Hamam Rochani dalam buku karyanya, bahwa makam Bathara Katong ada di Ponorogo, berada di sebuah cungkup besar. Makam Bathara Katong berada di depan masjid Setono.
Versi Makam Ki Ageng Katong di Desa Katong
Lalu bagaimana cerita tentang makam Ki Ageng Katong di Desa Katong, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah?
Untuk menjawabnya, saat berziarah ke makam Ki Ageng Katong di Desa Katong, saya bertemu dengan Wakil Juru Kunci Makam Ki Ageng Katong, RT Jonggol Cundoko Budoyo atau yang akrab disapa Mbah Jonggol. Selama lebih dari satu jam saya berbincang-bincang santai dengan Mbah Jonggol terkait kisah Ki Ageng Katong yang makamnya diyakini berada di Desa Katong.
Dari penuturan Mbah Jonggol, terkonfirmasi bahwa antara Raden Bhatara Katong yang makamnya berada di Ponorogo dengan Ki Ageng Katong yang makamnya berada di Desa Katong merupakan sosok yang sama atau merujuk pada satu sosok.
Sehingga cerita tentang sosok Raden Bhatara Katong dan Ki Ageng Katong yang disampaikan oleh Mbah Jonggol nyaris sama sebagaimana yang saya baca di sejumlah literatur, seperti terkait dengan silsilah atau nasab, pemberian gelar Bathara, maupun terkait cerita kedatangan Raden Katong ke Wengker hingga mendirikan Kabupaten Ponorogo.
Perbedaan paling signifikan hanya terletak pada ending cerita. Menurut cerita Mbah Jonggol, setelah mendirikan dan memimpin Ponorogo, suatu ketika Ki Ageng Katong menempuh perjalanan untuk menemui saudaranya seayah lain ibu, yaitu Raden Fatah yang menjadi sultan di Demak.
Sebelum sampai Demak, Ki Ageng Katong sampai di sebuah tempat. Diceritakan, di tempat itulah Ki Ageng Katong babat alas untuk membuat perkampungan. Kampung itulah yang di kemudian hari disebut dengan nama Desa Katong, yang kini berada di wilayah Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Nama Katong yang menjadi nama desa tersebut memang dinisbatkan kepada sosok Ki Ageng Katong sebagai pendiri desa tersebut. Menurut cerita Mbah Jonggol, sepulang dari Demak, Ki Ageng Katong kembali ke kampung itu dan dituakan oleh penduduk di kampung tersebut yang semakin hari semakin ramai. Di tempat baru itulah Ki Ageng Katong mengembangkan syiar Islam.
Menurut cerita Mbah Jonggol, Ki Ageng Katong berada di tempat itu hingga wafatnya dan tidak kembali ke Ponorogo. Hingga saat ini, masyarakat Desa Katong dan sekitarnya meyakini makam Ki Ageng Katong atau Raden Bhatara Katong berada di kompleks Pemakaman Umum di Desa Katong, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan.
Tahun 2010, makam Ki Ageng Katong diperbagus bangunannya dan pada hari Senin, 25 Oktober 2010, makam Ki Ageng Katong diresmikan oleh Bupati Grobogan ketika itu, H. Bambang Pujiono, SH. Sejak itu, makin banyak peziarah yang datang ke makam ini. Meski masih diliputi pertanyaan soal cerita dan makam mana yang lebih valid, yang di Ponorogo atau yang di Desa Katong, namun setidaknya rasa penasaran saya sudah terjawab oleh cerita Mbah Jonggol. Wallahu a’lam.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.