Mentari belum begitu tinggi tatkala saya turun dari bus AC bercat biru jurusan Sukabumi-Palabuhanratu yang membawa saya sampai ke pemberhentian terakhir, Terminal Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Sejumlah pengemudi ojek konvensional langsung merubung saya dan penumpang lainnya. Mereka berebut menawarkan jasa untuk mengantar ke sejumlah daerah wisata pantai di kawasan Palabuhanratu.

Karena tujuan saya hari itu hanyalah Dermaga II Palabuhanratu, saya pun dengan halus menolak tawaran mereka. Pasalnya, jarak antara Terminal Palabuhanratu ke dermaga tak begitu jauh, cuma sepeminuman teh. Cukup melenggang kangkung jalan kaki ke arah selatan, melewati sebuah pasar tradisional, kita bakal segera tiba di depan gerbang Dermaga Palabuhanratu.

Maka, setelah rehat sebentar di terminal, saya pun berjalan menyusuri pasar tradisional yang saat itu sedikit becek di sana-sini karena semalam tampaknya telah turun hujan. Aktivitas jual-beli khas pasar tradisional begitu terasa pagi itu. Di beberapa titik, aroma sampah sayuran dan buah-buahan yang mulai membusuk menyengat hidung.

Usai berjalan kaki sepuluh menitan, saya pun sampai di Dermaga II Palabuhanratu, tempat rutin dilakukannya pelelangan ikan hasil tangkapan para nelayan. Sejumlah penjual ikan segar yang saya lewati berlomba menawarkan ikan-ikan segar yang baru saja mereka dapatkan dari nelayan yang melaut hari itu.

Panorama Dermaga Palabuhanratu, Sukabumi/Djoko Subinarto

Namun, karena saya ingin lebih dahulu menikmati panorama laut, berbagai tawaran mereka hanya saya jawab dengan senyuman dan gelengan kepala sembari terus berjalan menuju kawasan Dermaga II di mana perahu-perahu dan kapal-kapal nelayan bersandar.

Tahan gempa

Dermaga II Palabuhanratu yang dilengkapi dengan beton pemecah gelombang (breakwater) telah dirancang untuk menahan gempa tingkat I. Dengan demikian, jika terjadi gempa bumi, sebagian besar bangunan dan fasilitas penting di sini tidak bakal rusak parah.

Selain itu, jalan di kawasan Dermaga II Palabuhanratu juga dirancang agar tahan terhadap kikisan air laut dan tekanan hingga ratusan ton sehingga aktivitas bongkar muat yang dilakukan di dermaga dapat selalu berjalan lancar.

Di samping dilengkapi fasilitas tempat pelelangan ikan (TPI) yang cukup luas, Dermaga Palabuhanratu juga dibekali fasilitas lainnya seperti stasiun pengisian bahan bakar, bengkel perbaikan perahu/kapal nelayan hingga sebuah masjid yang bentuknya seperti kapal laut.

Memasuki kawasan Dermaga II Palabuhanratu, saya langsung disambut hamparan perahu dan kapal nelayan yang sedang tidak melaut. Nun jauh di seberang dari tempat saya berdiri, beberapa pria terlihat anteng memancing ikan dari atas beton penahan ombak. Sementara itu, sejumlah pengunjung terlihat asyik ber-selfie dan ber-wefie dengan latar perahu dan kapal nelayan yang berwarna-warni serta beragam ukuran.

Penobatan Putri Nelayan/Djoko Subinarto

Sebuah panggung sederhana ikut menghiasi dermaga hari itu. Panggung tersebut rupanya disiapkan untuk acara seremonial peringatan Hari Nelayan sekaligus penobatan Putri Nelayan. Orang-orang menyemut di sekitar panggung, ingin menyaksikan sejumlah pertunjukan seni tradisional yang disajikan untuk memeriahkan acara peringatan Hari Nelayan. Dan acara pun berlangsung dengan semarak.

Kelar seremonial di panggung, acara dilanjutkan dengan pawai perahu nelayan. Pembawa acara mempersilakan pengunjung yang ingin ikut bergabung untuk segera menaiki perahu-perahu yang telah disiapkan.

Sebuah perahu sedang dipersiapkan untuk pawai laut/Djoko Subinarto

Lantaran penasaran kepingin mencoba bagaimana rasanya naik perahu nelayan dan berlayar di tengah lautan lepas, saya pun ikut bergabung dengan sekelompok pengunjung lainnya yang sedang berusaha menaiki sebuah perahu motor.

Sesaat setelah semua penumpang naik, perahu yang saya tumpangi itu pun perlahan bergerak meninggalkan dermaga menuju tengah lautan. Sedikit demi sedikit, daratan mengecil dan akhirnya sirna tidak kelihatan sama sekali.

Orang-orang berjubel di perahu menyaksikan pawai laut/Djoko Subinarto
Perahu-perahu yang berpartisipasi dalam pawai laut/Djoko Subinarto

Kami benar-benar berada di tengah lautan nan luas. Seluruh penjuru yang kami lihat hanyalah birunya laut yang berbatas cakrawala. Perahu yang kami tumpangi terkadang bergoyang-goyang diguncang gulungan ombak. Sambil menikmati panorama Laut Kidul, sejumlah penumpang tidak henti-hentinya menjepretkan kamera mereka ke berbagai penjuru. Saya sendiri lebih banyak memerhatikan bagaimana juru mudi mengendalikan perahu motor yang membawa kami.

Beberapa penumpang perahu sedang mengabadikan pawai laut/Djoko Subinarto

Setelah cukup lama berputar-putar di tengah lautan bersama perahu-perahu lainnya, perahu motor kami lantas membuat manuver dan memutar haluan ke arah semula, yaitu kawasan Dermaga II. Berangsur, pemandangan daratan yang sebelumnya telah lenyap dari pandangan mata kami sedikit demi sedikit mulai tampak serta kian membesar. Akhirnya perahu motor yang kami tumpangi itu kembali berlabuh. Perahu-perahu lainnya susul-menyusul. Saya dan penumpang lain segera berhamburan turun.

Usai beristirahat sejenak dan menghilangkan rasa dahaga dengan mereguk segelas es cendol yang saya pesan dari salah satu warung, saya kembali berjalan menuju gerbang utama Dermaga II Palabuhanratu. Sekali lagi saya harus melewati sejumlah penjual ikan segar yang tadi menawar-nawarkan dagangan mereka. Kali ini, saya mampir ke sebuah jongko seorang penjual ikan. Setelah sedikit adu-tawar dalam bahasa Sunda, saya memutuskan membeli dua ekor ikan layur (Trichiurus lepturus) segar, sekadar untuk oleh-oleh orang di rumah sekaligus sebagai bukti bahwa saya memang benar telah dolan-dolan ke Laut Kidul.

Tinggalkan Komentar