Akhirnya, setelah ditunggu-tunggu, 15 Februari 2020 lalu sekolah TelusuRI hadir di Kota Bogor. Masih dalam suasana Cap Go Meh, Sekolah TerusuRI kali mengangkat tema “Menelusuri Pecinan di Bogor.” Jarang sekali di Bogor diadakan acara seperti ini.
Diadakan di Gumati Cafe and Resto, Sekolah TelusuRI kali ini dihadiri oleh beberapa pembicara. Salah satunya adalah Kak Abex (@anak_bebek). Siapa sih yang tak mengenal wanita pendaki yang juga travel blogger, influencer, dan brand ambassador Eiger Adventure ini? Cuma, Kak Abex enggan disebut sebagai “salep garam.”
Ada juga Koh Bill (@billydjokosetio), tukang foto keliling profesional dan travelmate-nya Kak Abex. Mungkin ada yang belum tahu kalau Kak Abex dan Koh Bill sudah menikah.
Selain itu, ada Jovita Ayu (@JovitaAyu). Kalau pernah nonton Jejak Petualang sekitar tahun 2013, pasti kamu familiar dengannya, sebab ia adalah eks-host Jejak petualang yang sekarang juga berkiprah sebagai seorang content creator.
Kak Abex, yang adalah seorang pendaki gunung, membagikan tips-tips kecil yang begitu bermanfaat saat mendaki gunung, mulai dari tips sederhana agar rambut tidak lepek (dengan cara memakai bedak bayi) sampai tips menceritakan perjalanan melalui tulisan. Selain itu, ia juga sempat berbagi soal kegelisahannya tentang betapa mirisnya [nasib] orangutan setelah direhabilitasi. Pasalnya, lahan yang seharusnya menjadi tempat tinggal mereka pascapelepasan perlahan-lahan menghilang.
Sementara itu Koh Bill membagikan tips-tips fotografi. Ia banyak bercerita soal [how to] capture the moment dan create the moment. Ada fakta menarik yang saya catat, bahwa ternyata foto-foto yang diunggah Koh Bill di akun Instagramnya ia buat hanya dengan ponsel pintar. Ia berkata bahwa yang terpenting adalah bagaimana kita melihat momen dan menemukan sudut pandang yang tepat untuk bercerita lewat foto. Intinya, teknik dan kemampuan sangat diperlukan. Semua orang bisa menjadi fotografer, namun tak semua orang bisa membuat sebuah foto bercerita—atau memancing orang lain untuk ikut bercerita.
Tak mau ketinggalan, saya bertanya pada Koh Bill tentang tata krama memotret, khususnya di tengah-tengah komunitas yang jauh dari kota. Koh Bill pun menjawab bahwa setiap daerah [punya standar tata krama] yang berbeda. Di sebagian tempat, orang-orang menawarkan diri untuk dipotret, di tempat-tempat lain ada yang tak mau dipotret, dan ada juga yang akan meminta imbalan jika dipotret. Intinya, ungkap Koh Bill, “Lebih baik kita lakukan pendekatan terlebih dahulu.” Ilmu yang sangat bermanfaat.
Setelah sesi sharing selesai, kami lanjut menyantap makanan ringan. Selepas itu, kami berangkat mengelilingi pecinan untuk menelusuri sejarah bangunan tua di daerah Surya Kencana Bogor.
Di tempat pertama, sang pemandu tur menjelaskan tentang Bogor Trade Mall (Mall BTM). Dahulu, sekitar tahun 1920-an, ini bangunan hotel bernama De Bellevue. Lalu kami melanjutkan perjalanan ke Lawang Suryakancana yang dikenal sebagai pecinannya Bogor. Di sekitar sana ada Vihara Dhanagun yang lebih tenar sebagai Vihara Hok Tek Bio. Dipercaya, vihara ini berusia 300 tahun lebih dan menjadi vihara tertua di Bogor. Nuansanya merah dan emas. Aroma hio menguar di sana.
Dari Vihara Dhanagun, penelusuran berlanjut ke Pasar Bogor. Tepat di ujung Pasar Bogor, terdapat bangunan berarsitektur Eropa-Tionghoa yang ternyata salah satu hotel tertua di Bogor. Namanya Hotel Pasar Baroe. Namun sayang, hotel yang menjadi saksi bisu masa kolonial ini kini sudah rapuh dan kumuh. Hotel ini dibangun oleh seorang Tionghoa bernama Tan Kwan Hong sekitar tahun 1873.
Kami lanjut ke Pulo Geulis, pulau kecil di tengah Sungai Ciliwung. Pulau ini dihuni oleh komunitas etnis Sunda dan Tionghoa yang hidup rukun dan damai. Di Pulo Gelis berdiri Vihara Mahabrahma (Phan Kho Yah Bio), salah satu vihara tertua di Bogor.
Menariknya, di vihara ini ada musala. Saat perayaan Imlek, vihara ini digunakan komunitas Tionghoa untuk merayakan tahun baru. Sementara saat Maulid Nabi, komunitas Sunda yang mayoritas memeluk Islam akan menggunakannya untuk pengajian dan bahkan sembahyang. Sebelum menjadi vihara, pada zaman Kerajaan Pajajaran, tempat ini digunakan sebagai tempat peristirahatan Prabu Siliwangi. Di vihara ini juga ada petilasan Raja Surya Kencana, bersebelahan dengan makam Mbah Imam, leluhur penyebar agama Islam zaman Pajajaran. Vihara ini sudah masuk dalam kawasan cagar budaya.
Sejarah ternyata bisa menyatukan kita dalam perbedaan.
Usai menggali sejarah Vihara Mahabrahma, sang pemandu mengajak peserta Sekolah TelusuRI melihat rumah tua bergaya Indis milik keluarga Kapitan Tan yang berada di Jalan Surya Kencana No. 210, Kelurahan Gudang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Keluarga Tan adalah keluarga peranakan yang terkenal kaya raya dan dihormati pada zaman Hindia Belanda. Dia juga dikenal sebagai pendiri Gedung Dalam.
Dan penelusuran bersama Sekolah TelusuRI Bogor pun berakhir di sini.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.