Buat sebagian orang, mendaki gunung menjadi kegiatan outdoor yang menantang sekaligus menyenangkan. Bukan hanya soal bersenang-senangnya, ternyata dengan mendaki gunung seseorang bisa belajar dari alam menemukan proses pendewasaan.
Minggu lalu tepatnya tanggal 17 Januari 2021, TelusuRI berkesempatan ngobrol bareng melalui Instagram Live dengan pendaki termuda Gunung Carstensz dari Indonesia yakni Khansa Syahlaa.
Untuk kamu yang ketinggalan Instagram Live-nya, simak rekapnya berikut ini. Ada banyak hal-hal menarik bisa dikulik dari kecintaan Khansa dengan pendakian.
Dari mana sih Khansa kenal pendakian?
Saat ini Khansa tengah duduk di bangku SMP kelas 9, ia sedang sibuk-sibuknya belajar karena ingin masuk SMA favorit. Saat ditanya kenal pendakian dari mana, ia menjawab kenal dari sang Ayah yang dulu sering sekali naik gunung.
Khansa mendaki gunung pertama kali saat usianya masih lima tahun. Kala itu, dia diajak ikut serta ke Gunung Bromo. Mendaki gunung di usia dini tentunya diselimuti rasa takut dan penasaran. Takut nanti dingin, takut nanti akan bertemu satwa liar, dan sebagainya. Namun saat sudah sampai di puncak semua lelah dan rasa takut hilang. Dari sanalah Khansa mulai mengenal pendakian dan mulai menyukai kegiatan ini. Setelahnya ia melakukan hal serupa di Gunung Rinjani.
Kalau ada banyak tempat lain, kenapa harus gunung?
Khansa bilang mendaki gunung sebagai cara pembentukan karakter dirinya. Karena saat berada di alam Khansa semakin banyak belajar. Belajar untuk lebih mandiri, belajar untuk lebih bisa mengambil banyak keputusan, juga belajar untuk lebih bisa berserah diri kepada Tuhan.
Selain itu Khansa juga menuturkan bahwa ia dapat banyak pengalaman baru dan teman-teman baru. Sehingga dari semua itu lama-kelamaan kepribadian Khansa jadi lebih baik, dia juga jadi bisa untuk melihat sudut pandang lain yang nggak cuma tentang kota atau pedesaan saja. Singkatnya, “alam semesta mengajarkan banyak hal terutama gunung.”
Bagaimana rasanya menjadi pendaki Gunung Carstensz termuda di Indonesia?
Khansa sangat bersyukur kepada Allah SWT karena sebelumnya ia mempersiapkan segala sesuatunya dengan maksimal. Misalnya saja seperti latihan selama empat bulan penuh sebelum pendakian ke Carstensz.
Selain itu, Khansa juga melakukan try out ke bukit-bukit karena Carstensz punya karakteristik berbeda dengan gunung-gunung lain di Indonesia. Puncak Carstensz ini dikenal dengan keekstriman dan teknikal.
“Lot of emotion dan tangis haru juga senang karena bisa sampai di puncak Carstensz,” ucapnya. Juga pengalaman yang nggak akan terlupakan.
Gimana sih awalnya masuk dan mengikuti rangkaian 7 Summit Indonesia?
Khansa bilang, semua berjalan secara tidak terduga. Mulanya, saat itu ia sedang berada di pameran buku dan kemudian melihat buku 7 Summit Indonesia. Khansa yang sedang tertarik terhadap pendakian pun langsung membeli dan membacanya. Tak berapa lama, ia pun memutuskan mengikuti rangkaian 7 Summits Indonesia dengan banyak curahan semangat dari orang-orang terdekatnya.
Apa sih yang dirasakan Khansa naik gunung?
Khansa bilang kalau gunung itu sebagai proses healing dan memperkenalkannya akan hal-hal baru yang membuat jauh lebih tenang. Khansa menambahkan bahwa ia banyak belajar tentang makna pertemanan yang sebenarnya dari pendakian.
Kalau di gunung semuanya itu teman dan nggak boleh saling meninggalkan. Ada banyak kasus pendaki hilang karena dirinya dikuasai oleh ego. Misalnya nih, naik bareng, tapi turun nggak bareng. Itu nggak baik karena akan merugikan diri sendiri juga merugikan orang lain.
Perubahan apa sih yang dirasakan Khansa setelah mengenal pendakian?
Pendakian mengajarkan Khansa untuk nggak egois dan hanya memikirkan diri sendiri. Hal ini supaya kecelakaan saat pendakian bisa diminimalisir. Menurut Khansa, gunung itu selain ramah juga terkadang mencekam. Nggak akan pernah ada yang tahu apa yang akan terjadi di gunung, jadi jangan berlaku egois.
“Jangan ambil apapun kecuali foto, jangan bunuh apapun kecuali waktu, dan jangan tinggalkan apapun kecuali jejak.”
Karena hakikat pendakian itu pulang dengan selamat.
Selama pandemi apakah pernah naik gunung?
Iya, ada tiga gunung yang sudah Khansa daki yaitu Gunung Fatah, Gunung Abang, dan Gunung Batur. Hal yang membedakan mendaki gunung saat pandemi ialah adanya protokol kesehatan yang harus ditaati, misalnya saja sebelum mendaki gunung harus menjalani rapid test terlebih dulu.
Di masa pandemi ini, sejumlah gunung juga memberikan kuota pendakian. Jumlah pendaki dibatasi hingga 50% dari kuota biasanya. “Setidaknya, gunung juga butuh healing,” sambungnya.
Selama pandemi, mengisi waktu dengan kegiatan apa aja?
Khansa mengisi waktu dengan beragam kegiatan, mulai dari workout, baca buku, nonton film bahkan sampai belajar masak. Khansa juga menyempatkan untuk riset-riset tentang gunung apa yang ingin didaki setelah pandemi selesai.
* * *
Khansa juga memberikan sebuah semangat untuk menutup sesi ngobrol bareng sore itu.
“Tinggalkan gadgetmu, keluar dari rumahmu, keluar dari zona nyamanmu dan lihatlah keindahan Indonesia dari puncak-puncak gunung.” – Khansa Syahlaa
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
1 komentar
[…] Ya, dia adalah Khansa Syahlaa. Jangan lupa untuk lihat obrolan TelusuRI dengan Khansa. […]