Libur kenaikan kelas adalah hal yang paling ditunggu oleh semua pelajar, termasuk saya. Masa-masa liburan menjadi masa yang menyenangkan karena pada saat ini saya dapat mereset otak dari banyaknya tugas sekolah. Seperti biasa, saya akan menghabiskan waktu liburan saya di desa tempat kakek tinggal. Suasana yang tentram, sunyi, dan damai.
Malam itu suasana sangat cerah, bulan purnama bersinar dengan terang, dan bintang yang bertebaran menambah kesan indah di langit. Keluarga saya seperti biasa akan berkumpul selepas makan malam, menceritakan hal-hal apa saja yang dilewati hari ini. Paman saya memberitahu bahwa hari ini ada pertunjukan ketoprak di desa tetangga. Saya yang mengetahui hal itu sangat antusias karena di kota besar belum pernah ada pertunjukkan ini.
Melihat saya sangat antusias membuat paman pasrah dan akhirnya mengajak saya dan abang menonton pertunjukkan tersebut. Kami mengendarai sepeda motor untuk bisa sampai di desa tersebut, jarak desa tersebut cukup jauh dari desa kami.
Sepanjang perjalanan, jalan raya ramai oleh truk dan mobil. Hingga akhirnya kami tiba memasuki kawasan desa, gapura desa menyambut kami. Hamparan sawah luas terlihat di sisi kanan dan kiri. Jalanan lengang, tampak sepi serta gelap membuat kami harus ekstra hati-hati saat berkendara. Tak lupa suara jangkrik dan hewan malam lainnya menemani perjalanan kami.
Lalu, tibalah kami di tempat penyelenggaraan ajang seni tersebut. Suasana sangat ramai karena banyak warga dari desa lain yang ikut menyaksikan. Kata paman pertunjukan ketoprak seperti ini sangat jarang terjadi, mungkin hanya pada saat terdapat acara pernikahan atau khitanan yang dilaksanakan salah satu warga, ataupun saat acara adat seperti sedekah bumi dan sedekah laut.
Panggung yang digunakan sangat besar dengan hiasan latar dibuat semirip mungkin dengan tempat kejadian aslinya seperti sungai, rumah, hutan, dll. Tema yang diangkat dalam cerita ketoprak biasanya diambil dari cerita legenda ataupun cerita fiksi. Ketoprak kali ini menceritakan kisah legenda yang sudah tidak asing lagi bagi beberapa masyarakat jawa, yaitu kisah Jaka Tarub dan 7 Bidadari.
Kisah ini menceritakan tentang seorang pemuda dari sebuah desa bernama Desa Tarub yang melihat 7 bidadari sedang mandi di sungai. Dia pun mencuri salah satu selendang dari bidadari tersebut sehingga bidadari yang dicuri selendangnya tidak bisa kembali ke kahyangan. Nawang Wulan namanya, yang berakhir tinggal di bumi dan menjadi istri Jaka tarub. Bertahun-tahun berlalu hingga Nawang Wulan menemukan selendangnya di lumbung padi rumahnya dan memutuskan untuk kembali ke kahyangan.
Pertunjukan malam itu mengemas cerita dengan sangat apik, dengan dibumbui dagelan-dagelan Jawa yang mengundang gelak tawa penonton. Suara gamelan menjadi pengiring pertunjukan tersebut. Kurang lengkap rasanya jika menonton tanpa ditemani jagung bakar dan segelas teh hangat. Saya pun membeli dua barang tersebut terlebih dahulu. Setelahnya kami mencari tempat duduk di bangku kosong yang berada di bagian belakang karena di bagian depan sudah penuh sekali. Tak masalah dapat tempat duduk di belakang yang penting bisa melihatnya dengan gratis.
Akhirnya pertunjukan selesai pada pukul 5 pagi. Mata ini terasa begitu berat, rasa kantuk menggelayuti. Tetapi, kami harus bertahan hingga hingga tiba di rumah kakek. Langit mulai terlihat terang, cahaya fajar mengiringi kami di sepanjang perjalanan. Sudah tidak ada lagi suara hewan-hewan malam. Hamparan sawah mulai terlihat keindahannya. Hawa dingin serta embun yang menetes menambah kesan nyaman bagi saya.
Memasuki kawasan jalan raya sudah terlihat banyak kendaraan berlalu lalang, wajar saja jalan pantura tidak pernah sepi oleh pengendara yang lewat. Akhirnya tibalah kami di rumah kakek. Kami langsung bersih-bersih dan melakukan sholat berjamaah. Selepas itu kami pergi ke kamar masing-masing untuk tidur. Saya berharap saya dapat melihat ketoprak lagi kedepannya dan seni pertunjukkan ini masih dilestarikan sehingga bisa dikenalkan kepada generasi selanjutnya.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu!
Siti Farikhatul Jannah tinggal di Semarang. Masih pelajar dan sedang menjalani PKL sekarang. Disela-sela kesibukan PKL, saya masih menekuni hobi membaca untuk merefresh otak.