Dunia riset Indonesia memang belum semaju negara lain. Beberapa terkendala tenaga, beberapa lainnya terkendala oleh peraturan dan birokrasi yang ruwet. Satu hal yang pasti, berdasarkan data dari BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) dominasi peneliti plat merah di Indonesia hampir mencapai 80%. Faktanya ada banyak hal yang tidak memungkinkan untuk dilakukan oleh swasta—terkait pendanaan, tenaga, dan segala macamnya.
Periset independen bukan berarti tidak terlihat kontribusinya—yang di dalam data BRIN hanya tercatat 20%. Biasanya mereka menyaru dengan komunitas-komunitas lainnya yang ruang lingkupnya tergolong kecil. Salah satu lembaga riset ilmiah swasta di Jawa Barat adalah Niskala Institute yang berfokus pada penelitian Nusantara, khususnya budaya di Tatar Sunda.
Niskala Institute sebagai Jalan
Niskala Institute dibentuk atas dasar “kebosanan” akan dunia riset, khususnya riset mengenai kebudayaan yang dominan dilakukan oleh peneliti dari pemerintah, sehingga menimbulkan sudut pandang dominan dalam melihat kebudayaan. Disinilah peran Niskala Institute yaitu meramaikan dan menyajikan kajian ilmiah dari kebudayaan dengan sudut pandang yang berbeda.
“Selama ini kan ekosistem riset kebudayaan ini “dimonopoli” oleh pemerintah, dan seolah-olah ada gap, dan seolah-olah banyak yang dirasa kurang karena birokrasi, aturan yang mengikat para peneliti yang sehingga mereka pun “terkurung” dalam melakukan penelitian,” seloroh Garbi Cipta Perdana, selaku Direktur Eksekutif Niskala Institute.
Garbi menceritakan sebab itulah yang mendasari pendirian Niskala Institute bersama 8 orang lainnya untuk meramaikan jagat penelitian khazanah kebudayaan Nusantara khususnya Sunda. Meskipun banyak dari anggota Niskala yang berafiliasi sebagai pegawai pemerintah, namun dalam menjalankan penelitian atas nama Niskala, mereka tidak memakai identitas pegawai pemerintah.
Ranah kebudayaan dipandang sebagai ranah yang kering; jauh dari uang dan lebih dekat ke arah sukarela. Dibandingkan dengan politik, tentu saja kebudayaan adalah ranah yang tidak lebih populer. Padahal kebudayaan dapat masuk di segala aspek kehidupan; teknik, militer, politik, gastronomi, dan sebagainya. “Permasalahan apapun apabila dikaji dengan pendekatan kebudayaan memberikan perspektif yang beda, menjadi salah satu alternatif dalam memandang suatu masalah,” ujar Garbi.
Alasan lainnya dari pendirian organisasi ini adalah karena adanya jarak antar peneliti dan masyarakat umum sehingga hasil riset secara umum sulit didapat; baik secara bahasa maupun publikasi. Niskala ingin kedepannya kesenjangan antar peneliti dan masyarakat umum dapat diminimalisir
“Peneliti ibarat berdiri di menara gading, dapat menentukan yang mana yang harus dan yang mana yang tidak, sayang sekali kalau pengetahuan yang seharusnya menjadi ranah semua orang, malah menjadi ranah yang eksklusif.”
Dibentuk dari Berbagai Macam Latar Belakang
Niskala Institute beranggotakan 9 orang yang terdiri dari para peneliti baik dari kampus dan instansi pemerintahan. Menarik untuk disimak, menurut Garbi kenapa Niskala belum membuka kepengurusan untuk umum? Salah satu kekurangan dari hasil kajian secara swasta adalah seringkali tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan perundang-undangan. Perumusan perundang-undangan tentunya membutuhkan kecakapan serta sertifikasi khusus agar bisa turut serta dalam perumusannya.
Oleh karena itu pengurus Niskala Institute berasal dari para ahli yang berkecimpung di bidangnya masing-masing seperti arkeologi, sejarah, arsitektur, dan lain sebagainya agar dapat menyuarakan hasil penelitiannya sebagai acuan untuk membuat peraturan.
Sedangkan untuk dapat berkontribusi di Niskala, tidak ada batasan khusus dan terbuka secara umum. Hal ini diklaim Garbi untuk menciptakan iklim demokratis dan keterbukaan akses informasi. Digitalisasi data, publikasi secara luas dengan open source adalah hal yang diupayakan oleh Niskala kedepannya. Untuk saat ini, Garbi membenarkan beberapa hal masih menjadi kendala; terutama dana, keahlian, dan waktu.
Niskala Institute membantu beberapa mahasiswa untuk merasakan langsung pengalaman bekerja di lapangan dan membantu penyediaan data untuk kepentingan penelitian. Hal ini dirasa perlu sebagai wujud publikasi data yang tidak tebang pilih. Bukan rahasia lagi kalau beberapa data penelitian kadang tidak diserahkan begitu saja karena dianggap sebagai ‘lahan’ pribadi.
Kedepannya, mereka juga mempunyai niatan untuk merealisasikan sekolah kebudayaan untuk masyarakat, dengan tujuan membekali masyarakat dengan pengetahuan dasar mengenai riset dan penelitian.
“Dengan sekolah budaya ini, diharapkan mereka pada akhirnya bisa mendokumentasikan kebudayaan yang ada di sekitar mereka.”
Garbi berharap sesegera mungkin mereka akan bertemu dengan partner kerja yang tepat untuk menjalankan program-program mereka. “Kalau soal silabus, teknisnya, kita sudah mempersiapkannya sebaik mungkin cuman karena pendanaan belum memungkinkan, jadi urung untuk terealisasi dalam waktu dekat,” terang Garbi.
Pendanaan memang menjadi syarat vital sebuah acara berlangsung dengan lancar. Kenyamanan peserta serta pembicara tentu menjadi pertimbangan mutlak untuk memudahkan alur acara berlangsung. Tanpa pendanaan yang sesuai, mustahil rasanya acara bisa berjalan lancar.
Dalam pertengahan tahun 2022, Niskala akan mengadakan kegiatan penulisan sejarah bagi guru-guru sejarah di Kabupaten Subang, juga pelatihan kepenulisan bagi juru pelihara di Ciamis. “Juru pelihara kan biasanya hanya menjaga dan membersihkan suatu tempat, nah dari Niskala kita memfasilitasi bagaimana caranya menulis serta mengedit. Di situlah kita ingin memasyarakatkan riset agar tidak terkesan eksklusif,” terangnya.
“Semua orang adalah peneliti, hanya bedanya tidak semua orang menuliskannya,” timpal Garbi.
Akankah Niskala tidak hanya berfokus pada penelitian di Jawa Barat dan mulai berkecimpung dalam jangkauan daerah yang lebih luas? Garbi menjawab bukan tidak mungkin kedepannya Niskala akan bekerja sama dengan organisasi sejenis untuk mengadakan event-event skala nasional berkaitan dengan kebudayaan Nusantara.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.