Events

Melihat Pameran Lukisan Self Matter di Galeri Raos

Manusia dengan segala kerumitannya menjadikan ia sebagai makhluk yang sangat istimewa. Bagaimana tidak? Manusia diberi wewenang untuk berpikir dengan waras. Berpikir tentang dunia, makhluk lain, terlebih tentang dirinya sendiri. Namun kini, semakin banyak manusia yang hilang. Bukan raganya, tapi hilang jiwanya.

#SelfMatterExhibition merupakan tagar yang menjadi tema utama pameran lukisan di Galeri Raos. Pameran lukisan kali ini menekankan pada makna masalah diri sendiri. Masalah diri yang kompleks, masalah diri yang sukar diceritakan dengan orang lain, masalah diri yang harus dipecahkan sendiri. Karena memang sejatinya, manusia harus bisa hidup di atas kakinya sendiri.

Galeri Raos
Pameran Lukisan Self Matter di Galeri Raos/Nur Nadya

Pameran ini diselenggarakan di Galeri Raos tepatnya di Kota Batu. 21 seniman berhasil membuat sebuah karya yang sangat menakjubkan. Sebagian besar makna dari karya tersebut berisikan keresahan-keresahan yang menumpuk selama pandemi COVID-19. Manusia yang merasa kehilangan tujuan hingga maknanya sebagai manusia. Memang perlu diakui bahwa dampak dari pandemi tidak hanya pada ekonomi, namun juga mental manusia itu sendiri.

Pameran lukisan bertema Self Matter ini merupakan hasil karya dari Himaprodi Seni Rupa Murni Universitas Brawijaya. Universitas Brawijaya atau yang biasa disingkat UB adalah salah satu universitas favorit di Kota Malang. Tidak heran jika UB menghasilkan mahasiswa yang keren diberbagai bidang, termasuk seni rupa. Jadi bukan hal tabu jika karya-karya lukisan ini sangat menarik dan patut diapresiasi. 

Pengunjung galeri sangat antusias menikmati hasil karya para seniman. Lukisan-lukisan yang terpajang di dinding memang memiliki arti tersendiri, bahkan mungkin hanya empunya lukisan yang mengetahui makna tersembunyi dari sebuah karya tersebut. Namun, karya seni memiliki maknabagi penikmatnya. Hal itu pula yang membuat seni menjadi seru untuk ditelaah.  Tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar dari penafsiran suatu karya seni, sejatinya, karya tersebut dapat ditafsirkan sesuai dengan perasaan, bisa saja hari demi hari makna tersebut menjadi berbeda, karena manusia bisa dengan cepat berubah; perasaan, emosi, bahkan pikiran-pikirannya.

Selain lukisan, terdapat acara lain yang membuat pengunjung galeri semakin tertarik untuk berlama-lama, yaitu performance art atau pertunjukan seni. Pertunjukkan tersebut dilakukan di tengah galeri dan kelilingi pengunjung. Sungguh pertunjukan yang sangat menakjubkan. Mungkin memang ada beberapa alur yang sangat sulit untuk dimengerti, namun pengunjung tetap bersemangat memperhatikan para penampil. Terlihat dari sorot mata yang hampir tidak berkedip dari setiap cerita. Terdengar bisik-bisik pengunjung yang mencoba menebak arti dari pertunjukan tersebut.

Ada salah satu pertunjukan yang masih menjadi favorit hingga saat ini. Memang sangat sulit untuk diartikan. Pertunjukan tersebut dimainkan oleh kurang lebih 4-5 orang dengan satu perempuan. Perempuan tersebut berkeliling dan berinteraksi dengan pengunjung tanpa berbicara hanya menunjuk dirinya dan salah satu pengunjung. Sebelumnya pengunjung sudah diberi notes dengan tulisan “you” dan ditempelkan saat perempuan itu datang. Setelah itu, pemeran laki-laki menempelkan lakban di atas lukisan yang bertuliskan lafadz Allah, kemudian ada dua laki-laki yang bersujud di bawahnya sambil menangis tersedu-sedu.

Satu kalimat yang masih teringat adalah, “Pe’en dunyomu, Rek,” yang berarti adalah ambil duniamu. Kalimat tersebut seakan menjadi pengingat sekaligus menyindir manusia yang sangat sibuk dengan dunianya. Manusia yang selalu memikirkan kepentingan duniawi, sibuk kesana kemari mencari pundi-pundi yang dirasa adalah segalanya. Manusia lupa bahwa Tuhan sedang menunggu untuk sujud dan doanya.

Self Matter, sebuah acara seru untuk dihadiri. Sebagian besar pengunjung yang datang dari kalangan pelajar dan mahasiswa Rentang umur  remaja sering kali merasakan kehilangan diri sendiri, kehilangan keinginan diri, dan bentuk kehilangan yang tidak seharusnya dirasakan. Entah apa makna sesungguhnya dari tema, lukisan dan pertunjukan yang ditampilkan. Setiap orang bebas mengartikan tanpa perlu dinilai orang lain. 

Tidak salah jika tema ini diangkat di masa-masa sekarang. Hal yang dirasakan setiap individu semasa pandemi berlangsung. Entah bagaimana caranya kembali menjadi manusia yang sama seperti sebelumnya. Yang bisa melakukan segala hal tanpa cemas, yang dapat berguna bagi orang lain. Banyak manusia berpikir bahwa hidup di dunia ini harus melulu tentang membantu orang lain. Namun apakah sudah ditelisik lebih jauh tentang membantu diri sendiri?

Menengok ke dalam dan merasakan apa yang sedang dilalui. Mencoba mengerti tentang apa-apa yang dibutuhkan. Mengajak bicara diri sendiri mengenai rasa perih tanpa mengelak bahwa diri sedang tidak baik-baik saja. Karena hal terpenting dari proses mengobati luka diri adalah menyadari bahwa luka itu memang ada dan nyata meski tidak terlihat. Mari berdamai dengan diri sendiri, memeluk diri tanpa ada lagi kalimat menghakimi. Setiap diri memiliki hebatnya tersendiri yang tidak layak untuk disakiti dan dibandingkan dengan diri yang lain. 


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Nadya si anak bungsu dari empat bersaudara.

Nadya si anak bungsu dari empat bersaudara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Berkunjung ke Museum Dewantara Kirti Griya