Sembari menyusuri beranda Instagram, saya melihat like seorang teman pada sebuah postingan. Postingan ini tentang sebuah petilasan yang terletak di sebuah desa di Mojokerto. Penasaran dengan isi postingannya, saya kemudian membuka profil dan melihat sebuah akun bertemakan sejarah dan budaya, yang mengangkat kembali khazanah budaya Jawa kepada khalayak umum. Mojopahit Lelono merupakan sebuah komunitas yang eksis dengan tinggalan budaya khususnya di daerah Mojokerto, berdiri semenjak tanggal 6 Juni 2016. 

Awal mula berdirinya komunitas ini dilandasi oleh rasa prihatin, banyak situs-situs bersejarah yang terbengkalai dan rusak di daerah Mojokerto yang kurang diperhatikan. 

Tokel, Muhammad Zazuly, dan Mujiono merasa terpanggil untuk melestarikan tinggalan nenek moyang yang sudah menjadi sejarah hidup bangsa ini, apalagi banyak yang tidak tercatat oleh buku-buku sekolah. 

Majapahit Lelono
Pendataan di situs kuno Pacet, di Desa Sajen/Istimewa

“Pada akhirnya hal itu mendorong kami untuk membuat Komunitas Mole yang merupakan singkatan dari Mojopahit Lelono pada 2016 silam,” ungkap Tokel.

Nama Mojopahit Lelono sendiri mereka ambil dari kata Majapahit yakni merupakan kerajaan Hindu Buddha terakhir di Nusantara antara abad ke-13 sampai abad ke-16 Masehi, dan lelono artinya berkelana (perjalanan),” tambahnya. Kegiatan Mojopahit Lelono biasanya blusukan mencari keberadaan situs peninggalan sejarah ke punden-punden desa atau makam danyang (leluhur) desa dan kemudian mengabarkan hasil penyelidikan mereka ke media sosial.

Keberadaan situs atau benda cagar budaya itu paling banyak kami jumpai di tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Tetapi ada pula tinggalan yang baru ditemukan oleh komunitas ini yaitu sebuah jobong sumur yang terbuat dari batu dengan inskripsi yang menunjukkan tahun 1284 Saka/1369 Masehi. Dengan segera komunitas melaporkannya pada pihak terkait untuk ditinjau dan diteliti lebih mendalam.

Anggota komunitas ini pada awal berdirinya cukup banyak, yakni sekitar 40 orang. Seiring waktu, jumlah ini menyusut karena berbagai ihwal, dari kesibukan keluarga maupun pekerjaan. Namun tidak aktif bukan berarti berpisah, mereka semua masih menjalin komunikasi satu sama lain. Sekarang anggota aktif yang tersisa berjumlah 20 orang. Cara bergabung dengan Mojopahit Lelono sebenarnya cukup mudah, siapapun dan dimanapun dapat menjadi anggota Mojopahit Lelono asalkan mencintai sejarah. Tapi memang yang diprioritaskan adalah yang tinggal di sekitar Mojokerto.

“Seorang pelestari sejarah itu tidak bisa dipaksakan, kalau tidak ada niat dari hati yang tulus semua tidak akan bisa berjalan dengan baik. Oleh karena itu dibutuhkan orang yang memiliki niat tulus dan benar-benar mencintai peninggalan sejarah,” tegas Tokel.

Relevansi Kebudayaan Majapahit dengan Masa Sekarang

Bicara sejarah, tentu kita membicarakan kerajaan-kerajaan yang sempat eksis di masa lampau sebelum negeri ini terbentuk. Majapahit adalah salah satu kerajaan terbesar yang ada di Nusantara. Tentunya sebagai bagian dari masa lalu, ada pertanyaan “apa relevansi antara masa lalu dengan masa sekarang?” atau “bisakah masa lalu tersebut memberi kita manfaat?”

Sebagai komunitas sejarah yang paling dekat dengan lokasi kerajaan Majapahit, Mojopahit Lelono memandang warisan budaya Majapahit masih memiliki nilai relevansi tinggi bagi kehidupan masa kini. Karya budaya akan memiliki tiga macam kemanfaatan, yaitu ideologis, edukatif, dan ekonomis.

Majapahit Lelono
Punden Mbah Jenggot di Desa Pesanggrahan dengan tumpukan bata kuno/Istimewa

Nilai ideologis bermakna bahwa warisan budaya masa Majapahit bagi masyarakat kini merupakan sebuah kebanggaan sebab dalam warisan budaya tersebut terdapat nilai-nilai luhur. Nilai ekonomis dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi melalui sektor pariwisata. Nilai edukatif mendorong munculnya pesan-pesan edukatif karena artefak tampak dan tak tampaknya warisan Majapahit itu benar-benar nyata.

Trowulan dipercaya adalah bekas ibukota kerajaan Majapahit pada masa silam, dibuktikan dengan peninggalan sejarah berupa tinggalan bangunan suci, bekas pemukiman kuno, kanal kuno, gapura, batu prasasti, arca dan masih banyak lagi tinggalan budaya yang ada di Trowulan Mojokerto. Tentunya ini menambah semangat anggota komunitas Mojopahit Lelono untuk terus menelusuri tinggalan lainnya yang belum ditemukan.

Membumikan Ingatan Tentang Warisan Leluhur

Setiap generasi punya caranya tersendiri untuk belajar, termasuk generasi sekarang yang sudah banyak dijejali teknologi. Penyampaiannya tentu berbeda dengan generasi sebelumnya.

Majapahit Lelono
Temuan unfinished arca Ganesha oleh salah seorang penduduk Desa Gebangsari yang disimpan dan dirawat dengan baik/Istimewa

Mojopahit Lelono, dalam upaya melekatkan ingatan masyarakat tentang warisan budaya yang semakin terpinggirkan pada masa modern ini menggunakan alat-alat yang sesuai dengan zaman sekarang. “Misalnya dengan menggunakan media sosial. Karena generasi milenial sekarang sangat akrab dengan medsos, mereka tidak bisa lepas barang itu sedikitpun.”

“Maka dari itu kami rajin mengunggah konten-konten sejarah di Instagram, YouTube, TikTok dan Facebook,” tambahnya.

Pengenalan sejarah kepada masyarakat saat ini harus betul-betul memanfaatkan teknologi informasi. Pasalnya zaman serba digital ini semua orang dapat mengakses informasi dalam  satu genggaman melalui telepon seluler. Dalam setiap ada agenda blusukan ke situs-situs kuno, anggota komunitas juga mengedukasi kepada masyarakat sekitar untuk ikut serta menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah yang ada di desa mereka. Agar tidak rusak atau hilang dicuri oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar