Travelog

Liburan Indie di Kakek Bodo Campground, Pasuruan

Saya adalah seorang pekerja kantoran yang menghabiskan waktu dari Senin-Sabtu untuk datang ke kantor jam 08.30 WIB dan pulang bersama dengan para pekerja lain—yang seringkali terjebak kemacetan setiap jam 18.00 WIB. Kalian pasti bisa menebak, apa yang saya rasakan jika kegiatan ini kita ulangi terus menerus setiap hari selama  satu tahun lebih. Ya, bosan, jenuh, lelah, itu semua saya rasakan. 

Pandemi yang belum menunjukkan tanda-tanda reda ini, membuat banyak sekali rencana perjalanan saya tertunda. Bahkan, saya hampir tidak pernah meninggalkan Kota Surabaya selama satu tahun ke belakang. 

Sekitar bulan April 2021, dua orang kawan mengajak saya liburan santai—dan tentu saja murah, saya langsung mengiyakan saja karena sudah penat dengan situasi dan kondisi yang sedang saya hadapi. 

Camping di Kakek Bodo Campground, Prigen, Pasuruan

Setelah mencocokkan jadwal pekerjaan, terpilihlah tanggal 12-13 Juni 2021. Bertepatan dengan hari ulang tahun saya ke- 25 tahun. Itung-itung, ini adalah rasa terimakasih terhadap diri saya sendiri setelah berhasil bertahan melewati satu tahun yang sulit—paling sulit karena ibu saya berpulang pada 18 Februari 2021 lalu.Bersama lima orang  kawan, saya berbagi tugas membawa barang. Kurang lebih, ini daftar perlengkapan yang kita bawa: 2 tenda ukuran sedang, 1 kompor portable, 1 set nasting (pinjam teman), sendok (bawa dari rumah masing-masing), 1 buah gas (beli di minimarket sekitar Rp30 ribu).

Untuk meminimalisir biaya, kami memanfaatkan bahan makanan yang ada di rumah, seperti mie instan, garam, lada, saos sambal, dan penyedap masakan. Khusus daging barbeque, sosis & bakso, kami membelinya. Kami tidak membawa nasi atau beras untuk dimasak, karena kami pikir, bahan-bahan ini sudah cukup untuk kita makan 2 kali. 

Sabtu  ba’da Maghrib, saya dan kawan-kawan berangkat ke campground Kakek Bodo. Dari Surabaya, normalnya perjalanan sekitar 90-120 menit. Tetapi, terjebak macet di sepanjang Bungurasih-Gedangan Sidoarjo. Alhasil, kami mencari jalan alternatif lain agar tidak terlalu lama dikepung kemacetan.

Suasana Campground
Suasana campground/Izzatul Mucharrom

Pintu masuk ke Campground Kakek Bodo ada 3, tetapi kita memilih masuk lewat jalur belakang yakni Hotel Surya karena lebih dekat dengan campground. Kami tiba di sana sekitar jam 20.00, harga tiket masuk Rp20 ribu per orang, kami harus mengisi semacam formulir pendaftaran dengan nama dan tanda tangan 1 orang penanggung jawab, kami cantumkan juga jumlah orang di rombongan yang ikut serta.

Harga tiket parkir motor Rp3 ribu. Dari tempat parkir, kami harus berjalan sekitar 5-10 menit sedikit menanjak untuk sampai di campground. Kami memilih lokasi yang dekat dengan kamar mandi, tidak terlalu ke atas. Karena kondisi malam hari, kami segera membangun tenda untuk kemudian menyiapkan makan malam. 

Kami masih mendengar kawan-kawan yang telah sampai lebih dulu di campground bercengkrama, bergurau, memetik gitar sambil bernyanyi, dan ada pula yang memasak. Setelah tenda berdiri, kami menyiapkan perlengkapan untuk pesta perut, alias makan-makan. Dengan bumbu-bumbu sederhana dan racikan ala kadarnya, kami berhasil menyantap mie instan dengan topping daging, sosis dan bakso sapi. Ditambah saus sambal dan dinginnya udara Prigen pada 12 Juni. Ah, sungguh momen perayaan ulang tahun yang tak akan pernah saya lupakan. 

Kami berbincang tentang banyak hal, mulai dari yang biasa-biasa saja sampai merembet ke gosip. Maklum, kami berenam sudah jarang bertemu. Padahal, semasa satu UKM saat kuliah dahulu, hampir setiap hari kami bertemu. Ini adalah kegiatan sederhana, terlampau sederhana, atau, kalian lebih sering melakukannya. Tetapi bagi saya yang masa mudanya direnggut kapitalisme ini, momen ini sangat berharga. Istilahnya, golden moment-lah ya.

Saat itu terbersit di pikiran saya: banyak sekali tempat indah dan waktu-waktu yang bisa dihabiskan dengan orang-orang tersayang, tapi mengapa masa muda saya harus dihabiskan setiap hari dari pagi-petang untuk duduk menatap layar komputer? Dengan tuntutan ini itu dan rasa jenuh yang kian menumpuk. Tapi ya sudahlah.

Telentang Dibawah Langit
Telentang Dibawah Langit/Izzatul Mucharrom

Esok paginya, saya bangun paling akhir. Kawan-kawan sudah membuatkan kopi sambil merokok, berbincang entah membicarakan apa. Saya bangun dan pergi ke kamar mandi untuk bersih diri, kemudian bergabung dengan mereka. Saya tidur telentang menatap langit, dengan pohon-pohon di sekeliling. Sesekali, saya memejamkan mata sambil menghirup-hembuskan napas dalam-dalam. Rasanya, saya tidak ingin pulang. Tidak ingin ke kantor dan pulang dengan rasa penat lagi. 

Setelah itu, kami sarapan, dengan menu yang sama, tetapi suasana berbeda. Karena terang, kami bisa melihat kawan-kawan yang lain. Mereka memasak, mengantre di kamar mandi, bergurau, berfoto, mencuci piring, dan lain-lain. 

Urusan perut beres, saya jalan-jalan ke ground atas. Ada Ground A sampai F, kalau saya tidak salah lihat. Alternatif lain setelah kalian camping di sini, kalian bisa mampir ke air terjun, sekalian berendam di sana. Semua rasa penat kalian terhadap kota akan hilang sejenak!

Kami juga mampir ke warung yang ada di campground, di warung itu tersedia beberapa minuman hangat seperti kopi, teh, dan minuman sachet lain. Ibu warungnya juga jual gorengan lho, saya sempat mencoba pisang gorengnya, rasanya enak, cuma Rp1 ribu harganya. Awalnya, saya mau pesan es, lalu ibunya berkata, ”Nggak ada es di sini Mbak, lagi pula sudah dingin gini kok ya cari es to?” 

Salah seorang laki-laki usia 50 tahun di warung itu menjawab cepat, “Ini saya lihat-lihat sepertinya orang Surabaya yaa. Dari cara bicaranya saja sudah kelihatan, memang orang Surabaya ya kalo nggak minum es nggak afdhol.”

Kami semua tertawa.

Kami sempat mengobrol dan akhirnya kami tahu bahwa bapak itu mampir di campground setelah melakukan perjalanan bersama komunitas sepeda gunungnya.

Dari penjual makanan dan bapak tersebut pula kami tahu bahwa daerah ini sempat diguyur hujan deras Sabtu malam sekitar jam 18.00-19.00. Bahkan ibu warung sampai meminjamkan terpalnya ke salah satu pengunjung ground karena air hujan yang akhirnya becek di tanah masuk ke tendanya.  Alhamdulillah, kami terhindar dari hujan itu. Kami kembali ke Surabaya jam 13.00, bonus landscape pegunungan dalam perjalanan pulang. Benar-benar refresh otak dengan harga murah, kurang lebih saya mengeluarkan budget Rp150 ribu saja. Singkat memang, tak sampai satu hari, tapi ini sungguh berharga bagi saya.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Gemar membaca, begitu tertarik pada dunia tulis-menulis dan jurnalistik, dan pencinta kopi.

Gemar membaca, begitu tertarik pada dunia tulis-menulis dan jurnalistik, dan pencinta kopi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Obrolan di Kedai Kopi yang Berakhir pada Sunrise Embung Kledung