Batik dan Kota Solo bisa dibilang seperti ikan dan air. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Kota Solo bahkan disebut-sebut sebagai the Capital of Batik alias Ibukota Batik. Selain ada museum batik, di Solo juga ada pasar khusus batik. Siapa yang tak kenal Pasar Klewer, yang lokasinya hanya sepelemparan batu dari Bundaran Gladak dan Keraton Surakarta. 

Dengan jumlah kios mencapai hampir 3.000 unit, Pasar Klewer kini menjadi pusat perdagangan kain batik terbesar di Indonesia. Aneka ragam motif batik bisa kita temukan di pasar ini, baik batik tulis maupun batik cap, dari mulai harga belasan ribu rupiah hingga yang ratusan ribu rupiah.

Dulu sekali, Pasar Klewer bernama Pasar Slompretan. Beberapa literatur menyebut di masa pendudukan Jepang, kawasan Klewer sempat menjadi tempat pemberhentian kereta api. Setiap kereta api yang hendak berangkat, biasanya membunyikan klakson terlebih dahulu yang bunyinya mirip terompet—yang dalam bahasa Jawa disebut sebagai slompret.

Pasar Klewer
Pasar Klewer/Djoko Subinarto

Di masa itu, sudah banyak pedagang yang menjajakan kain batik dengan cara menaruhnya di pundak mereka sehingga tampak menggelantung atau disebut kleweran, dalam bahasa Jawa. Nah, lambat laun, orang-orang pun kemudian menyebut Pasar Slompretan ini sebagai Pasar Klewer. Nama inilah yang lantas populer hingga sekarang.

Belanja batik di Solo tak selalu harus menyambangi pasar Klewer. Wisatawan bisa juga berbelanja batik, atau pun pernak-pernik yang berbau batik, di kampung-kampung batik yang ada di sekitar pusat Kota Solo. Misalnya di Kauman dan Laweyan. Di kedua kampung ini, kalian bukan hanya bisa berbelanja aneka produk batik, tetapi juga dapat mengetahui secara langsung ihwal pembuatan kain batik. Jika berminat, kalian juga bisa mencoba sendiri membuat kain batik dengan jalan dipandu oleh seorang instruktur.

Karnaval Batik

Khusus bagi para pecinta dan penikmat mode kontemporer, sejak tahun 2008, Kota Solo secara rutin menyuguhkan pagelaran busana kolosal serba batik yang digelar saban tahun dalam tajuk Solo Batik Carnival.

Pagelaran busana serba batik ini digelar setiap pertengahan tahun. Acara utamanya berupa aneka kreasi model busana batik yang dibawakan oleh para peraga busana dengan konsep fashion carnival, di mana ratusan peraga busana berlenggak-lenggok memamerkan aneka model busana batik dalam sebuah karnaval di jalanan Kota Solo. 

Sejak pertama kali digelar, saya telah berusaha untuk dapat menonton perhelatan Solo Batik Carnival ini. Namun, baru pada gelaran kelimalah saya baru bisa memperoleh kesempatan menyaksikannya. Itu pun hampir saja batal. Pasalnya, hingga H-2 sebelum penyelenggaraan, saya masih belum dapat tiket kereta. Semua tiket kereta api jurusan Bandung—Solo telah ludes dipesan. Maklum, bertepatan dengan musimnya orang liburan waktu itu.

Akhirnya, karena tak dapat tiket kereta, saya beralih berburu tiket bus. Dan beruntung, masih kebagian. Hingga akhirnya, Sabtu pagi, tanggal 30 Juni 2012, saya telah berada di Solo. Dari terminal bus Tirtonadi, saya menunggang becak menuju penginapan langganan di sekitar Jalan Rajiman. Lokasi penginapannya tidak berada persis di pinggir jalan Rajiman, melainkan masuk sedikit gang besar. Setiap ke Solo, saya memilih penginapan tersebut karena homy dan juga tidak bising.

Solo Batik Carnival
Solo Batik Carnival/Djoko Subinarto

Sampai di penginapan, mandi dan beres-beres sebentar, kemudian pesan makanan, dan lantas istirahat. Baru menjelang petang, saya bergegas menuju Stadion Sriwedari. Stadion ini merupakan salah satu stadion tertua di Indonesia, pernah menjadi tempat dilangsungkannya Pekan Olahraga Nasional (PON) pertama, pada tanggal 9 September 1946. Tanggal 9 September kemudian dijadikan sebagai Hari Olahraga Nasional.

Sabtu itu, Stadion Sriwedari menjadi pusat penyelenggaraan Solo Batik Carnival. Begitu sampai depan stadion, saya lihat para peserta karnaval sudah memadati halaman stadion. Meski acara karnaval dimulai pada sekitar pukul 19.30 WIB, para peserta karnaval rupanya sudah stand by di lokasi sedari petang. Saya pun berkeliling stadion. Di sisi timur, saya lihat sebagian peserta sedang menyiapkan kostum mereka. Beberapa juru rias terlihat sibuk merias wajah para peserta karnival. 

Beranjak malam, Stadion Sriwedari makin ramai. Nyaris semua tempat duduk, baik yang di tribun tertutup maupun tribun terbuka, terisi. Dan momen yang ingin saya saksikan itu akhirnya tiba. Pukul 19.30. WIB lebih sedikit, acara Solo Batik Carnival dimulai. Begitu tarian pembuka acara usai, ratusan peserta—dari berbagai jenjang usia—langsung bergiliran memperagakan aneka kreasi model busana batik di tengah lapang Stadion Sriwedari yang malam itu disulap menjadi catwalk.

Lampu sorot aneka warna berkelap-kelip menyorot para peraga busana. Beres berlenggak-lenggok di stadion, para peraga busana itu kemudian berlenggak-lenggok di sepanjang Jalan Slamet Riyadi, hingga ke Balai Kota Solo.

Tema Solo Batik Carnival tahun itu adalah Metamorphosis, yaitu pendeskripsian perjalanan atau tahapan proses pembatikan dari mulai pengerjaan awal yakni pemolaan motif pada kain putih atau mori, dilanjutkan pada proses pemalaman (penorehan lilin) pada motif-motif yang telah digambar, kemudian tahap pewarnaan dan terakhir adalah proses penghilangan malam (pelorodan).

Sayang, tahun 2020 dan tahun 2021, Solo Batik Carnival tak dapat digelar karena pandemi COVID-19. Solo Batik Carnival yang terakhir, sebelum pandemi mewabah, digelar pada Juli 2019. Temanya yakni Suvarnabhumi The Golden of ASEAN. Sesuai temanya, beberapa peserta dari negara ASEAN ikut ambil bagian dalam Solo Batik Carnival di tahun 2019 itu.

Ke depan, jika Solo Batik Carnival ini kembali dapat digelar, dan mengambil tema internasional, tak menutup kemungkinan partisipan dari negara-negara lain di luar ASEAN akan turut serta. Seperti diketahui, batik telah menjadi warisan budaya dunia. Sejak tahun 2009, UNESCO—Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang membidangi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan—telah menetapkan batik dalam daftar yang disebut sebagai intangible cultural heritage. 

Sebagai salah satu produk budaya bangsa, warisan nenek moyang kita, yang telah diakui UNESCO, batik wajib kita pelihara dan lestarikan. Jangan sampai malah bangsa lain yang justru lebih getol memelihara dan melestarikannya.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu
!

Tinggalkan Komentar