Nama saya Ikhsan dan biasa dipanggil Adun atau Adon. “Adun” itu artinya abang. Nama panggilan itu sudah melekat sejak saya kecil.
Saya tinggal di Desa Lampuuk, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. Tiga belas tahun yang lalu, desa itu pernah rata dengan tanah karena disapu gelombang tsunami 26 Desember 2004.
Saya suka surfing sejak SD. Tapi, waktu itu saya belum berani mencoba, sebab masih takut dengan ombak. Baru saat beranjak remaja, waktu masuk SMP, saya mulai mencoba berselancar dan belajar rutin secara otodidak setelah melihat beberapa turis asing dan abang-abang lokal yang menari-nari dengan gesit menunggangi ombak.
“Surfing” di Aceh
Kebetulan rumah saya dekat sekali dengan pantai, hanya terpaut sekitar dua menit. Jadi, saya bisa latihan surfing sering-sering. Seingat saya, dulu hampir tiap hari saya berselancar, dari sepulang sekolah sampai senja tiba.
Saat itu, saya berselancar dengan surfboard pinjaman dari seorang abang bernama Suryadi, seorang surfer lokal yang sekarang sudah almarhum karena tsunami.
Spot surfing di Aceh cukup istimewa. Apa pasal? Karena di sana ada tiga spot ombak yang saling berdekatan, yakni Left, Peak, dan Right.
Jadi, dalam sehari kamu bisa berselancar menunggangi ketiga ombak tersebut. Buat pindah, kamu tak perlu balik dulu ke pantai. Yang perlu kamu lakukan hanyalah paddling saja dari satu spot ke spot lainnya.
Selain itu, perairan di sini juga masih sehat. Sambil berselancar kamu juga bisa melihat bunga-bunga karang yang menawan di dasar laut yang jernih. Kalau beruntung, kamu bahkan juga bisa bertemu dengan penyu yang bermain-main di sekitar spot selancar.
Jangan buru-buru pulang juga kalau sudah sore. Matahari terbenam alias sunset di Lampuuk akan membuat siapa pun betah dan tak ingin beranjak.
Lampuuk Surf School sejak 2011
Kemudian nasib menggiring saya untuk membentuk Lampuuk Surf School pada tahun 2011. Sekolah surfing itu saya gagas setelah ikut Pelatihan Surfing dan Pemandu Wisata yang dibuat oleh BRR Aceh-Nias tahun 2007 di Bali.
Selama di Bali, saya amati bahwa geliat wisata pulau itu sangat maju dan para pelancong seolah-olah tak pernah berhenti berdatangan buat surfing. Lalu, setelah pulang saya berniat membentuk sekolah surfing itu.
Semula pembentukan Lampuuk Surf School terkendala modal, soalnya harga peralatan surfing lumayan mahal. Karena itu kemudian saya kumpulkan uang sedikit demi sedikit. Alhamdulillah, tahun 2011 saya bisa membeli beberapa perlatan untuk sekolah selancar dan membentuk Lampuuk Surf School yang masih berjalan sampai sekarang.
Lampuuk Surf School tak hanya mengajarkan bagaimana cara berselancar, namun juga membagikan informasi lain tentang dunia surfing, termasuk soal standar keselamatan. Satu sesi kelas surfing berlangsung selama 2 jam—teori dan praktik di laut—pagi atau sore hari.
Banyak juga yang kaget sebenarnya mengetahui bahwa di Aceh bisa surfing. Soalnya, jangankan surfing, masih banyak juga malah yang meragukan kenyamanan berlibur di provinsi paling utara Sumatera itu.
Tapi, kenyataannya tidak seperti yang dibayangkan. Liburan di Aceh nyaman. Di pantai-pantai di Aceh kamu bebas untuk berlibur dan melakukan aktivitas—termasuk surfing—asal terus ingat peribahasa “Di mana langit dipijak, di situ langit dijunjung.”
Tel: +6281360418440, Instagram: adon_surfcafe, Facebook: lampuuksurfschool
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Berdomisili di Lampuuk, Aceh. Selain bekerja paruh-waktu, ia melestarikan penyu, menyalurkan hobi bermain di ombak, dan jalan-jalan.