Gaya melancong backpacking belakangan ini diminati para pejalan dalam negeri. Kalau ditanya alasan kenapa memilih backpacking, sebagian besar barangkali bakal menjawab: karena murah.
Tapi, kok bisa sih melancong dengan gaya backpacking bisa jadi murah gitu? Apa karena ada mantra ajaib di ransel-ransel besar yang dipanggul para backpacker itu? Kalau penasaran, simak saja empat hal yang bikin backpacking jadi murah berikut:
1. Bujet harian yang dikelola secara ketat
Seorang backpacker biasanya mengelola bujet hariannya secara ketat. Kenapa? Soalnya pengelolaan bujet inilah yang bakal menentukan sejauh mana dan selama apa dia bertualang. Makin boros dia, makin cepat uangnya habis, makin cepat pula dia pulang (atau kerja keras lagi supaya bisa meneruskan perjalanan).
Biasanya para backpacker bakal mencatat pengeluaran hariannya supaya bisa mengontrol keseimbangan neraca keuangan. Kalau ada yang “bocor” di pos akomodasi, misalnya, mereka bakal lebih irit di pos transportasi, atau pos nutrisi (alias makanan), atau pos-pos lain selama memungkinkan.
Dalam perjalanan yang cuma berlangsung beberapa hari, pengelolaan bujet ini mungkin belum bakal kelihatan manfaatnya. Tapi, dalam petualangan berminggu-minggu atau berbulan-bulan, pengelolaan bujet ini bakal kerasa banget efeknya.
2. Pilihan akomodasi yang bersahaja
Bagi kebanyakan backpacker, menginap di hostel atau guesthouse lebih masuk akal ketimbang bermalam di hotel berbintang; mereka bisa tinggal lebih lama di destinasi itu. Kenapa? Soalnya tarif semalam di hotel berbintang barangkali sebanding dengan tarif tiga-empat malam di hostel atau guesthouse.
Selain tarifnya, yang bikin hostel atau guesthouse jadi “menarik” adalah suasananya. Di hotel berbintang, agak susah buat menyapa orang dan ngobrol-ngobrol di lobi atau restoran. Sementara itu, di hostel atau guesthouse gampang banget buat membuka obrolan, entah di kamar, di pantry waktu sarapan (gratis), atau sore-sore waktu nongkrong di kursi depan.
Di kota-kota yang pariwisatanya sudah berkembang, biasanya ada kawasan-kawasan tertentu yang penuh dengan akomodasi bersahaja buat para backpacker. Kalau di Indonesia, contohnya adalah Jalan Sosrowijayan di Jogja dan Poppies Lane di Kuta.
3. Tidak diatur oleh penyelenggara tur
Backpacking identik dengan kemandirian. Ketimbang ikut tur—misalnya 3D2N Kota X, 5D4N Kota Y—para pelancong ransel lebih suka mengatur sendiri perjalanannya. Selain lebih fleksibel, mengatur sendiri perjalanan juga bakal menghemat pengeluaran.
Maklum saja. Namanya jualan jasa, pasti penyelenggara-penyelenggara tur akan menyisihkan keuntungan dari perjalanan yang mereka adakan. Semakin “kompleks” perjalanan itu, semakin besar pula marginnya. ‘Kan mereka harus membayar tenaga banyak orang.
Meskipun demikian, terkadang ada masanya para backpacker bakal menggunakan jasa tur di destinasi, biasanya buat pergi ke atraksi-atraksi yang aksesnya lumayan susah kalau disambangi sendiri. Tapi, ketimbang tur 3D2N ke Kota X, Y, Z dsb. dsb. itu, tur seperti ini tarifnya biasanya nggak beda jauh daripada pergi secara mandiri.
4. Lebih banyak membawa pulang pengalaman daripada “buah tangan”
Backpacking jadi murah karena para backpacker lebih banyak membawa pulang pengalaman daripada “buah tangan” alias oleh-oleh. Sebenarnya pilihan untuk mengurangi oleh-oleh ini bukan cuma karena alasan finansial, tapi juga karena terbatasnya wadah buat ngangkut. Ingat, Sob, ‘kan bawaannya cuma ransel besar (plus daypack, mungkin).
Pun membeli oleh-oleh, para backpacker paling cuma nyelipin benda-benda yang nggak terlalu memakan tempat, seperti kaos (yang bisa dilipat), gantungan kunci, emblem, stiker, dll. Selain itu, biasanya mereka juga bakal membeli oleh-oleh itu di etape akhir perjalanan mereka. Alasannya apa lagi kalau bukan supaya mereka nggak kehabisan duit di jalan.
Jadi, Sob, backpacking itu bukan sekadar jalan-jalan memanggul ransel saja, tapi persoalan mindset. “Traveling murah” bagi para backpacker bukan buat bangga-banggan, tapi kemestian. Soalnya, kalau nggak bisa cari yang murah-murah, mereka nggak bakal bisa traveling jauh dan lama.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.