KMP Sebuku: Mondar Mandir Membelah Selat Sunda

“Kita naik kapal sore aja ya, biar bisa liat sunset,” Aydas berucap. Aku yang tidak begitu antusias, segera mengiyakan ajakannya. Sore ini aku, suamiku Aydas, dan putri kecilku Azzahra akan menyebrang melalui Selat Sunda mengendarai KMP Sebuku untuk kembali ke ibukota. Tiket kapal dipesan melalui aplikasi Ferizy di ponsel kami.

Ferizy adalah aplikasi yang diluncurkan oleh PT. ASDP untuk memudahkan penumpang memesan tiket. Di aplikasi ini sudah tertera waktu keberangkatan, kita bisa memilih sesuai yang kita inginkan. Dengan cara mengisi data penumpang, memilih jam berangkat, kendaraan lalu membayarnya secara online atau transfer ATM. Tiket elektronik pun siap untuk di-scan saat kita memasuki pelabuhan.

Harga tiket yang ditawarkan pun beragam. Mulai jadi jenis kapal yang ingin kita tumpangi, kendaraan yang kita gunakan serta perseorangan. Beruntungnya, jika kita berangkat dengan 1 minibus yang dihitung adalah harga mobilnya bukan jumlah orang yang ada didalamnya.

Semenjak adanya aplikasi Ferizy pemesanan tiket penyebrangan kapal semakin terasa mudah. Sementara bagi penumpang yang tidak ingin memesan tiket melalui aplikasi, di sepanjang jalan sebelum memasuki pelabuhan banyak agen-agen penjualan tiket. Mereka akan membantu penumpang untuk memesan tiket namun harga yang ditawarkan sedikit lebih tinggi dari harga yang dijual dari aplikasi.

Kami yang sebelumnya menghabiskan lima jam perjalanan melalui tol dari Palembang menuju Pelabuhan Bakauheni merasa lega karena satu jam sebelum keberangkatan tunggangan kami sudah siap untuk masuk lambung kapal. Namun, antrian penumpang yang baru saja merapat membuat kami harus menunggu sedikit lebih lama. Tak mengapa kami bisa melihat aktivitas pelabuhan sembari menyantap pempek yang sempat saya beli dulu di Palembang.

Aktivitas di pelabuhan bakauheni - atika amalia
Aktivitas di Pelabuhan Bakauheni – atika amalia

Mobil-mobil yang berada di depan kami mulai bergerak maju artinya satu persatu kendaraan sudah mulai memasuki lambung kapal. Pergerakan yang tidak begitu cepat membuat saya sempat mengabadikan beberapa moment, bidikan tiap bidikan mengarah ke semua aktivitas pelabuhan mulai dari truk yang baru saja turun, mal pelabuhan, mengantri kembali untuk pemeriksaan tiket dan akhirnya kami sampai di parkiran eksekutif.

Kendaraan berbaris rapi, mereka yang telah lebih dulu parkir sudah mulai bergegas naik ke atas dek kapal untuk menikmati pemandangan sore dari rooftop kapal. Kami pun tidak sabar untuk ikut melihat langit sore yang keunguan dan tidak lupa untuk selalu memakai masker juga mengantongi hand sanitizer.

Bergegaslah kami menaiki tangga kapal. Aku hampir tidak mengedipkan mata, pemandangan laut sore diatas kapal sangat memesona. Kamera pun mengarah ke semua penjuru, aku tak ingin kehilangan momen ini, semua hiasan alam sore itu aku abadikan melalui bidikan. Kelap kelip lampu dari dermaga menghiasi sore nan indah. Langit berwarna ungu, angin bertiup sedikit rapat, kami duduk menepi melihat kapal bergerak menjauhi pelabuhan.

Kapal yang kami tumpangi bernama KMP Sebuku. Dilansir dari laman website Departemen Perhubungan nama Sebuku diambil dari nama Pulau Sebuku, merupakan salah satu pulau terbesar di Selat Sunda yang memisahkan antara Pulau Jawa dan Sumatera. Pulau ini terletak di area Teluk Lampung atau di titik sekitar 2,5 km sebelah utara Pulau Sebesi dan 2,3 km di selatan Pulau Sumatera.

KMP Sebuku mempunyai fasilitas yang cukup lengkap. Aku melihat ruang tunggu yang bersih dengan bangku yang empuk juga terdapat Alfa Express didalamnya jika kita ingin berbelanja makanan ringan. Tidak perlu takut kelaparan, jika kita tidak ingin berbelanja di ruang tunggu tersebut kita bisa memilih untuk duduk bersantai di kantin yang disediakan kapal. Pilihan makanan tidak banyak, ada kopi sachet yang diseduh, mie instan juga camilan kecil lainnya. Selain itu juga ada pedagang kaki lima yang berkeliling.

Jangan kaget, mereka tidak membuka lapak sembarangan. Aku melihat mereka berseragam sepertinya ASDP telah memfasilitasi mereka agar tidak kehilangan mata pencaharian. KMP Sebuku juga dilengkapi dengan toilet umum yang cukup bersih serta sekoci yang tergantung di dinding kapal, jika saat kapal berlayar terjadi sesuatu, sekoci bisa dijadikan sebagai alat bantu darurat untuk penyelamatan.

kegiatan sholat magrib di musholla kapal - atika amalia
kegiatan sholat Magrib di musholla kapal/Atika Amalia

Aku juga berkeliling di area lain di atas kapal, tampak gel pembersih tangan terpasang di setiap sudut agar setiap penumpang yang berada di atas kapal dapat dengan mudah mencuci tangan untuk melindungi diri dari penularan COVID-19.

Adzan Maghrib telah berkumandang, langit semakin gelap. Pengharapan keselamatan hanya kepada Tuhan yang bisa kami lakukan. Selepas Maghrib, bangku-bangku kapal terisi penuh. Penumpang sepertinya sudah mulai lapar, banyak yang membuka masker untuk menyantap hidangan mereka. Demi keamanan dan kekhawatiran akan COVID-19 kami memilih untuk kembali ke parkiran dan berdiam diri di kendaraan hingga waktu berlabuh tiba.

Kapal mengayun, terasa lebih kuat dari saat baru berangkat. Sepertinya gelombang mulai tinggi. Kami mencoba mencari kesibukan untuk mengalihkan rasa takut. Saya melihat-lihat foto yang tadi saya bidik, Aydas membalas pesan singkat di pesan singkat WhatsApp dan Azzahra asyik menikmati kue. Waktu terasa berjalan sangat cepat, dari kejauhan tampak lampu-lampu kecil seperti menyapa.

“Sebentar lagi kita akan tiba di pelabuhan Merak!” Ujarku pada Aydas. Seperti tidak percaya, Aydas meletakan telepon genggamnya lalu berusaha mencari arah lampu yang aku maksud. “Oh iya, kita sudah hampir tiba,” ia menjawab penuh gembira. Sepertinya ia sudah membayangkan akan tidur pulas di rumah malam ini.Selama perjalanan hanya Aydas yang bertugas untuk membawa kendaraan sementara aku bertugas untuk mengurus logistik dan melayani Azzahra bermain agar dia mau terus berdiam di car seat-nya.

Aydas dan Azzahra menikmati pemandangan sore - Atika Amalia
Aydas dan Azzahra menikmati pemandangan sore/Atika Amalia

Langit sudah semakin gelap. Kami baru saja turun kapal. Bahagianya penyebrangan tadi berjalan dengan baik dan tidak ada kendala yang berarti. Aydas berkelakar, “Bagaimana, balik lagi nih kita ke Sumatera?” Saya pun melempar pertanyaan kepada Azzahra, “Gimana Za, balik lagi nih ke rumah Ama di Sumatera?” Azzahra hanya diam, tampak sedang asyik menikmati lampu jalanan. Selanjutnya kami sepakat untuk makan malam terlebih dahulu sebelum tancap gas menuju Jakarta.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Atika Amalia yang kini tinggal di Jakarta. Disela-sela kesibukannya sebagai Ibu Rumah Tangga, Atika juga menekuni hobi fotografi.

Leave a Comment