Bagi masyarakat Grobogan, nama Raden Bondan Kejawan atau yang juga dikenal Ki Ageng Lembu Peteng, tidak sepopuler tokoh-tokoh besar masa lalu lainnya seperti Ki Ageng Tarub atau Ki Ageng Selo. Namun, meski kalah populer, sosok Raden Bondan Kejawan boleh dibilang merupakan tokoh utama dalam rangkaian silsilah penurun raja-raja di tanah Jawa.

Makam Raden Bondan Kejawan berada satu kompleks dengan makam guru sekaligus ayah mertuanya, Ki Ageng Tarub, yang berada di Dusun Tarub, Desa Tarub, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Para pengunjung yang berziarah ke makam Ki Ageng Tarub umumnya juga sekaligus berziarah di makam Raden Bondan Kejawan.

Makam Raden Bondan Kejawan sendiri—sebagaimana makam Ki Ageng Tarub—terdapat  sejumlah versi. Selain di Desa Tarub, makam Raden Bondan Kejawan diklaim juga berada di Desa Gejawan, Balecatur, Gamping, Sleman, Yogyakarta.

Kisah Raden Bondan Kejawan dalam Babad Tanah Jawi
Di makam Raden Bondan Kejawan yang versi Dusun Barahan dilengkapi sejumlah patung yang menggambarkan makna sebuah laku/Badiatul Muchlisin Asti

Bahkan di Desa Tarub saja, tak terlalu jauh dari makam Raden Bondan Kejawan, juga terdapat petilasan yang oleh sebagian orang diyakini sebagai makam Raden Bondan Kejawan. Makam tersebut berada di Dusun Barahan.

Abdul Karim Abraham, warga Bali, dalam sebuah tulisan yang diberi tajuk “Pengalaman Berkunjung ke Makam Ki Bondan Kejawan” (Kompasiana, 25/12/2013), menceritakan pengalamannya berziarah ke kedua makam Raden Bondan Kejawan di Desa Tarub. Ia sempat bingung karena masing-masing dari kedua juru kunci makam yang ditemuinya mengklaim keaslian makam Raden Bondan Kejawan.

Seusai ziarah, ia pun bertanya kepada Damar Shashangka, penulis best seller asal Malang lewat serial novel sejarah Sabda Palon, melalui pesan Facebook. Damar Shashangka membalas bahwa ia lebih condong jika makam Ki Bondan Kejawan yang sebenarnya adalah pada lokasi kedua yang dikunjungi, yaitu yang berada satu kompleks dengan makam Ki Ageng Tarub. Makam ini secara umum memang lebih bersih dan terawat serta lebih banyak pengunjungnya. Namun, mana yang sebenarnya lebih valid? Wallahu a’lam.

  • Kisah Raden Bondan Kejawan dalam Babad Tanah Jawi
  • Kisah Raden Bondan Kejawan dalam Babad Tanah Jawi

Raden Bondan Kejawan, Putra Prabu Brawijaya V

Lalu siapa Raden Bondan Kejawan? Berikut ini kisah Raden Bondan Kejawan yang saya rangkai dan kisahkan kembali dari Babad Tanah Jawi.

Raden Bondan Kejawan adalah putra Bhre Kertabumi atau Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit terakhir dari istri selirnya yang berjuluk Putri Wandan Kuning. Dikisahkan, suatu ketika Prabu Brawijaya terserang penyakit raja singa yang tak kunjung sembuh. Padahal sudah diupayakan penyembuhannya dengan segala macam obat.

Lalu dalam mimpinya, Prabu Brawijaya mendapatkan isyarat bahwa jika ia ingin sembuh, maka ia harus meniduri seorang perempuan dari Wandan yang kuning rupanya. Berdasarkan isyarat dalam mimpinya itu, Prabu Brawijaya kemudian mengambil abdi perempuannya yang berasal dari Wandan—bawaan istrinya dari negeri Champa. Setelah menidurinya sekali, Prabu Brawijaya kemudian sembuh dari sakitnya.

Versi lain menyebutkan, Prabu Brawijaya menyetubuhi Putri Wandan Kuning karena menuruti petuah para pujangga agar sembuh dari sakit yang ada di kakinya. Setelah menyetubuhi Putri Wandan Kuning selama tiga malam berturut-turut, sakit di kakinya berkurang. Prabu Brawijaya pun terus menyetubuhi Putri Wandan Kuning hingga sembuh dari sakitnya.

Setelah ditiduri atau disetubuhi Prabu Brawijaya, Putri Wandan Kuning kemudian hamil dan melahirkan seorang bayi berjenis kelamin laki-laki yang tampan. Namun, ramalan ahli nujum istana menyatakan bahwa bayi itu kelak akan menjadi raja dan merusak diri sang raja—meski kelak ramalan ini salah dan tidak terbukti. 

Atas dasar ramalan itu, jabang bayi itu pun diserahkan kepada abdi jurutani bernama Ki Buyut Masahar untuk diasuh. Setelah berumur sewindu, Ki Buyut Masahar diperintahkan untuk membunuh anak itu.

Oleh Ki Buyut Masahar, jabang bayi itu dibawa pulang dan diserahkan kepada istrinya untuk diasuh. Setelah puput pusarnya, anak itu dinamakan Raden Bondan Kejawan. Dan setelah bayi itu tumbuh dengan baik dan berumur delapan tahun, Ki Buyut Masahar pun hendak memenuhi tugas untuk membunuh Raden Bondan Kejawan.

Saat Ki Buyut Masahar menghunus kerisnya hendak membunuh Raden Bondan Kejawan, Nyi Buyut—istrinya—jatuh pingsan. Nyi Buyut tak tega melihat Raden Bondan Kejawan yang telah sekian lama diasuhnya dengan penuh kasih sayang itu dibunuh. Ki Buyut Masahar pun mengurungkan niat membunuh Raden Bondan Kejawan.

Saat Ki Buyut Masahar menghadap Prabu Brawijaya, ia membuat laporan bohong bahwa ia telah melaksanakan perintah membunuh sang putra. Prabu Brawijaya senang mendengarnya. 

Kisah Raden Bondan Kejawan dalam Babad Tanah Jawi
Sebuah keluarga dari Semarang sedang berziarah dan berdoa di makam Raden Bondan Kejawan versi Dusun Barahan/Badiatul Muchlisin Asti

Raden Bondan Kejawan Diserahkan ke Ki Ageng Tarub

Suatu hari, Ki Buyut Masahar bertolak menuju ke Kerajaan Majapahit untuk menghadap Prabu Brawijaya guna menyerahkan hasil bumi berupa padi yang sangat banyak. Tanpa diketahuinya, Raden Bondan Kejawan diam-diam mengikutinya.

Saat Ki Buyut Masahar menghadap Prabu Brawijaya dan menyerahkan padi, Raden Bondan Kejawan menyelinap masuk ke sitinggil—tempat yang ditinggikan untuk balai penghadapan. Ia lalu memukul gamelan Kiai Sekar Delima hingga membuat Prabu Brawijaya terkejut.   

Raden Bondan Kejawan segera ditangkap oleh prajurit penjaga dan diserahkan kepada Prabu Brawijaya. Setelah tahu bahwa anak kecil itu adalah anak Ki Buyut Masahar, Prabu Brawijaya kemudian memberikan dua keris, yaitu keris Kiai Mahesa Nular dan keris Mahela, serta sebuah tombak bernama Kiai Plered. 

Prabu Brawijaya kemudian memerintahkan kepada Ki Buyut Masahar agar Raden Bondan Kejawan dan benda-benda pusaka itu diserahkan kepada Ki Ageng Tarub. Ki Buyut Masahar menyanggupi perintah Prabu Brawijaya.

Sementara itu, di tempat yang sangat jauh, Ki Ageng Tarub sudah mendapat firasat bahwa tak lama lagi akan ada tamu dari Majapahit. Putrinya, Dewi Nawangsih, diperintahnya untuk menggelar tikar. Beberapa saat kemudian, Ki Buyut Masahar dan Raden Bondan Kejawan datang. Ki Buyut Masahar menyampaikan maksud kedatangannya yang tak lain dalam rangka memenuhi perintah Prabu Brawijaya untuk menyerahkan Raden Bondan Kejawan kepada Ki Ageng Tarub. Dan Ki Ageng Tarub pun bersedia menerima Raden Bondan Kejawan.

Sepulang Ki Buyut Masahar, oleh Ki Ageng Tarub, Raden Bondan Kejawan disatukan dalam persaudaraan dengan Dewi Nawangsih—putri semata wayangnya. Ketika itu, Dewi Nawangsih berusia empat belas tahun. Oleh Ki Ageng Tarub, nama Raden Bondan Kejawan pun diganti menjadi Lembu Peteng. Sehingga kelak, Raden Bondan Kejawan lebih dikenal dengan nama Ki Ageng Lembu Peteng.

Kisah Raden Bondan Kejawan dalam Babad Tanah Jawi
Berfoto dengan juru kunci makam Ki Ageng Tarub, KRAT Hastono Adinagoro, di depan Makam Raden Bondan Kejawan/Badiatul Muchlisin Asti

Raden Bondan Kejawan Dinikahkan dengan Dewi Nawangsih

Dalam asuhan Ki Ageng Tarub, Raden Bondan Kejawan benar-benar mendapatkan curahan kasih sayang yang tulus seperti halnya anak kandung sendiri. Ki Ageng Tarub seperti sudah mendapatkan firasat bahwa Raden Bondan Kejawan kelak akan menjadi tokoh besar dalam sejarah Jawa. Bondan Kejawan akan menjadi tonggak bumi Jawa sesudah kehancuran Majapahit. Karena itulah, Ki Ageng Selo benar-benar serius mendidik dan menempa Raden Bondan Kejawan dengan memperbanyak bertapa serta bertani. 

Raden Bondan Kejawan pun melaksanakan perintah sang guru sekaligus ayah angkatnya itu. Tiap hari, ia pergi ke ladang untuk menanam berbagai macam tanaman. Jika siang, ia dikirimi makanan.

Dikisahkan, ketika itu Dewi Nawangsih sudah beranjak dewasa, gemar bersolek, sehingga makin jelita saja parasnya. Setiap siang, Dewi Nawangsih-lah yang disuruh mengirimkan makanan kepada Raden Bondan Kejawan yang bekerja di ladang.

Kisah Raden Bondan Kejawan dalam Babad Tanah Jawi
Babad Tanah Jawi yang disusun oleh W. L. Olthof. Alih bahasa dan penerbitan oleh Narasi (Yogyakarta)/Badiatul Muchlisin Asti

Pada suatu hari, seperti biasa, Dewi Nawangsih mengantar makanan ke ladang. Setiba di ladang, Dewi Nawangsih pun segera menyerahkan makanan yang dibawanya itu kepada Raden Bondan Kejawan. Hari itu, Dewi Nawangsih terkejut karena Raden Bondan Kejawan memegang tangannya lama sekali. Desir-desir aneh menghinggapi hatinya.

Saat Dewi Nawangsih pulang, ia melaporkan kejadian itu kepada ayahnya, Ki Ageng Tarub. Ki Ageng Tarub pun menanggapi apa yang disampaikan putrinya itu. Ki Ageng Tarub menyampaikan kepada putrinya bahwa antara ia (Dewi Nawangsih) dan Raden Bondan Kejawan bukanlah saudara kandung, tetapi saudara angkat sehingga tidak terlarang bila menjalin hubungan asmara.

Setelah kejadian itu, Ki Ageng Tarub menikahkan keduanya. Dewi Nawangsih dan Raden Bondan Kejawan sah menjadi sepasang suami-istri. Sayang, sebelum melihat sejoli ini memiliki buah kasih, Ki Ageng Tarub keburu meninggal dunia. Sepeninggal Ki Ageng Tarub, Raden Bondan Kejawan yang ketika itu sudah berganti nama menjadi Lembu Peteng berganti nama menjadi Ki Ageng Tarub II. 

Setelah sekian waktu berlalu, akhirnya Dewi Nawangsih hamil. Saat tiba waktunya, lahirlah seorang bayi laki-laki yang rupawan. Raden Bondan Kejawan dan Dewi Nawangsih sangat gembira menyambut kelahiran buah hatinya itu. Keduanya sangat menyayanginya. Setelah disapih, Dewi Nawangsih hamil lagi dan melahirkan bayi berjenis kelamin perempuan. 

Bertahun kemudian, Raden Bondan Kejawan jatuh sakit dan meninggal dunia. Babad Tanah Jawi mencatat: anak yang pertama bernama Ki Ageng Getas Pandawa dan telah memiliki istri; sedang yang kedua, seorang perempuan, diperistri oleh Ki Ageng Ngerang.

Disebutkan, Ki Ageng Getas Pendawa memiliki tujuh anak. Putra pertama seorang laki-laki bernama Ki Ageng Selo—yang kelak dikenal karena dikaitkan dengan legenda penangkapan petir dengan tangan kosong—dan adiknya enam orang, perempuan semua, yaitu Nyi Ageng Pakis, Nyi Ageng Purna, Nyi Ageng Kare, Nyi Ageng Wangku, Nyi Ageng Bokong, dan Nyi Ageng Adibaya. Semua hidup rukun dalam persaudaraan. 

Kisah Raden Bondan Kejawan atau Ki Ageng Lembu Peteng secara spesifik berhenti sampai di sini. Namun, kita bisa menjelajah kisah dan silsilah keturunannya selanjutnya di dalam Babad Tanah Jawi.


Referensi:

Babad Tanah Jawa Pasisiran. (Manuskrip).
Olthof, W. L. (2014). Babad Tanah Jawi, Mulai Nabi Adam Sampai Tahun 1647. Yogyakarta: Narasi.
Purwadi dan Kazunori Toyoda. (2005). Babad Tanah Jawi. Yogyakarta: Gelombang Pasang.
Shashangka, Damar. (2011). Sabda Palon, Kisah Nusantara yang Disembunyikan. Jakarta: Dolphin. 


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar