Saya melanjutkan penelusuran kerkhof yang ada di sekitar Kabupaten Klaten. Kali ini di Dukuh Pason, Desa Sinden, Kecamatan Ceper Klaten. Dukuh Pason sendiri ada di sisi utara bekas Pabrik Gula Ceper, dipisahkan oleh tembok pabrik dan saluran irigasi.
Setelah menelusuri jalanan dukuh sekitar 20 menit, saya sampai di gapura dukuh. Dari gapura, saya masuk dan melihat sebuah rumah—atau mungkin pendapa—yang berada di ujung jalan. Tanpa berpikir panjang, saya menuju ke sana.
Semakin mendekat, barulah terlihat bahwa bangunan ini adalah balai pertemuan warga. Sayangnya, tidak ada warga yang beraktivitas di sana yang bisa saya tanyai mengenai Kerkhof Ceper. Saya diam sejenak hingga lima menit kemudian, seorang pria paruh baya terlihat keluar dari belakang balai pertemuan.
Saya yang terlanjur penasaran akan letak kerkhof, memutuskan untuk menunggu pria tadi. Setidaknya saya bisa bertanya, bukan? Pikir saya.
Sayangnya, ia tak kunjung muncul kembali. Saya kemudian nekat pergi ke belakang balai pertemuan, dan menemukan hal tak terduga. Di sinilah Kerkhof Ceper berada.
Sepintas Kerkhof Ceper tampak seperti makam pada umumnya, makam modern dengan kijing keramik mendominasinya. Namun, di sela-sela kijing keramik, terdapat nisan-nisan milik orang Eropa. Yang pertama adalah nisan yang terbuat dari batu granit berwarna hitam, dan berbentuk persegi panjang.
Saya menduga nisan ini pernah diperbaiki sebelumnya, terlihat dari marmer yang masih mengkilap dan tidak usang. Mendiang yang dikuburkan di sini bernama Adolph Barsikh Andreeas, seorang pria kelahiran Semarang memiliki darah Armenia dan Iran.
Dulunya, beliau pengawas senior di Pabrik Gula Ceper. Daripada saya dikira menduga, beberapa dokumentasi saya kirim ke Hans Boers. Tidak lama, Hans membalas pesan saya dengan mengirimkan sejumlah informasi mengenai Adolph Barsikh Andreas.
“Adolph Andreas berdarah Armeia. Tahun 1602 ada beberapa keluarga orang Armenia berasal dari Nagorno Karabakh (dahulu bernama Artsakh), pindah ke Iran atas undangan Shah Abas dari Persia di kota Nor Jugha (Isfahan).”
Hans melanjutkan, “Mereka berangkat ke Iran karena, di sana, membutuhkan bantuan dana dan sukarelawan untuk berperang melawan Turki.” Warga negara Armenia di Iran kala itu, ternyata diijinkan membangun gereja, sekolah dan tempat tinggal sendiri.
Lantas bagaimana sebagian dari mereka bisa sampai di Indonesia?
“Mereka (orang Armenia) berdagang di India, Indonesia, Thailand, Kamboja, Filipina dan Birma; kemudian, ada yang tinggal di negara tersebut dan kembali ke Iran.”
Adolph Barsikh Andreas, anak dari Barsikh Andreas sepupu dari Agha Hovsep Hovhannes Amirkan.
“Agha Hovsep Hovhannes, ini moyang saya,” tambahnya. Saya semakin penasaran tentunya.
Adolph Barsikh Andreas kelahiran Semarang 25 Mei 1842, anak dari Barsikh Andreas yang merupakan warga Armenia dan Augustina Carolina Waitz yang berdarah Belanda dan Jerman. Adolph Barsikh merupakan seorang perwira militer KNIL Semarang. Beliau lahir ketika orangtuanya berdinas di Semarang. Istrinya bernama Josephine Andreas van Waardenburg.
Ia wafat dan dimakamkan di Ceper karena selain sebagai pengawas senior, beliau juga pemilik Sebagian saham Pabrik Gula Ceper.
Selama pengawasannya, Pabrik Gula Ceper tidak lagi mengekspor gula berskala kecil. Keputusan berani yang ia pilih kala itu. Hans Boers menambahkan, “Enam tahun kemudian, tepatnya tanggal 16 Mei 1898, Adolph B. Andreas tergabung dalam Solosche Landhuurders-Vereeniging wilayah Ceper Klaten.”
Solosche Landhuurders-Verening, merupakan organisasi berisikan pemilik sekaligus penyewa tanah di Solo. Ketua organisasinya Jhr. W.D. van Nispen, sekaligus ketua Maconniek Solo. Anggotanya sejumlah 11 orang tuan tanah. Menurut Hans, sisi menarik Adolph B. Andreas tidak hanya nisannya, tetapi mengenai kehidupannya di Solo.
Selama aktif berorganisasi, Adolph B. Andreas sering menulis kritik di koran ‘De Locomotief’—surat kabar Semarang era Hindia Belanda. Inti kritikan ditujukan ke organisasinya, karena tidak puas dalam keterbukaan antar anggota.
Puncak kritikan Adolph B. Andreas terjadi saat pembukaan Soos (Societeit) di Solo. Pembukaan dirayakan dengan gelaran pentas “Kantata”. Pengisi acaranya yakni anak-anak pengusaha, pemilik modal. Adolph B. Andreas mengetahui hal ini geram. Beliau menyatakan pentas “Kantata” harusnya diramaikan semua kalangan, tidak hanya anak keluarga pengusaha.
Warga lokal lalu diperkenankan hadir dan memeriahkan perayaan sejak pukul 7 malam. Soos yang dibangun oleh organisasi Adolph B. Andreas, ditujukan untuk sarana hiburan para priyayi Jawa dan Eropa di Kota Solo. Adolph B. Andreas mengkritik karena kesewenangan para anggota, supaya organisasi Solosche Landhuurder-Vereeniging mendapat tempat di masyarakat.
Tanggal 8 Oktober 1900 adalah masa terpuruk bagi keluarga Adolph B. Andreas. Anak sulungnya yang bernama Angelique Adolphine wafat pada usia sangat sekitar 15 bulan.
“Hanya saja, lokasi makam Angelique Adolphine berada, di Ceper atau tempat lain, tidak ada catatannya,” ujar Hans Boers.
Sejauh pengamatan saya di Kerkhof Ceper, jangankan makam Angelique Adolphine, makam Josephine Andreas van Waardenburg juga tidak ada.
Adolph Barsikh Andreas wafat 25 Oktober 1902 pada usia 54 tahun karena mengidap stroke cukup lama, tepat dua tahun setelah Angelique Adolphine wafat. Hingga akhir hayat, beliau menjabat pengawas senior di Pabrik Gula Ceper. Pascapemakaman, barulah jabatan pengawas senior digantikan Tuan Knoops mantan pengawas Pabrik Gula Kaliwungu.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Biasa dipanggil Benu. Asli anak gunung Merapi Merbabu. Sering nulis, lebih banyak jalan-jalannya. Mungkin pengin lebih tahu? Silakan kontak di Instagram saya @benu_fossil.